04 : Nama

210 178 150
                                    

"Kata yang disusun menjadi namanya, amat seirama dengan indahnya langit malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kata yang disusun menjadi namanya, amat seirama dengan indahnya langit malam."

🌛☀️

"Sinar, bajingan lo! Berhenti, woi!"

Sedari tadi, Lalisa berusaha menarik Sinar untuk pergi menjauh dari Mentari. Tentu saja ia kalah tenaga karena sepertinya emosi Sinar membuat tenaga gadis itu menjadi dua kali lebih kuat.

"Lo gak seharusnya ngelakuin itu, bego!" maki Sinar pada Mentari.

"Akh, s–sakit, Nar," rintih Mentari, ia sangat yakin rambutnya sudah pasti banyak yang jatuh berguguran akibat ditarik oleh Sinar.

Plak

"Gue gak nyangka sama lo! Masih kurang apa gue sama lo, sialan!"

Mentari menahan perih pada pipi kirinya. Ditatapnya Sinar yang pergi dengan membawa kabut emosi yang begitu pekat, gadis itu pasti salah paham pikirnya.

"Tari! Jangan nangis dulu, aduh, ya Allah merah banget itu pipi lo, bangke ini si Sinar!" Terlihat gurat kekhawatiran dari wajah Lalisa, Mentari menarik senyum kecil, hampir tak terlihat.

"Apa yang lo semua liat, hah?! Ini bukan tontonan yang bisa lo liatin dengan santainya, gimana Indonesia mau maju kalo anak kuliahan kayak lo semua ngebiarin perundungan kayak tadi terjadi, bego lo semua!"

Emosi Lalisa kian tersulut melihat kerumunan yang tadi hanya menonton belum juga bubar. Telinganya sudah memerah karena sedari tadi meluapkan magma dalam hatinya.

"Gak guna otak pinter kalo gak ada hati nurani sama sekali, goblok!"

"Shut ... udah ah. Gue gapapa, Lis. Berlebihan lo, ayo anterin gue beli minuman dingin, perih banget ini pipi gue." Mentari menarik tangan Lalisa agar menjauh dari tempat mereka berdiri tadi.

Sekali lagi, karma memang tidak salah alamat, tetapi semesta mengirim Lalisa kepada Mentari di waktu yang tepat.

🌛☀️

"Gue udah bilang, kalo ada apa-apa itu ngomong! Lo nganggep gue apa selama ini, hah?!"

Pikir Mentari, gadis di hadapannya ini sudah kembali jinak. Namun, baru beberapa detik bokongnya menyentuh salah satu kursi kantin, emosi gadis itu kembali melunjak.

"Kenapa lo lakuin itu?! Jangan bilang lo udah jadi PSK sejak lama? Tari, jawab!"

"Ei ei ei, sabar, Lisa. Lo salah paham, berita yang nyebar itu gak sepenuhnya bener."

Berita perihal Mentari yang bekerja pada salah satu bar dekat kampus mereka sudah menyebar. Entah siapa yang menyebarkannya, pikir Mentari mungkin karena tempat itu memang sering dikunjungi oleh teman-teman kampusnya.

Tiga Belas Misi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang