Dering ponsel di atas nakas berhasil mengganggu waktu tidur Alena. Gadis itu mengerjapkan matanya mencoba mengumpulkan nyawanya. Dan setelahnya tangan Alena terulur mengambil benda pipih itu. Dan tanpa melihat siapa si penelpon, Alena langsung menerima panggilan tersebut.
"Hallo ...," ucap Alena dengan suara serak khas baru bangun.
"Kamu lagi tidur ya?"
Alena seketika membulatkan matanya, bahkan refleks mengubah posisinya menjadi duduk. Rasa kantuknya seketika hilang begitu saja.
"Davin?"
"Aku ganggu ya? Ya udah, kalo gitu kamu lanjutin aja tidurnya." Suara Davin terdengar dari seberang sana.
"Ehh, nggak kok. Nggak ganggu sama sekali." Alena bergegas turun dari tempat tidur, ia sekilas melirik jam yang berada di nakas. Sepulang sekolah Alena memang langsung tidur, bahkan ia sekarang masih menggunakan seragam sekolahnya.
"Pasti pulang sekolah langsung tidur?" tebak Davin disertai kekehannya.
"Hehe, iya." Alena menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Davin memang paling tau kebiasaannya.
"Pasti belum makan?" tebak Davin lagi. "Kebiasaan banget telat makan. Ingat, kamu punya penyakit magh. Jangan dibiasain telat makan," omel Davin yang malah membuat Alena ingin tertawa. Alena sudah bisa menebak raut wajah Davin saat cowok itu mengomel.
"Grab food mau, nggak?"
"Nggak usah. Di rumah masih ada makanan," tolak Alena.
"Oke. Aku pesanin makanannya sekarang, kamu mandi aja dulu sambil nunggu makanannya sampe."
Alena menghela napas pelan, ternyata kebiasaan Davi dulu tidak pernah berubah. Masih suka memaksa.
Tidak lama kemudian panggilan terputus, Alena menatap nanar layar ponselnya. Entah kenapa ia tiba-tiba teringat dengan Alta. Cowok itu tidak pernah mengirimkan pesan untuknya
Ahh bodo amat, Alena tidak peduli. Toh, untuk apa juga ia menunggu pesan dari cowok seperti Alta? Yang ada malah membuang waktunya saja.
Alena bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia berdiri di bawah guyuran shower sembari bersenandung kecil.
Sekitar dua puluh menit berlalu, Alena keluar dari kamar mandi dengan wajah yang terlihat lebih segar. Ia berjalan menuju meja rias dan berdiri di sana sampai suara pintu kamar terdengar terbuka.
Alena menoleh dan menemukan keberadaan Satria. Cowok itu menenteng beberapa plastik di tangannya.
"Ada apa?" tanya Alena.
"Lo pesan makanan?" tanya Satria sembari mengangkat kantong kresek di tangannya. "Banyak banget," sambungnya.
Alena menggeleng membuat kernyitan di kening Satria terlihat.
"Yang pesan makanannya, Davin," beri tahu Alena membuat raut wajah Satria mendadak datar.
"Kenapa?" Alena mendekat, ia mengambil alih kantong plastik tadi dari tangan Satria.
"Lo masih berhubungan sama dia?" tanya Satria masih dengan ekspresi wajah datar.
"Cuma temen," jawab Alena apa adanya. Ia juga menunjukkan gelang berwarna hitam yang ia pakai pada Satria.
"Yakin cuma temen? Inget, lo udah punya Altair!" peringat Satria terdengar penuh penekanan.
Alena terkekeh singkat, sepertinya Satria belum mengetahui soal foto itu. Syukurlah, Alena sedikit senang karena kalau Satria tahu ... cowok itu pasti akan sangat marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Galaksi Altair [END]
Teen FictionToxic area.⚠️ Komedi Romance Sequel Azila. Cerita bisa dibaca terpisah. "Gue nggak suka cewek." "Berarti, Kak Altair, gay?" Galaksi Altair M. Remaja yang bosan mengenal cinta bahkan sampai sebagian beranggapan kalau dirinya adalah penyuka sesama. N...