"Semesta kembali memberikan fakta tersembunyi kepada siapa pun yang berhak tahu hal itu."
🌛☀️
Terik matahari dengan amat kejamnya menyengat kulit Mentari siang ini. Gadis itu melirik pada ponsel pintarnya, pukul dua siang. Langkah kakinya gontai, berjalan menuju rumah kedua Bulan.
Kuliah hari ini cukup melelahkan bagi Mentari, hari pertama puasa sudah disuguhi tumpukan tugas dengan tenggat waktu sebentar. Gadis itu langsung menuju kamarnya setelah tangannya menutup pintu utama rumah itu.
"Panas sekali epribadih!" seru Mentari sembari bergerak ke kiri dan ke kanan. Ranjang yang sudah menjadi kasur favoritnya beberapa bulan belakangan ini sedikit bergoyang akibat kerusuhan dari badan Mentari yang tidak bisa diam.
"Kalo misalnya gue ngasih tau Kak Bulan perihal Kak Bintang yang nganunya sama Kak Doy, reaksi dia bakal gimana, ya?" Mentari berucap sembari menatap langit-langit kamarnya. Bibirnya kembali melakukan hobi barunya, berbicara sendiri.
"Bakal sedih? Kaget? Kecewa?"
"Campur aduk kali, ye."
Tok tok tok
Ketukan keras pada pintu utama membuat Mentari langsung bangkit dari posisinya, berlari ke arah pintu hendak menyambut tamu yang entah siapa itu.
"Eh, Kak Bula– lho, anjir, lo kenapa, Kak?"
Mentari berusaha menahan tubuh Bulan yang tiba-tiba kehilangan keseimbangan. Pemuda itu terlihat masih sadar sembari menggumamkan hal yang tidak dapat ditangkap dengan jelas oleh telinga Mentari.
"Uvuwevuwevuwe?" Dahi Mentari mengernyit, benar-benar tidak mengerti.
"Ka–mar, ke kam–"
"Oh, oke, pelan-pelan, Kak." Mentari mengalungkan lengan Bulan ke lehernya, memapah pemuda itu menuju kamar yang biasa pemuda itu tempati.
Mentari membaringkan tubuh Bulan dengan perlahan, melepaskan sepatu Bulan dan kaus kaki pemuda itu. Selesai dengan itu semua, Mentari menatap khawatir pada Bulan yang terlihat berkeringat, apa yang terjadi dengan Bulan?
"Emm ... lo gapapa, Kak?" Mentari bertanya setelah sekitar lima belas menit Bulan terbaring.
Bulan mengangguk lesu, tetapi bibir pucat pemuda itu menunjukkan hal yang sebaliknya dari pemuda itu. Mentari meragu, hendak menawarkan minum, tetapi Bulan kan sedang puasa.
"Mau batalin aja puasa lo, Kak?"
Bulan menggeleng, terlihat pemuda itu berusaha untuk duduk dengan badan yang bersandar pada kepala ranjang. "Saya lari dari kampus ke rumah karena ada tugas yang ketinggalan, eh, di tengah jalan dikejar anjing, apes banget hari ini."
"HAHAHAHA ANJIR GUE KIRA LO KENAPA, KAK!" Mentari tertawa lepas, volumenya bahkan bisa membuat telinga mana pun merasa nyeri. Memang dasar tidak tahu malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Belas Misi ✔️
ChickLit"Kalau kamu benci dengan perpisahan, berarti kamu tidak punya hak untuk mengasihi pertemuan." "Kenapa gitu, Kak?" "Perpisahan ada karena eksistensi dari pertemuan. Jadi, bukankah kamu seharusnya membenci apa yang bisa membuat perpisahan itu muncul?"...