Aroma maskulin tercium memenuhi kamar seorang anak remaja yang bisa dibilang sedang di mabuk asmara. Iya, Haimal. Ia dengan pakaian santai tapi tetap (dan selalu) tampan berdiri di depan cermin kamarnya. Menoleh ke kanan dan kiri untuk memperhatikan seluruh sisi wajahnya.
Cakep!
Ia tersenyum bangga kala melihat kalau dirinya sudah cukup tampan untuk pergi menonton bersama Jisey siang ini. Bersama Yoyo, Wahyu, Abim, dan Melia juga tentunya. Tapi yang terpenting adalah Jisey bersamanya juga.
Haikal meraih ponselnya, mengetikkan pesan untuk perempuan di sebrang sana, kalau ia akan berangkat menjemputnya. Walau ia mendapatkan balasan yang cukup menyebalkan, alias, "Rumah di sebelah, gue juga tau kalo lo udah siap. Bau minyak nyong nyong lo kecium sampe rumah."
Bukan Haikal namanya jika ia terbawa emosi dengan perkataan Jisey. Haikal hanya tertawa, sekalian kembali meledek Jisey.
Karena Satria belum pulang dari kantor, Haikal langsung keluar setelah mengunci rumahnya. Tentu ia telah meminta izin dari sang ayah. Tapi hari ini, Satria mendadak harus melakukan lembur.
Hanya memerlukan waktu beberapa detik saja untuk sampai di rumah perempuan yang ia tuju. Jangankan beberapa detik, Haikal langsung meneriaki Jisey dari rumahnya untuk memanggil, kalau dirinya sudah siap berangkat.
"JISEEEY! GUE OTW!"
Berharap Jisey membalas? Tentu bukan. Haikal juga sangat yakin kalau Jisey tak akan membalasnya. Jadi, Haikal lanjut mempersiapkan diri untuk mengeluarkan motornya. Jisey tipe perempuan yang kalem dan tidak banyak bertingkah, berbeda dengan dirinya, apalagi sahabatnya JiseyㅡMelia.
Haikal menghidupkan motornya, menghampiri sang pujaan hati yang saat ini berada di sebelah rumahnya.
"Punten, gofut," ujar Haikal dari depan pintu gerbang rumah Jisey.
"Driver stress." Jisey bermonolog dan langsung melambaikan tangannya pada Sarah yang dari tadi sedang asyik berkutat dengan ponselnya di teras. Entah ini hanya perasaan Jisey atau bukan, tapi semenjak ibunya sudah kembali sehat, ia merasa Sarah semakin bahagia.
Bukan, ibunya itu memang selalu terlihat bahagia. Tapi belakangan ini, terlihat ... benar-benar bahagia? Jisey tahu ini lebay untuk diakui, tapi wajah ibunya belakangan ini semakin bersinar. Bukan karena efek skincare atau make-up yang digunakan, karena hari-hari pun sama.
Itulah yang Jisey sedikit bingungkan. Ini terlalu susah untuk dijelaskan, tapi yang jelas, Jisey bahagia melihat ibunya yang seperti ini. Terlihat semakin bebas, bahagia, dan semakin bersinar.
Atau mungkin karena Jisey kemarin yang terlalu berlebihan memikirkan Sarah yang sedang sakit, jadi saat ibunya itu sembuh, Jisey jadi melihat ibunya semakin bersinar? Ya, itu bisa saja terjadi. Itulah satu-satunya kemungkinan yang bisa Jisey pikirkan saat ini.
Dua puluh menit perjalanan, akhirnya Haikal bisa memarkirkan motornya di sebuah mall yang di dalamnya berisi bioskop. Mereka berjalan beriringan, sambil sesekali mengobrol untuk mengisi kekosongan di antara mereka.
Debaran dan rasa sedikit gugup yang sama-sama mereka rasakan kembali datang. Walau Haikal menyebalkan dan suka bertingkah atau menjawab dengan aneh, tapi Jisey tak bisa mengelak jika itu memang menghiburnya. Sikap apa adanya Haikal yang ditunjukkan bisa membuat Jisey bahagia, sekaligus terhibur. Mungkin jika bisa, Jisey ingin memiliki teman hidup seperti Haikal.
"Berduaan mulu udah kayak sandal jepit," celetuk Wahyu dari tempat duduknya saat melihat Haikal dan Jisey yang akan datang menghampiri mereka.
"Sensi amat lu, jomblo," cibir Yoyo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda
Fiksi Penggemar[Completed] Memiliki ayah yang suka kerja di luar kota adalah salah satu hal yang paling Haikal sukai. Karena itu, ia jadi bisa melihat suasana baru. Bagi Haikal, perpindahan kali ini adalah takdir yang terbahagia, sekaligus patah hati terbesarnya...