Hari Minggu adalah hari yang tepat untuk bermalas-malasan atau sekedar menghabiskan waktu untuk menghibur diri sendiri bagi sebagian orang. Begitu juga dengan Jisey, itulah yang ia lakukan hari ini. Setiap hari Minggu, sudah biasa jika Jisey bangun jam delapan pagi, kalau dia lagi ingin mengaktifkan mode malas.
Jisey merasa seminggu terakhir ini sangat aneh, dan juga berat. Mendapat Haikal sebagai teman kelas sekaligus tetangganya membuat Jisey pusing. Bukan karena Haikal yang selalu mengganggu Jisey, tapi karena selalu ada takdir yang mempertemukan Jisey dengan manusia menyebalkan seperti Haikal.
Dan kali ini, ia harus sekelompok dengan Haikal. Jisey tak tahu Haikal tipe murid yang seperti apa, tapi Jisey harap, semoga Haikal bukan tipe murid yang numpang nama doang.
Mereka sudah memiliki janji untuk mengerjakan tugas kelompok nanti siang. Enaknya memiliki kelompok di rumah tetangga menurut Jisey adalah Haikal gak mungkin bisa ngasih alasan apapun untuk bolos kerja kelompok. Karena Jisey bisa memastikan alasannya, tinggal jalan beberapa langkah, terus gedor pintu rumah Haikal.
Selagi menunggu Haikal datang siang ini, Jisey memilih untuk membaca sedikit materi yang akan menjadi topik power point mereka. Biar gak lama banget kerja kelompoknya, dan paham materi lebih awal juga. Intinya biar gak bareng Haikal lama-lama.
"Ice, temen kamu mau dateng ke sini, ya?" tanya Sarah yang tengah duduk sambil menonton televisi di sebelah Jisey.
Jisey mengangguk, tapi fokusnya masih pada buku paket di depannya yang tengah ia baca. "Iya, Ma. Itu, si Haikal anak rumah sebelah."
"Enak ya, punya temen kelas yang tetanggaan."
"Kalau temennya itu Melia sih oke aja, Ma. Kalau Haikal, no deh."
Sarah hanya terkekeh mendengar jawaban putri kesayangannya itu. "Kenapa gitu? Baik-baik loh mereka."
Jisey menggeleng dengan posisi yang tetap masih berkutat dengan bukunya. "Pokoknya enggak aja."
"Ih anak ABG Mama," gemas Sarah sambil menoel pipi Jisey, dan beranjak begitu saja dari sofa. Baru ingat kalau masih ada cucian yang harus dijemur.
Jam terus berdetik, sudah 15 menit lewat dari jam yang mereka janjikan, tapi Haikal belum juga datang ke rumahnya. Berkali-kali Jisey mengecek ponsel, tapi tak ada pesan apapun dari Haikal. Jisey mendengus sebal, setiap kerja kelompok dengan siapapun, selalu saja seperti ini.
Penantian Jisey tidak begitu sia-sia, sih. Walau Jisey harus menggunakan stok kesabarannya, tapi yang ditunggu akhirnya datang.
Haikal di depan sana tengah menekan bel rumah Jisey, dan tentu langsung disambut oleh Jisey. Bukan penyambutan kebahagiaan, tapi menyambut Haikal dengan omelan di depan gerbang rumahnya.
"Abis dari mana aja? Kok baru dateng?" todong Jisey sambil menyilangkan kedua tangannya di dada, menatap Haikal dengan horror.
"Dari rumah, lah."
Jisey melirik rumah di sebelahnya, lalu kembali beralih menatap Haikal. "Lama, ya, ngaretnya."
Haikal mengulas senyuman canggungnya, "Sorry, macet."
"Macet dari Atlantis!" Sengaja dari Atlantis, soalnya kalau pakai Hongkong, nanti Haikal bakal jawab dia keturunan Hongkong.
"Ya kebetulan gue punya satu rumah lagi di Atlantis,"
"Btw gue gak dikasih masuk, nih? Kasian nanti tugasnya gak selesai-selesai."
Jisey menatap Haikal dengan sebal, sedangkan yang ditatap hanya menatap Jisey balik untuk menunggu jawaban. Jisey memberi sedikit ruang dan setelah Haikal masuk, ia menutup kembali gerbangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda
Fiksi Penggemar[Completed] Memiliki ayah yang suka kerja di luar kota adalah salah satu hal yang paling Haikal sukai. Karena itu, ia jadi bisa melihat suasana baru. Bagi Haikal, perpindahan kali ini adalah takdir yang terbahagia, sekaligus patah hati terbesarnya...