BAGIAN 46

21 4 0
                                    

Biasakan vote sebelum membaca, jangan lupa komen dan share setelah itu. Thank you.

Enjoy.

***

Janji tidak ada artinya tanpa usaha yang ditepati!

📖 Jangan Berhenti Baca di Bagian Ini 📖

Tiga orang berpakaian serba hitam keluar dari pintu elevator, dibelakangnya terdapat Prama yang sibuk mematikan gawainya kemudian dimasukkan ke dalam saku celana, Asha yang baru saja keluar dari dapur memperhatikan mereka sesekali. Tumben, Prama sang Ayah membawa manusia dengan pawakan seram seperti preman-preman dalam televisi yang sering ia tonton.

Tanpa berpikir panjang ia segera menaiki anak tangga, baru tiga langkah kakinya berjalan, suara pintu rumah terbuka, memperlihatkan Arsya yang saat ini berjalan dengan sedikit sempoyongan, yang ia tahu, kakaknya baru saja berangkat ke Texas beberapa hari yang lalu untuk urusan bisnis, malam ini ia pulang dalam keadaan mabuk. Prama berlari tergopoh dari depan pintu elevator, segera memerintahkan ketiga orang berpakaian serba hitam itu untuk membantu membopong Arsya ke dalam kamar.

Alin muncul dari ruang tengah, ia melihat Asha yang saat ini masih mematung berdiri di anak tangga menuju kamar, dengan mengangkat dagunya, ia mengkode Asha agar segera mamasuki kamar. Asha mengangguk, ia segera meneruskan jalannya dengan seribu pertanyaan mengenai betapa aneh rumahnya malam ini. Ia baru menyadari, tidak hanya tiga lelaki berpawakan seram itu yang mengenakan baju hitam, tetapi Alin, Prama, dan Arsya. Ini hanya sebuah kebetulan bukan?

Asha segera merebahkan dirinya di ranjang. Gawainya berbunyi menandakan sebuah pesan masuk. Benar saja, ada pesan dari Langit. Malam ini juga, di Nawasena sedang ada pesta besar yang ia tahu bernama crazy party , pesta yang diadakan untuk merayakan keberhasilan panitia dan penaggungjawab Nawasena Extraordinary Festival.

Tangannya gesit melihat isi pesan dari Langit, sebuah pesan berisikan tanya dari Langit mengenai keseriusan liburannya setelah ujian akhir semester ini. Bertepatan dengan itu, tangannya terulur meraih sebuah amplop putih di atas nakas.

Suara ketukan pintu membuat Asha terpaksa harus bangun dan segera membuka pintu kamar. Brian—sopir pribadinya—merekahkan senyum. "Non Asha belum makan?" tanyanya.

Asha menggeleng, tumben sekali Brian menanyakan hal ini padanya, mungkin bisa dibilang ini pertama kalinya.

Brian tersenyum lagi. "Baru saja Tuan, Nyonya, dan Den Arsya berangkat ke Texas. Nyonya Alin menyuruh saya untuk menemani Non Asha makan, bersama Avel juga. Sekarang Avel sudah di mobil, kami tinggal nunggu Non Asha," ucap Brian menjelaskan.

Kening Asha berkerut, bukannya setengah jam yang lalu ia masih melihat keluarganya di rumah? Lalu mengapa mereka semua tiba-tiba ke Texas tanpa berpamitan kepadanya? Bukankah Arsya juga baru pulang dalam keadaan mabuk? Mengapa semuanya buru-buru sekali? Apakah tiga orang berpawakan seram itu juga ikut ke Texas? Apakah ini mengenai pekerjaan bisnis keluarganya yang tidak boleh ditinggalkan?

"Kenapa mama sama papa nggak sempet pamit sama Asha, Bri?" tanya Asha, Brian menggeleng pelan, menandakan tidak tahu apa alasannya.

"Saya juga tidak tahu Non, tapi sepertinya sangat mendesak," ujar Brian.

"Tapi tadi Arsya baru pulang, dia mabuk," balas Asha, ia benar-benar melihat wajah Arsya merah dan berjalan sempoyongan.

"Tuan Arsya baik-baik saja Non, mungkin Non Asha salah liat. Tadi saat naik ke dalam mobil Tuan Arsya segar, walaupun tidak memberikan senyum kepada saya saat membukakan pintu, tapi saya tidak mencium aroma alkohol di badannya."

Darkside: NightmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang