Happy Reading.
.
Alta menghela napas pelan menatap suasana kota Jakarta dari balik jendela. Setelah semalam ia pergi dari rumah dan berakhir sekarang dirinya berada di apartemen milik Davin.
Entah keberuntungan atau hanya kebetulan, semalam Alta bertemu Dengan Davin yang kebetulan baru pulang bermain dan cowok itu mengajaknya pulang ke apartemennya.
Lamunan Alta mendadak buyar saat suara pintu terbuka membuatnya refleks menoleh dan menemukan keberadaan Davin yang datang membawa piring berisi makanan di tangannya.
"Sarapan dulu, Al." Davin meletakkan piring dan juga gelas tadi di atas nakas kemudian berjalan menghampiri altanyang masih berdiri di depan jendela.
"Lo nggak sekolah?" tanya Alta saat melirik sekilas arloji di tangannya yang menunjukkan pukul delapan pagi. Sementara Alta sendiri tidak masuk sekolah karena ingin menenangkan diri.
"Gue melas," jawab Davin disertai kekehan kecilnya, ia berbalik kembali mengambil piring makanan tadi kemudian menyerahkannya pada Alta.
"Sarapan dulu. Mikirin masalah itu butuh tenaga!" ledek Davin membuat Alta tersenyum simpul.
Alta menerima piring berisi makanan tadi kemudian mendudukkan bokongnya pada singel sofa yang kebetulan berada tidak jauh dari tempatnya berdiri.
"Enak!" puji Alta saat pertama kali menyuapkan makanan tadi ke dalam mulutnya. "Lo beli di mana?" tanya Alta melirik ke arah Davin yang duduk di tepi tempat tidur.
"Beli? Gue masak sendiri!" jawab Davin.
Alta diam memperhatikan makanan di depannya dan Davin secara bergantian. Alta tidak menyangka ternyata masakan Davin enak juga.
"Kok lo bisa masak?" tanya Alta lagi kembali melanjutkan aktifitas makannya.
"Lo tau, 'kan kalo Mama gue udah meninggal. Dan dari kecil gue diurus sama baby sitter. Sementara Papa gue sibuk sama kerjaan." Davin berucap santai menatap Alta yang juga tengah memperhatikan dirinya sembari mengunyah.
"Kadang kalo pengasuh gue pulang kampung, gue suka belajar masak. Kalo nggak masak, mau makan apa? Uang bokap gue emang ada, tapi ya gitu ...." Davin memilih tidak melanjutkan ucapannya, cowok dengan kalung salib itu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Lo keren," puji Alta membuat Davin menoleh ke arahnya.
"Lo bisa mandiri dari kecil," sambung Alta.
"Gue mandiri juga dipaksa sama keadaan." Davin menghembuskan napasnya menatap langit-langit kamar yang bernuansa putih.
Alta hanya mengangguk lantas kembali menikmati sarapannya sampai habis tidak tersisa. Ia mengarahkan pandangannya pada Davin yang kini tengah sibuk bermain ponsel di atas tempat tidur.
"Dav," panggil Alta membuat Davin menoleh.
"Apa?"
"Maaf ya gue ngerepotin!" ucap Alta.
Davin tersenyum kemudian mengubah posisinya menjadi duduk. "Nggak papa santai aja. Lagian gue seneng sekarang punya temen ngobrol, walaupun dulu kita musuhan!" ucap Davin terkekeh di akhir kalimatnya.
"Btw, kok lo lebih milih tinggal di apartemen dari pada tinggal sama bokap lo?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Alta.
"Pengen aja," jawab Davin. "Lebih tepatnya buat kesehatan mental gue juga," sambungnya.
Alta menatap raut wajah Davin yang tersenyum ke arahnya, tapi senyuman itu seakan menyembunyikan sesuatu. Davin terlihat lelah.
"Gue kalo di rumah hampir tiap hari berantem sama Papa. Apa lagi sekarang Papa mau nikah lagi." Terdengar helaan napas dari Davin di akhir kalimat yang dilontarkan cowok itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Galaksi Altair [END]
أدب المراهقينToxic area.⚠️ Komedi Romance Sequel Azila. Cerita bisa dibaca terpisah. "Gue nggak suka cewek." "Berarti, Kak Altair, gay?" Galaksi Altair M. Remaja yang bosan mengenal cinta bahkan sampai sebagian beranggapan kalau dirinya adalah penyuka sesama. N...