14 : Terima Kasih, Bulan

117 100 67
                                    

"Sebagai gantinya, aku berikan Bulan untukmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sebagai gantinya, aku berikan Bulan untukmu. Tidakkah cukup adil, wahai Mentari?"

🌛☀️

"Mentari, kamu mau tinggal di rumah saya?"

Belum habis kebingungan Mentari perihal alasan mengapa Bulan datang ke rumahnya, ucapan kakak tingkatnya itu kembali membuat Mentari diselimuti kebingungan.

Ada apa? Ada apa dengan Bulan? Mengapa tiba-tiba datang menawarkan tinggal di rumahnya? Apa itu niat tersirat Bulan untuk mempersunting Mentari?

Mentari, jangan terlalu percaya diri.

"Gimana, Kak? Gak ngerti gue. Tiba-tiba lo ngajak gue tinggal di rumah lo?" kata Mentari, kerutan pada dahinya makin memperkuat fakta bahwa dia benar-benar kebingungan.

Mulut lelaki yang mengenakan kemeja kotak-kotak itu hendak terbuka untuk menjawab, tetapi suara dari dalam rumah Mentari mengalihkan atensinya.

"Woi, Tari! Lama amat, ada siapa emang?" Itu suara Lalisa, derap langkah kaki terdengar mendekat ke arah pintu utama tempat Mentari dan Bulan masih diam terpaku.

"Eh, Kak Bulan?" ucap Lalisa dan Sinar dalam waktu yang sama.

Kini Mentari bisa menyimpulkan bahwa kakak tingkatnya itu pasti orang terkenal di gedung kampusnya, buktinya saja Lalisa dan Sinar yang notabenenya satu gedung kampus dengan Mentari—yang berarti berbeda gedung dengan Bulan— bisa mengenal lelaki itu.

"Eh, kalian kenal saya? Kalian siapa?" tanya Bulan, lalu kemudian matanya sedikit memperhatikan lamat-lama wajah Sinar dan Mentari. "Kamu yang waktu itu turut datang ke pemakaman ayah Tari, 'kan?"

Lalisa yang merasa dirinya adalah orang yang dimaksud Bulan pun mengangguk pelan sembari tersenyum. "Widih, cogan kampus nan famous kenal sama gue coi," batin Lalisa merasa bangga.

"Lalu kamu ...." Bulan menggantungkan ucapannya berusaha mengingat wajah Sinar yang rasanya amat familiar. "Ah, iya. Kamu pelanggan setia kafe saya, 'kan?"

Sinar mengangguk. "Iya, Kak. Lo ada urusan apa kemari? Jangan bilang lo pacarnya Mentari– aww." Sinar meringis tatkala Mentari mencubit pinggangnya. Mentari tentu saja melakukan itu karena mendengar perkataan Sinar yang bisa saja menimbulkan kesalahpahaman.

"Ini saya gak dikasih masuk dulu?" kata Bulan.

"Oh, iya. Hehe, silahkan masuk, Kak."

Deritan pintu utama rumah kontrak Mentari terdengar tatkala pemiliknya membuka pintu itu lebih lebar guna mempersilahkan Bulan untuk masuk.

"Maaf, Kak, agak berantakan," ujar Mentari, ia meraih beberapa baju yang bertumpuk di karpet.

"Silahkan duduk, Kak. Maaf gak ada kursi yang nyaman," kata Mentari sembari menunjuk karpet merah itu.

Tiga Belas Misi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang