"Tahu boneka? Itu adalah panggilan semesta untuk kita, korban skenarionya."
🌛☀️
"Tari!"
Tiga gadis itu langsung berbalik, mencari orang yang baru saja memanggil Mentari. Didapati oleh mata mereka, pemuda dengan kaos coklat ditutupi jaket putih tengah tersenyum teduh ke arah mereka.
"Mentari tadi pagi kenapa gak nunggu saya? Kita bisa berangkat bareng ka–"
"Kak, gue duluan, ya. Sebentar lagi ada kelas."
Tanpa menunggu respon Bulan, Mentari langsung memacu kakinya menuju Fakultas Psikologi, meninggalkan Bulan dengan kernyitan pada dahi pemuda itu, dan Lalisa serta Sinar yang menganga terkejut karena aksi tidak sopan Mentari.
"Dia kenapa?"
Sinar dan Lalisa hanya tersenyum canggung mendengar pertanyaan Bulan. Harus dengan apa mereka menjawabnya?
"Beneran ada kelas kali, Kak," jawab Sinar.
"Kelas pagi untuk semua fakultas dimulai jam delapan, sekarang baru jam tujuh lewat sedikit." Bulan berkata sembari memberikan atensinya bergantian kepada dua gadis di depannya. Berhenti sejenak lalu berkata lagi, "Mentari ada cerita dengan kalian? Sejak semalam dia bertingkah agak aneh."
Ekspresi terkejut dari Sinar dan Lalisa langsung ditangkap dengan cepat oleh Bulan. Pemuda itu bisa melihat bahwa dua gadis itu pastilah tidak akan memberitahunya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Mentari.
"Saya titip Mentari dengan kalian, ya? Hibur dia, saya sedikit tidak tenang mendengar dia menangis semalam."
Baru saja Bulan akan berbalik dan pergi menuju gedung kampusnya, Sinar bergerak ke hadapannya dan menghalangi langkahnya untuk pergi.
"Mentari lagi kangen orang tuanya, Kak. Itu yang dia ceritain ke kita," kata Sinar yang sayangnya dapat Bulan lihat gerakan tubuh berlebihan yang Sinar ciptakan.
"Saya tau kamu bohong, saya permisi dulu, ya." Bulan tersenyum dengan teduh kemudian bergerak ke samping dan melanjutkan langkahnya. Sinar bersusah payah meneguk salivanya sembari memberikan tatapan membunuh kepada Lalisa yang tengah menahan tawanya.
"Ah, hampir lupa. Nama kalian siapa? Saya hanya ingat wajah kalian," tanya Bulan setelah merotasikan tubuhnya kembali menatap dua adik tingkatnya tadi.
"Gue Lalisa, Kak!" ujar Lalisa antusias, kenapa tidak? Cukup dengan namamu diketahui oleh bibit unggul kampus, maka presentase kemungkinan dirimu bisa dekat dengan orang itu menjadi lebih besar, begitu teori Lalisa.
"Gue Sinar, Kak," kata Sinar.
"Baik, salam kenal. Saya duluan ya, Lisa, Sinar."
Bulan kembali melanjutkan langkahnya, ada senyum geli yang ia simpan karena mendengar suara Lalisa yang membahana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Belas Misi ✔️
ChickLit"Kalau kamu benci dengan perpisahan, berarti kamu tidak punya hak untuk mengasihi pertemuan." "Kenapa gitu, Kak?" "Perpisahan ada karena eksistensi dari pertemuan. Jadi, bukankah kamu seharusnya membenci apa yang bisa membuat perpisahan itu muncul?"...