Biasakan vote sebelum membaca, jangan lupa komen dan share setelah itu. Thank you.
Enjoy.
***
Maybe humans forget that someone loves them unconditionally, but also maybe humans forget that they hurt other humans without feeling that they hurt others.
📖 Jangan Berhenti Baca di Bagian Ini 📖
***Arah melepas arrow tepat mengenai papan panah, ia dikelilingi lapangan hijau yang asri. Lima orang berbadan tegap nan besar berdiri serius menatapnya seperti buron yang dijaga agar tidak kabur. Damian mendekat bersama dua orang pengawalnya, tak lupa ia melepas jas yang dikenakan. Tangannya terulur mengambil satu botol air mineral, dilemparkannya hingga mengenai punggung Arah.
"Bodoh!" Satu kata itu mampu membuat Arah menoleh, ia menggertakan giginya sembari memejamkan mata, tangannya dengan cepat mengambil air mineral yang saat ini berada di samping kakinya.
"Sudah menjelang awal bulan tapi masih tidak ada perkembangan apapun!" Damian menatap Arah tajam, segera Arah membungkukan setengah badannya.
"Jika memang begitu, maka lepaskan saya."
PLAK
Tangan besar itu kini menempel di pipi kiri Arah, suaranya keras sekali. Arah hanya bisa memejamkan matanya sembari diam-diam mengepalkan tangan. "Kita kehilangan waktu lima hari."
Nampaknya kesabaran Damian sudah habis, saat awal melihat Arah, ia memang menilai lelaki itu akan unggul dan gesit dalam mengerjakan proyek barunya, tetapi dugaanya meleset, beberapa hari terakhir kinerjanya menurun drastis, menyebabkan banyak kerugian. Bukan hanya kerugian material, tetapi juga waktu.
"Planing kedua, segera laksanakan!" Matanya memicing. "Saya kembalikan lagi kamu ke pabrik sore nanti, jangan lupa misi kamu bukan hanya ini. Peringatkan Kai juga, anak ingusan itu akhir-akhir ini menjadi lelet, tidak tau diri."
Damian meninggalkan Arah, dua pengawalnyanya berjalan mengikutinya dibelakang. Arah kembali membungkukan badan, tanganya mengelus pipi kirinya yang memerah akibat tamparan Damian.
Shit, batin Arah beradu.
Di gerbang menuju lapangan hijau, Damian menyambut kolega bisnisnya dengan senyum mengembang. Damian berjabat tangan dengan koleganya, setelah itu terjadi percakapan kecil. Sebelum benar-benar meninggalkan kawasan lapangan, Damian melirik Arah yang berada di tengah lapangan, lalu kakinya segera melenggang pergi.
***
Asha membuka pintu kamarnya bersamaan dengan Arsya membuka pintu rumah, lelaki itu nampak menyeramkan dengan pandangan mata bak elang yang siap memangsa korbannya. "Ngapain lo liat-liat?"
Arsya menghentikan langkahnya, menatap lantai dua tepat di mana Asha saat ini memandanginya, gadis itu menggeleng.
"Mobil siapa diluar?" tanya Arsya ketus.
"Temen gue," jawab Asha seadanya.
Arsya kembali meneruskan jalannya, memasuki lorong setelah ruang keluarga untuk bisa memasuki ruang kamarnya.
Asha kembali ke kamar dengan menenteng satu frappuccino greentea dan hot chocholate. Langit duduk di atas karpet bulu sembari menyandarkan punggungnya di sisi ranjang, matanya tidak lepas dari layar mackbook.
"Ini design final panggungnya?" Asha menujuk design panggung untuk acara NEF pada layar monitor. Langit fokus menatap layar, tidak menoleh sama sekali, ia hanya mengangguk. Selang beberapa detik, tangannya beralih memencet aplikasi Line, segera mengirimkan design panggung hasil revisiannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Darkside: Nightmare
Teen Fiction● H I A T U S ● ➡️ WAJIB DIBACA ⬅️ ⚠️Rate 17+⚠️ "Dalam pekatnya hitam, aku hidup." "Tidak ada jalan keluar kecuali percepat selesaikan." Genre: Teenfiction-Thriller-Family ⚠️Warning Section⚠️ Jangan mencoba mencari siapa pemeran utama di da...