Chapter 36 - Menyelamatkan

305 65 34
                                    

Plish... Pfft--

Kalian kira itu the end beneran???!!
Gilak, kalian ngamuk serem ege..

Iya² readers, tercinta..
Author tercinta hanya bercanda...

Sungguh, author hanya bercanda..
😂😂😂

Ya, udah la ya...
Maaf keun..

Terimakasih untuk kerja samanya karena tertipu ^^
Sekian...

Silahkan menikamati alur yang sesungguhnya...
Serius, yang tadi cuman bercanda ....
Nggak ada hubungannya sama sekali dengan alur ini.. Serius gw becanda ^^
Jadi, anggap aja chap yang kemaren cuman ending jadi²an ..

Udah lah, selamat menikmati ^^

Sebagai hadiah, aku bakal buat book ini tragis ending melebihi yang tadi ^^

Kalo pada lupa chap sebelumnya ttg apa, bisa dibaca ulang sebelum baca chap ini^^

















Hinata's pov

Aku mengantarkan kakek tadi kerumahnya.
Tapi, aku heran kenapa rumahnya sangat jauh. Bahkan, ini sudah bukan area pemukiman lagi.

"Ano.. Gomennasai, apakah rumah anda masih jauh?" tanyaku.

"Tidak.. Rumahku disana.." jawab kakek itu sambil menunjuk jalan setapak yang sudah tak terlihat.

"H-ha'i...." aku pun masih mengantarkannya. Aku berpikir, pasti Atsumu-nii sudah marah² karena aku nggak langsung pulang.

Kami pun sampai disebuah gubuk tua, yang tampaknya adalah rumah sang kakek.

Sreek kserrk..Sreek

Aku berbalik karena mendengar suara dari belakang. Tapi, saat aku berbalik ke depan, aku terkejut melihat kakek itu memegang pisau yang diarahkan kepadaku dengan wajah ketakutan.

"S-saya minta maaf, anak muda..." dia pun berlari sambil berteriak seperti di film². Aku langsung mengambil tindakan, aku menghindar dan langsung memukul tengkuknya lumayan kencang sehingga dia mat-- enggak, cuman pingsan.

Sreeekk

Aku kembali menghadap kebelakang, dan melihat 7 orang mengepungku. Aku terkejut. Aku pun menerobos ke gubuk dan sedikit menghancurkannya untuk kabur, maaf kek..

"Kejar dia!!"

"Jangan sampai lolos!!"

Aku berlari sekuat tenaga, sebenarnya tenaga yang dipakai untuk sampai disini itu tidak sedikit. Seseorang menyusulku dari belakang, mengayunkan pisau di tangannya. Untung saja aku Melihatnya, aku menghindarkan serangan itu dan balik menyerang.

Aku berhasil memotong tengkuknya, alhasil dia mati. Aku kembali berlari dengan banyak teriakan dibelakang. Aku mulai sadar kalau aku malah masuk makin dalam. Aku pun mengambil keputusan dengan berputar arah. Dan terus berlari.

Aku tau ini sangat beresiko, tapi resikonya akan lebih besar jika aku makin masuk kedalam sana. Barangkali disana masih ada jebakan (?) atau mungkin aku takkan bisa kembali (?)
Dan, benar saja 3 orang langsung menyergapku. Aku menggunakan medan tempur sebagai aset perang. Aku loncat tinggi kesalahan satu dahan pohon yang lumayan rendah. Berputar dan memotong semua tengkuk mereka secara bersamaaa dari belakang.

Aku kembali berlari, kini aku berlari sekaligus loncat dari dahan satu ke dahan lainnya. Menurutku, itu lebih baik. Seseorang menyerangku dari depan (?)
Nekat, itulah pikirku.

We're MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang