41. Gonna get married?

15 4 0
                                    

Dua puluh menit waktu perjalanan berhasil ditempuh oleh Satria dan pasukannya, yakni Sarah, Jisey, dan Haikal. Atas kesepakatan antara Jeffan dan Sarah, mereka telah sampai di satu restoran ayam panggang yang cukup terkenal di sana.

Dengan ragu tapi pasti, mereka melangkah masuk, mencari keberadaan Jeffan yang kemungkinan sudah menunggu mereka, maksudnya hanya Jisey dan Sarah. Jeffan di pojok restoran sana tak tahu, kalau di sini, Sarah dan Jisey datang bersama dua tamu tambahan. Dua tamu yang kelak akan menjadi keluarganya, mungkin?

"Jeffan."

Yang dipanggil menoleh, matanya langsung berbinar kala mendapati sosok yang sudah ia tunggu sedaritadi. Namun wajahnya langsung berubah menjadi kebingungan kala ia mengedarkan pandangannya ke sebelah Sarah.

Selain ada Sarah dan Jisey, di sana ada dua orang pria yang tidak Jeffan kenali, tapi menurutnya, ia pernah melihat kedua orang tersebut. Tidak asing.

Satria hanya tersenyum menyapa Jeffan, begitu juga Haikal yang mengulas senyuman canggungnya. Jujur saja, mantan suami Tante Sarah itu memang sangat tampan. Mungkin jauh lebih tampan dari ayahnya?

Tapi ketampanan itu tak bisa didobrak oleh ketampanan ayahnya. Ya... walau secara kasar mungkin mantan suaminya Tante Sarah ini lebih tampan, tapi aura ketampanan ayahnya lebih menguar. Yang lebih cocok menjadi ayah memang ayahnya.

Stop sesi muji memuji ayahnya, sekarang kembali dengan Jeffan yang sedang membalas senyuman Satria dan juga Haikal dengan sedikit lengkungan ke atas. Hanya sedikit. Ia tak ingin terlalu ramah pada orang asing, apalagi dengan pria asing yang bersama Sarah.

"Jisey?" Jeffan memanggil, menunggu putri kandungnya untuk memeluk dirinya. Memahami maksud pria yang berstatus sebagai ayah kandungnya, Jisey menoleh kepada Sarah, meminta jawaban dari sang ibu sebagai responnya. Sedangkan Sarah hanya menganggukkan kepalanya, membiarkan Jisey dipeluk oleh ayah kandungnya. Setidaknya memang ini bukan tujuan Jeffan mengajaknya? Untuk bertemu pada Jisey.

Jisey perlahan mendekat, lalu menghamburkan pelukannya di dalam rengkuhan sang ayah kandung. Rasanya hangat. Ini kedua kalinya Jisey merasakan pelukan dari Jeffan, ayah kandungnya. Tapi yang Jisey rasakan masih sama. Hangat, tetapi asing.

Kata ibunya, dulu dirinya memang suka saat dipeluk oleh ayahnya. Jadi, begini rasanya dipeluk oleh sang ayah? Sudah lama tidak Jisey rasakan, atau mungkin lebih tepatnya seperti tidak pernah, karena Jisey tak mengingatnya.

Begitu juga dengan Jeffan yang sangat merindukan rasanya memeluk putri kandungnya. Entah apa yang membuatnya menahan diri untuk tidak bertemu dengan Jisey. Bayangan saat ia bermain bersama Jisey kecil, menerbangkan putrinya layaknya pesawat, merangkak layaknya seekor kuda yang tengah ditunggangi putri kecilnya, bersikap seolah pasien yang tengah diobati, semuanya kembali membayangi Jeffan.

Rasa menyesal tentu sangat jelas ia rasakan. Menyesal karena bermain di belakang Sarah, dan membiarkannya mengurus Jisey sendirian. Dan lihat Sarah sekarang? Benar-benar jauh dari dugaan Jeffan. Justru kini Sarah terlihat semakin memukau, menurutnya. Entah karena apa, tapi tentu salah satunya muncul karena rasa penyesalan di dalam dirinya.

"Kalian ... Tetangganya Sarah?" Jeffan bertanya dengan ragu.

Haikal melirik Satria, begitu pula Sarah dan Satria yang saling menatap untuk sesaat.

"Iya," sahut Satria seraya mengulas senyumnya. Ia tak ingin memperkeruh suasana dengan menjawab hal lain, biarlah Sarah yang menjawab, wanita itu lebih mengenal situasi bersama Jeffan. Lagipula, memang iya, mereka juga tetangga Sarah. Untuk saat ini status mereka masih menjadi tetangga, kan?

"Gatel banget nih lidahnya Papa pasti pingin jawab 'calon suami' ke mantan suaminya Tante Sarah," batin Haikal tertawa sendiri. Bisa memahami perasaan sang ayah yang diam-diam ingin bertindak.

TacendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang