"Do you still love her, Jeffan?"
Pria yang sedang diintrogasi itu berkali-kali menghela nafasnya. Sudah berapa kali perempuan di depannya ini mengungkit hal itu secara terus menerus. Jeffan sudah menjelaskannya, tapi istrinya itu tak pernah mengerti.
"I did, Micha. But now I don't."
Micha, perempuan yang sudah menyandang status sebagai istrinya selama sepuluh tahun lamanya hanya bisa berdecak. Ia bekerja di dunia portal berita maupun majalah online, Micha jelas tahu seperti apa bentukan mantan istri suaminya itu.
"Tapi kenapa lo selalu hubungin dia, Jeffan? Could you tell me the reason behind it?" Emosinya sudah memuncak, tapi pria di depannya ini berusaha mengatur emosinya sebaik mungkin.
"I can't tell you."
"Gak, ini HARUS," tegas Micha. "You have to tell me about this, Jeffan. You're my husband!" Micha kembali mendesak sang suami, tapi pria itu justru malah mengulas senyumnya.
"And you're my wife."
"GUE TAUUUU, JEFFAN! Makanya itu, lo seharusnya terbuka ke gue," cerca Micha, sebal karena bisa-bisanya Jeffan selalu bergurau di saat berdebat seperti ini.
"Loh, kita, kan, sering terbuka, buka-bukaan. Apalagi tiap malam." Micha melotot.
"Jeffan, gue serius." Kini intonasi Micha berbeda dari sebelumnya. Lebih tegas dan serius. Memang menyeramkan bagi Jeffan, rasanya sampai menusuk tulangnya. Tapi Jeffan tak bisa berbuat apa-apa.
"Tell me," desak Micha. Kali ini, Jeffan hanya bisa menghembuskan nafasnya, pasrah. Lagipula, tidak selamanya ia akan bisa menyembunyikan apapun dari Micha, seseorang yang selalu bersamanya.
"Duduk dulu, Micha." Micha menuruti suaminya yang menuntun dirinya untuk duduk di sebelahnya. Dan tidak menolak juga saat Jeffan menggenggam tangannya erat, seraya mengusap punggung tangan yang selalu terasa menenangkan.
"Aku cuma gak mau kamu sedih, Micha."
"Kenapa aku harus sedih?" Micha menyela. Jeffan hanya mengulas senyumnya sebentar, lalu mengecup bibir Micha sekilas, guna meyakinkan wanita di depannya ini.
"Tolong dengerin cerita aku tanpa ngomong, bisa?" Jeffan memohon, sedangkan Micha hanya menaikkan alisnya, menuntut Jeffan untuk menjelaskan segalanya, secepatnya.
"Kamu tau, kan? Kalau kita udah nikah sepuluh tahun?" Micha diam. Membiarkan Jeffan menceritakan segalanya terlebih dahulu, seperti janjinya tadi.
Jeffan semakin mengeratkan genggamannya pada Micha, dan hanya bisa menatap tangannya dan Micha yang terpaut menjadi satu.
"Kita selalu berusaha, Micha. Apapun, kita lakuin. Tapi hasilnya? Belum ada, Cha."
Micha bertanya-tanya dalam hati, kemana arah pembicaraan suaminya. Penasaran, tapi akan lebih baik jika ia diam, mendengarkan suaminya terlebih dahulu.
"So, aku mau bawa Jisey ke dalam kehidupan kita."
Kedua alis Micha tertaut, menandakan ia kebingungan dengan maksud yang Jeffan katakan.
"Just Jisey. Not her mother."
Micha semakin menautkan alisnya, tak percaya dengan jalan pikiran suaminya itu. Sudah sering Micha mendapati Jeffan sedang chattingan dengan Sarah, atau Jeffan yang ijin bertemu Sarah.
Jeffan melirik Micha, ia mengerti Micha sangat kebingungan sekaligus marah.
"Aku tau, ini salah. Misahin anak dari ibunya is a criminal, isn't it?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda
Fanfic[Completed] Memiliki ayah yang suka kerja di luar kota adalah salah satu hal yang paling Haikal sukai. Karena itu, ia jadi bisa melihat suasana baru. Bagi Haikal, perpindahan kali ini adalah takdir yang terbahagia, sekaligus patah hati terbesarnya...