BAGIAN 30

31 6 0
                                    

Biasakan vote sebelum membaca, jangan lupa komen dan share setelah itu. Kalau suka masukin reading list, biar nggak ketinggalan kalau sudah dipublish. Thank you.

Enjoy.

***

"Kadang kala kita perlu menyerah untuk hal yang membuat kita terjerat dan tak berkembang." –Namira Alexandria

📖 Jangan Berhenti Baca di Bagian Ini 📖

Seorang pria memasuki sebuah ruangan dengan ekspresi datar, ia menadangi papan nama bertuliskan, "Harsa Andrew Jayaprabha,B.A.,M.B.A." milik ketua yayasan Nawasena. Si pemilik nama masih sibuk dengan telepon kabelnya, membiarkan si pria yang baru masuk merefresh otak yang nyaris meledak.

"Kamu sibuk dengan urusan pribadi?" selidik Harsa setelah menyelesaikan panggilan, ia membalikan kursi putarnya menatap si pria yang masih terdiam. "Akhir-akhir ini kamu jarang sekali memberikan laporan kepada saya, malah kamu menugaskan orang lain."

"Mereka bukan orang lain, mereka anggota tim," bela si pria, Harsa sedikit jengkel mendengarnya.

"Tapi saya sudah mempercayakan tugas ini pada kamu, kamu pemimpin mereka, tidak bisakah kamu sendiri yang memberikan setiap laporan penting pada saya?"

Si pria menghela napasnya sejenak, kemudian menundukan kepala sembari meminta maaf.

"Perbaiki kinerja tim dan selama exam tugas tim tetaplah tugas!" Harsa mempersilakan si pria untuk meninggalkan ruangannya.

***

Di koridor lantai dua Aqila terus mempercepat larinya, tubuhnya bertabrakan dengan seorang pria yang baru keluar dari toilet. Nyaris saja tubuh Aqila terpelanting, untungnya pria itu sigap menangkap Aqila, manik mata mereka bertautan.

"Huuuft." Si pria meniup wajah Aqila dengan tidak santai.

"Sangga!" pekik Aqila, ia buru-buru membetulkan posisi dan kembali berlari, tak lupa menarik Sangga.

"Mau ke mana, Qil?"

"Mobil lo yang mana?" Aqila balik bertanya.

"Tuh." Sangga menunjuk mobilnya dengan dagu.

"Masuk!"

"Ha?"

"Buruan Sangga, ini penting."

Mobil Sangga melaju meninggalkan area parkir Nawasena dengan mudah sebab jam pembelajaran telah usai. Sangga menepikan mobilnya setelah Aqila memaksa, gadis itu memandang Sangga dengan mata elangnya.

"Aqsa di mana?"

"Gue nggak tau."

"Bohong!" Mata Aqila memicing sempurna. "Dia balap liar lagi 'kan? Anterin gue ke sana!"

"Bentar, maksud lo apa? Lo tenang dulu, Qila.""

"Tenang? Tadi Aqsa nelfon gue dan gue denger suara ledakan, lo minta gue tenang?" Aqila menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dengan kasar. "Sangga, lo anterin gue ke sana, gue mau tau kondisi Aqsa, gue mohon Sangga. Lo pasti tau tempatnya 'kan?!" Sangga melayangkan panggilan beberapa kali pada nomor Aqsa, namun nihil. Ia memilih untuk menghubungi Kaleel.

"Kaleel bilang Aqsa lagi main PS di rumahnya," jelas Sangga.

"Gue nggak percaya," ketus Aqila, maniknya menatap Sangga dengan berang, tanpa mengucapkan apapun Sangga mengantar Aqila menuju rumah Kaleel.

Darkside: NightmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang