Detikan jam memenuhi pendengaran Haikal. Jarum yang menunjukkan pukul 2 dini hari tak membuat Haikal berniat untuk mengistirahatkan tubuhnya, melainkan hanya menatap langit-langit kamar sambil sesekali bermain game di ponselnya. Matanya masih tak bisa terpejam walau ia sudah mendengarkan lagu-lagu yang katanua Wahyu bisa menjadi pengantar tidur.
Boro-boro pengantar tidur, semakin gak bisa tidur iya.
Bayangan hubungan ayah dan Tante Sarah masih sangat membekas di dalam benaknya. Haikal terima itu semua. Haikal bahagia melihat kedua insan itu bahagia.
Tapi kenapa rasanya masih ada sisi yang membuatnya sedih?
Ada sisi dimana ia masih belum bisa menerima semua ini.
Haikal melamun, sibuk dengan entah pikiran apa yang bisa mengganggu malamnya untuk tetap terbangun sampai dini hari.
Haikal sedikit tersentak kala mendengar ketukan yang berasal dari pintu kamarnya. Ia pikir itu hanya khayalan semata, tapi setelah mendengar suara dari luar, Haikal tahu kalau yang di depan sana bukan makhluk tak kasat mata, tetapi ayahnya.
Buru-buru Haikal meletakkan ponselnya di bawah bantal, agar tidak terlihat seperti ponsel yang baru dipakai, dan memejamkan matanya.
Tak mendapatkan jawaban dari sang anak, Satria yang berada di depan pintu lantas membuka pintu kamar Haikal secara perlahan, mengintip putra semata wayangnya yang terlihat sedang lelap dalam tidurnya sambil memeluk guling.
Satria berjalan perlahan mendekati Haikal. Ia hanya memandangi wajah Haikal, rasanya sangat damai saat melihat Haikal seperti ini. Dan juga, rasa bersalah.
Satria tak paham, tapi Satria merasa Haikal belum sepenuhnya bisa menerima hubungannya dengan Sarah. Entah karena apa, Satria tak tahu. Sampai saat ini, kemungkinan yang Satria pikirkan hanya Haikal yang masih terkejut karena kabarnya terlalu tiba-tiba.
"Ternyata udah tidur. Untung diingetin Sarah." Satria bergumam. Tak ingin mengganggu tidur anaknya, Satria kembali berjalan keluar kamar dan tak lupa mematikan lampu kamar Haikal sebelum keluar.
Setelah mendengar pintu kamar tertutup, Haikal membuka matanya perlahan. Mengintip ke arah pintu untuk memastikan apa sang ayah sudah pergi atau belum.
Ia lantas mendudukkan tubuhnya bersandar pada kepala ranjang. "Tante Sarah? Dia nanyain gue?"
Belum sempat Haikal berpikir, samar-samar ia mendengar suara orang berbicara, dan ia yakin itu adalah suara ayahnya. Karena jiwa penasaran yang menggebu lantaran mendengar ayahnya berbicara, Haikal memasang telinganya lebih tajam lagi.
"Aga udah tidur kok."
"Iya, serius. Tadi udah aku liat. Mungkin cuma lupa matiin lampu."
"Haha, iya, gak apa-apa. Cuma lembur sedikit."
"Iya, Sarah. Kamu juga jangan lupa istirahat. Gak baik keseringan begadang."
"Hehehehe."
"Iya. Malem."
Setelah itu, Haikal tak mendengar suara apapun lagi dari ayahnya. Ia berpikir, mungkin sambungannya sudah terputus. Benaknya penuh dengan interaksi sang ayah dengan Tante Sarah. Bagaimana cara ayahnya itu mengobrol dengan Sarah, dan betapa ayahnya terlihat berbeda setelah bersama Sarah.
Ternyata apa yang Haikal pernah baca itu benar, semua manusia memang memerlukan pasangan hidup. Termasuk ayahnya.
×××
Setelah lebih terbuka mengenai hubungan yang telah mereka jalin, Satria dan Sarah kini justru semakin dekat. Terkadang Sarah yang menghampiri Satria ke rumahnya, dan sebaliknya. Hanya sekedar untuk mengobrol, melepas penat, mencari seseorang yang bisa membantu mereka untuk bangkit dan terus bertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda
Fanfiction[Completed] Memiliki ayah yang suka kerja di luar kota adalah salah satu hal yang paling Haikal sukai. Karena itu, ia jadi bisa melihat suasana baru. Bagi Haikal, perpindahan kali ini adalah takdir yang terbahagia, sekaligus patah hati terbesarnya...