"Kata semesta, masih ada rahasia yang tersembunyi."
🌛☀️
"Apa yang lo lakuin, Kak?"
Hormon adrenalin dalam diri Vania terasa terpacu, bahkan dapat ia rasakan akan membuat dirinya meledak tatkala netranya menangkap sosok Sinar dengan dua 'anak buahnya' yang kini tengah meringis kesakitan, pastilah dua manusia itu mendapatkan tinjuan kasih sayang dari Sinar.
"Udah berapa kali gue bilang buat berhenti nyakitin orang lain dengan dalih cinta busuk lo itu, Van?!"
Suara dengan volume cukup besar, tetapi terkesan dingin itu keluar dari pemuda yang ada di samping Sinar, pemuda itu datang beberapa detik setelah Sinar tiba. Vania serasa mati kutu sekarang, benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.
"Lo gapapa, Tari?" Sinar datang mendekati Mentari yang penampilannya sudah tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Tangan penuh dengan noda tanah merah, beberapa luka lebam terpatri pada kulit gadis malang itu.
"Lo buta?" sinis Mentari, mata Sinar dirasa masih sehat, bahkan sangat sehat hanya untuk mengetahui bahwa penampilannya jauh dari kata baik.
"Lo." Sinar berbalik menghadap Vania yang masih terdiam. "Gak akan gue biarin buat nginjak kaki di kampus ini lagi, bahkan bermimpi buat masuk ke kampus ternama lainnya, liat aja lo, anjing!"
Nada mengancam dalam kalimat Sinar dapat Vania rasakan. Sorot mata Sinar yang tajam tak berani Vania balas, gadis itu hanya bisa meratapi nasib malangnya sekarang. Sudahlah tak dapat Doy, gelarnya sebagai mahasiswi di kampus bergengsi ini pun akan turut lengser.
"Semua gara-gara lo, Kak!" Sinar bergantian mengarahkan telunjuknya kepada Doy. "Gara-gara lo ini terjadi, gara-gara obsesi Si Tukang Halu–"
"Yang bener delusi, Nar," potong Mentari.
"Lo diem dulu, anying!" Sinar menggertak, demi apa pun kali ini dia tidak bisa tinggal diam melihat Mentari diperlakukan seperti ini.
"Jauh-jauh dari Mentari, Kak. Gak liat nih fans lo jadi ganggu temen gue," kata Sinar.
"Dih, lo nyalahin gue?" Doy yang merasa tidak bersalah langsung saja kesal dengan ucapan Sinar, kening berkerut pada wajahnya menjadi bukti bahwa pemuda itu benar-benar tidak tahu letak kesalahannya.
"Dahla, males gue ngomong sama orang bego."
"Apa lo bilang?!" Tangan Doy sudah terangkat untuk menghajar adik tingkat tidak tahu sopan santun itu, tetapi mengingat fakta bahwa Sinar adalah wanita, tangan itu ia tarik lagi ke samping badannya.
"Udah, capek gue. Sinar, anterin gue pulang, dong. Masa iya gue pulang jalan kaki kayak begini, disangka orang gila nanti gue," pinta Mentari.
"Cih, dari dulu lo emang udah gila, kenapa malunya baru sekarang?" ujar Sinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Belas Misi ✔️
ChickLit"Kalau kamu benci dengan perpisahan, berarti kamu tidak punya hak untuk mengasihi pertemuan." "Kenapa gitu, Kak?" "Perpisahan ada karena eksistensi dari pertemuan. Jadi, bukankah kamu seharusnya membenci apa yang bisa membuat perpisahan itu muncul?"...