17 : Next Mission

100 85 65
                                    

"Dentuman dalam hati Mentari akhir-akhir ini benar hanya sekadar gugup yang diselimuti kecanggungan atau justru ada rasa lain yang diam-diam semesta sematkan di sudut hati gadis itu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dentuman dalam hati Mentari akhir-akhir ini benar hanya sekadar gugup yang diselimuti kecanggungan atau justru ada rasa lain yang diam-diam semesta sematkan di sudut hati gadis itu?"

🌛☀️

Kafe sudah lama ditutup sejak lebih dari setengah jam yang lalu. Namun, Mentari memilih untuk tetap mendudukkan bokongnya meskipun Mawar berkali-kali memintanya untuk pulang sekarang.

"Lo mau ngapain lagi, sih?" tanya Mawar dengan muka masamnya, gadis itu jelas sekali tidak ingin membuang waktunya semakin lama di sini.

"Gak ngapa-ngapain, sih, hehe." Mentari berucap dengan wajah tanpa dosanya. Memang benar, dirinya sendiri tidak tahu apa yang membuatnya bertahan di kafe, hatinya seolah berbisik untuk tetap berada di sini sampai Bulan dan Kevin keluar dari ruangan Bulan.

"Lo kalo mau pulang duluan, pulang aja, War," ujar Mentari, dia sudah tidak tega melihat wajah sepupunya yang sudah menahan kantuk.

"Yaudah, gue duluan."

"Dih, gak setia sepupu lo!"

"Anying, tadi nyuruh pulang!" Mawar mengangkat tangannya hendak memukul bahu Mentari, tetapi targetnya langsung menghindar begitu saja.

Mentari terkekeh pelan. "Bercanda, udah sana pulang, hati-hati."

Mawar mengangguk. "Jangan pulang terlalu malem, kalo ada apa-apa, telpon gue langsung!"

Mentari mengangguk, dilihatnya Mawar yang kian menjauh dari posisinya lalu hilang di balik pintu kafe. Di saat yang sama terdengar suara pintu dibuka dari arah ruangan Bulan.

Mentari memperhatikan dua pemuda yang baru saja keluar itu. Kevin keluar dengan ekspresi datar, kakinya melangkah ke arah pintu kafe lalu menghilang begitu saja. Dapat Mentari lihat Bulan masih berdiri di dekat pintu ruangannya saat Kevin sudah hilang di balik pintu kafe.

"Eh, Tari? Kenapa belum pulang?"

Mentari tergagu, mulutnya mencoba untuk berbicara senormal mungkin. "Eh, a–anu, Kak. Ini gue baru mau jalan pulang."

"Ayo, bareng saya. Sekalian saya mau tidur di sana, boleh?"

Mentari mengernyit bingung. "Itu rumah lo, Kak. Buat apa minta izin sama gue?"

Memang benar, Bulan itu terlampau baik untuk ukuran manusia.

Bulan menggaruk tengkuknya sembari tersenyum canggung. "Siapa tau kamu gak nyaman."

"Santai aja, Kak. Toh, beda kamar, 'kan?"

"Kamu mau kita tidur satu kamar?"

Mentari terdiam, Bulan yang melihat itu hampir ingin tertawa keras melihat adik tingkatnya yang tak bicara sepatah kata pun.

"Bercanda, Tari. Ayo ke mobil, ini udah mau jam sepuluh."

Mentari mengangguk kaku, diikutinya langkah Bulan menuju parkiran yang hanya tersisa satu mobil, pasti itu milik Bulan.

Tiga Belas Misi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang