55 || Terbongkar

4.5K 384 32
                                    

Happy Reading.
.
.

Malam ini cuaca cukup dingin membuat Alena memilih berdiam diri di kamar sembari menonton drama Korea dari laptop milik Satria yang memang sengaja ia pinjam.

Hingga tidak lama kemudian suara pintu terbuka mengalihkan perhatian gadis itu. Alena menoleh ke arah pintu kamar dan menemukan keberadaan Bima. Pria itu berjalan ke arahnya sembari membawa piring berisi beberapa buah-buahan yang sudah dipotong menjadi bagian-bagian kecil dan segelas susu hangat.

"Lagi ngapain?" tanya Bima setelah menyimpan piring dan gelas tadi di atas nakas samping tempat tidur. Ia mendudukkan dirinya tepat di samping Alena.

"Lagi nonton, Om," jawab Alena dengan senyumannya.

Bima tersenyum simpul, ia mengelus rambut Alena penuh sayang.

"Papa kamu sering nelpon?" tanya Bima yang langsung dijawab gelengan kepala oleh Alena.

"Papa sama Mama nggak pernah nelpon. Biarin ajalah, mungkin mereka sibuk. Alena juga udah nggak perduli," jawab Alena yang terdengar ketus. Alena memang sekarang tidak terlalu memikirkan kedua orang tuanya setelah tinggal bersama Satria. Apa lagi sekarang Bima dan istrinya sudah kembali dari luar kota membuat Alena semakin merasa nyaman.

Bima mengangguk paham, ia mengambil piring tadi kemudian meletakkannya di dekat Alena.

"Buah-buahannya dimakan," ucap Bima.

"Makasih, Om."

"Sama-sama. Om mau lanjut nyelesain kerjaan kantor dulu." Bima sekilas mendaratkan satu kecupan di puncak kepala Alena sebelum akhirnya pergi meninggalkan gadis itu.

Sepeninggal Bima dari kamarnya, Alena mulai memakan buah-buahan yang diberikan pria itu sembari menikmati drama kesukaannya. Hingga dering ponselnya terdengar membuat Alena mengalihkan pandangannya.

"Aihh ganggu aja," gerutunya kesal, tapi tetap saja ia mengambil benda pipih itu dan melihat nama Dhea yang tertera di sana. Baru saja Alena akan menerima panggilan tersebut, tapi panggilannya lebih dulu terputus membuatnya mendengus.

"Nih bocah maunya apa, sih?" Alena menatap nanar ponselnya dengan tatapan kesal. Hingga beberapa saat kemudian panggilan kembali masuk dari orang yang sama membuat Alena langsung menggeser warna hijau pada layar ponsel hingga panggilan berhasil tersambung.

"Ada apaan, woy. Ganggu aja!" sungut Alena membuka suara setelah menerima panggilan dari Dhea.

"Santai dulu anying nggak usah ngegas," ujar Dhea terdengar.

Alena hanya menghela napas pelan, ia kembali menikmati buahnya.

"Mentang-mentang lagi jalan sama Kak Altair, gue panggil-panggil nggak mau nengok lo."

Alena seketika mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan Dhea tadi, ia bahkan melepas gelas susu yang akan diminumnya.

"Ngomong apaan, sih?" tanya Alena bingung.

"Lo lagi keluar, 'kan sama Kak Altair?"

"Siapa yang keluar. Aku lagi di rumah nonton drakor."

"Lah, terus tadi yang gue liat jalan sama cowok lo siapa dong?"

"Aku nggak tau. Aku dari tadi di rumah."

"Nggak usah bohong, Al. Gue tadi liat kok."

"Sumpah, aku nggak bohong. Emang kamu ngeliat Kak Alta, di mana?" tanya Alena, kini perasaannya mulai tak karuan.

"Tadi kan gue keluar nemenin sepupu gue jalan, sekalian mau beli sesuatu juga. Terus gue nggak sengaja liat Kak Alta lagi jalan sama cewek, gue panggil-panggil kirain tadi itu lo sendiri," tutur Dhea panjang lebar.

Galaksi Altair [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang