23 : Sadar Diri, Tari!

104 58 70
                                    

"Bahkan seluruh dirgantara pun tahu, indahnya cahaya sang bulan lebih cocok jika disandingkan dengan kerlip cahaya bintang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bahkan seluruh dirgantara pun tahu, indahnya cahaya sang bulan lebih cocok jika disandingkan dengan kerlip cahaya bintang."

🌛☀️

"Bintang, dengerin saya dulu!"

"Berhenti untuk nanya pertanyaan yang kamu sendiri tau aku gak mau inget tentang hal itu, Mas!"

Semua atensi mengarah kepada dua insan yang nampaknya tengah berseteru mengenai sesuatu. Air muka yang Bulan dan Bintang tunjukkan membuat semua mata yang memandang mereka menampakkan pancaran kebingungan, ada apa dengan pasangan itu?

Kafe Rindu Bulan sudah menunjukkan papan bertuliskan 'Tutup' tergantung pada pintu masuk kafe itu. Para pekerja hendak beranjak pulang, tetapi mendengar seruan bernada tak ramah yang tak biasa ditunjukkan oleh majikan mereka, membuat para pekerja—termasuk Mentari dan Mawar— memilih untuk memperhatikan pasangan yang baru saja melangsungkan acara melamar tiga hari yang lalu.

"Bintang!"

Mentari melihat bagaimana Bintang berpura-pura menuli dan tetap melangkah pergi menjauhi pemuda yang memanggilnya. Bulan masih di sana, tidak mengejar tunangannnya sama sekali.

Semua pekerja kembali pada aktivitasnya masing-masing, membereskan barang-barang mereka untuk pulang. Bulan kembali masuk ke ruangannya tanpa memberikan senyum teduh yang biasanya ia tunjukkan.

"Gile, serem banget suara Bulan tadi," kata Mawar memulai topik pergunjingannya.

"Setuju, kaget gue tadi. Mana auranya gelap banget," timpal Rania sembari memasukkan beberapa barang ke dalam tasnya.

"Ngomongin orang aje lo, nanti muncul tiba-tiba baru ta–"

"Tari, kunci kamu yang pegang dulu, ya. Nanti ke danau temui saya."

Omongan Mentari tiba-tiba terpotong begitu saja karena Bulan yang secara mengejutkan timbul dengan tas di pundaknya. Mentari hanya mengangguk saat Bulan langsung pergi setelah menyelesaikan kalimatnya.

"Mampus lo pada, denger itu pasti dia. Say goodbye to gaji," ledek Mentari.

"Gara-gara lo, Ran!"

"Dih, lo yang mulai duluan tadi, kampret!"

"Udah, cepetan pulang kayaknya mau hujan. Semuanya, gue duluan, ya," pamit kepala pelayan, semua merespon dengan kalimat agar sang kepala pelayan berhati-hati di perjalanan pulang.

Mentari dan Mawar sudah selesai dengan urusan mereka, berjalan beriringan menuju pintu utama kafe setelah tidak ada lagi pekerja yang tersisa di dalam. Keduanya berpisah di pertigaan jalan raya, Mentari masih harus menemui Bulan.

🌛☀️

Mentari melangkah pelan menelusuri area pinggiran danau, menahan dingin yang menggerogoti dirinya akibat angin malam yang berhembus terlampau kencang, hujan sepertinya benar-benar akan turun.

Tiga Belas Misi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang