"Apa hadiah terbaik dari semesta yang sampai saat ini masih kalian miliki?"
🌛☀️
"War, tadi gue ke apotek beli obat tidur," ujar Mentari, melirik ke arah Mawar yang ternyata tak kunjung memberikan respon.
"Gue bawanya pelan-pelan, tau gak kenapa?" Mentari melanjutkan ucapannya sembari berharap Mawar meresponnya.
Tak kunjung mendapat balasan, akhirnya Mentari berucap, "Soalnya takut obatnya kebangun xixixi ngakak abiezz."
"Garing, bego!" ketus Mawar, wajahnya masih fokus pada mesin kasir di hadapannya tanpa berniat untuk memandang wajah Mentari walau sebentar.
Kejadian itu terjadi berulang-ulang bahkan berhari-hari sampai hari ini. Mentari selalu melontarkan lelucon bapak-bapak yang biasa muncul di Facebook, tetapi jangankan mendapat respon berupa gelak tawa, Mawar bahkan terlihat enggan memandang wajah Mentari.
"War, kata ibu gue, gak baik marahan lebih dari tiga hari, nanti jadi temennya setan," ucap Mentari.
"Biarin, gue juga satu spesies sama setan, mau apa lo?" balas Mawar, masih ada nada ketus dari cara bicara gadis itu.
Ting
Dua gadis itu menoleh ke arah pintu masuk kafe, nampak majikan mereka datang dengan empat paper bag hitam yang memenuhi kedua tangannya.
"Sore semua," sapa Bulan ketika mendekati para pekerja kafe. "Ini saya ada sedikit rezeki, dibagi sama rata oleh kalian saja, ya. Saya pergi ke ruangan saya dulu."
Para pekerja termasuk Mentari dan Mawar langsung saja mengerubungi barang yang tadi majikan mereka bawa. Kue, permen, dan pencuci mulut lainnya.
"Bagi berapa-berapa, nih?" tanya salah satu pekerja, Rania namanya. Gadis yang selalu Tari pinta untuk melayani Sinar dan teman-temannya.
"Gue itung dulu." Mawar mengajukan diri, walau hanya lulus SMA, gadis itu sangat pandai kalau bicara perihal hitung menghitung, tak heran mengapa Bulan menjadikannya sebagai salah satu kasir.
Pada awalnya hanya Mawar yang fokus menghitung, beberapa saat kemudian beberapa pekerja lainnya ikut membantu menghitung supaya mempersingkat waktu.
"Ada 150 bungkus, kita ada 37 orang berarti ...." Ucapan Rania yang tadi ikut menghitung tergantung.
"Satu orang dapet empat, nanti ada sisa dua kasih aja ke si Bulan," ucap Mawar langsung. Semua cukup kagum dengan kemampuan menghitung gadis itu, kecuali Mentari, ia sudah sangat mengenal sepupunya itu.
"Ide bagus, yaudah silahkan ambil," ucap Rania lalu ia mengambil bagiannya. Satu persatu mengambil bagian mereka, Mentari yang enggan untuk berdesak-desakkan memilih untuk menunggu kerumunan itu bubar.
"Mau nambah satu, gak?" bisik Mawar ketika mereka mendekat ke arah paper bag hitam itu.
"Katanya buat Kak Bulan?" Mentari bingung, tetapi tak lama kemudian satu kebiasaan sepupunya itu muncul di benak Mentari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Belas Misi ✔️
ChickLit"Kalau kamu benci dengan perpisahan, berarti kamu tidak punya hak untuk mengasihi pertemuan." "Kenapa gitu, Kak?" "Perpisahan ada karena eksistensi dari pertemuan. Jadi, bukankah kamu seharusnya membenci apa yang bisa membuat perpisahan itu muncul?"...