34 : Salah Paham

61 28 16
                                    

"Bukan salah Mentari kalau perasaannya justru tumbuh makin besar, 'kan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bukan salah Mentari kalau perasaannya justru tumbuh makin besar, 'kan?"

🌛☀️

"Saya gak tau ini cuman perasaan saya atau gimana, tapi akhir-akhir ini saya sering lupa sama Bintang kalo lagi bareng sama kamu."

"Mungkin karena lo lagi bareng sama gue, Kak."

"Kalo saya bener gak inget sama Bintang padahal kami lagi di satu tempat yang sama? Kayak tadi, saya malah langsung meluk kamu."

"Refleks, Kak. Gue kalo jadi lo juga bakal kayak gitu, sih."

"Bener juga kayaknya, lagipun, saya gak mungkin berpaling dari Bintang, 'kan?"

Ting

Bunyi denting khas pada pintu kafe menginterupsi telinga Mentari, gadis yang sedari tadi tengah memikirkan ulang percakapan antara dirinya dan Bulan beberapa hari yang lalu itu kini tersadar akan realita. Ditatapnya kumpulan manusia yang baru masuk itu kini tengah berjalan menuju ke arahnya.

"Tari! Maapin gue kalo ada salah sama lo." Faris menjadi orang pertama yang bicara setelah manusia-manusia tadi berada pada jarak yang dekat dengan Mentari.

"Gue juga ya, Tar! Sorry kalo dulu pernah kelewat kejam sama lo." Sinar ikut mengutarakan kalimat bermakna sama dengan kalimat Faris.

"Emm, kalo gue ... kayaknya lo yang banyak salah sama gue, deh." Mawar berkata dengan nada percaya diri yang sangat terlihat dari wajahnya.

"Ck, jangan lupa kalo lo hampir mau ngajak gue jadi lonte, ye, anjir!" sinis Mentari yang langsung mendapat gelak tawa dari Mawar.

"Gue juga maaf kalo ada salah, Kue Tart."

"Lisa, ini baru lebaran hari pertama, jangan bikin gue nambah dosa lagi."

Semua yang ada di sana langsung tergelak sembari memegang perut. Suasana hari raya pertama benar-benar terasa menyenangkan. Kemudian, percakapan dilanjutkan dengan Doy, Jeffri, Yudha, dan Bintang yang turut mengucapkan kata maaf.

"Ini kafe dibuka hari ini?" tanya Faris.

Mentari menggeleng. "Kagak, cuman buat tempat kumpul kita doang sebelum berangkat ke makam, kalian semua pada ikut, 'kan?"

Pertanyaan Mentari mendapatkan respon berupa anggukan dari mereka. Hening sesaat sebelum akhirnya Sinar kembali bicara.

"Almarhum ayah sama almarhumah ibu lo ada di satu komplek pemakaman, almarhumah ibu Bulan juga di sana?" tanya Lisa.

Mentari hanya mengangguk sebagai respon. Pikirnya, kebetulan sekali takdir memberikan persinggahan terakhir yang sama kepada mendiang ibu Bulan dan mendiang orang tua Mentari.

"Kebetulan amat," kata Sinar.

"Kebetulan gimana?" Doy turut bergabung dalam pembicaraan.

"Anu ...." Sinar tiba-tiba menjadi gugup, gadis itu melirik ke arah Mentari yang tengah menggeleng pelan.

Tiga Belas Misi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang