BAGIAN 44

26 4 0
                                    

Biasakan vote sebelum membaca, jangan lupa komen dan share setelah itu. Thank you.

Enjoy.

***

There are some things that are hard to describe in words

📖 Jangan Berhenti Baca di Bagian Ini 📖

***

Terik di atas sana masih terasa menusuki kulit pria yang kini duduk mengayunkan kakinya di dermaga tua, ia mengibas-ngibaskan kaos biru muda yang dikenakannya.

"Arah."

Arah mengernyitkan dahinya, sedikit ragu suara yang barusan ia dengar adalah suara gadis yang sejak lima jam lalu ia tunggu.

"Arah!"

Arah bangkit, melebarkan kakinya kemudian membungkuk. Perlahan Arah membuka mata di antara dua kakinya. Ya, Arah baru saja melakukan metode pembuktian bahwa yang ia lihat bukanlah sejenis makhluk tak kasat mata.

"Arah!" teriakan itu terdengar semakin meyakinkan.

Benar saja, dialah gadis yang Arah tunggu. Tanpa membuang waktu Arah berlari mendekat.

"Gue kira lo nggak jadi dateng," lirih Arah.

"Lo udah ngundang jadi ...."

"Jadi, lo dateng walaupun seenak jidat telat lima jam?" Arah mengerucutkan bibirnya, ia duduk di kap mobil tua yang entah milik siapa.

"Lo marah sama gue?" Pertanyaan itu mendapat anggukan dari Arah. "Kalo marah kenapa masih nunggu? Lo punya peluang besar buat pergi dari sini sebelum gue dateng dan lo ...."

Kalimat si gadis terhenti bertepatan dengan telapak tangan Arah yang membekap mulutnya.

"Diem deh, mulut lo bau, Tuan Putri."

Plak

"Gue cuma becanda, njir! Nggak usah pake nampar segala," sungut Arah.

"Makanya jangan bikin kesel." Si gadis ikut mengerucutkan bibirnya.

"Sorry, Aqila." Ya, gadis itu Aqila.

"Seorang Arah bisa minta maaf?"

"Emang Aqila, udah telat boro-boro minta maaf, merasa bersalah juga nggak." Ia berjalan meninggalkan Aqila, sejenak langkahnya terhenti untuk membidik burung-burung kecil yang tengah melompat di rerumputan.

"Arah, waktu gue nggak banyak."

Arah menghela napasnya, "Ok, are you ready?"

"Um." Tanpa menimang lebih lama, Aqila berjalan ke mobil milik Arah.

***

"Kapan terakhir kali lo ke sini, Qil?"

Aqila tidak merespons pertanyaan Arah. Sepertinya dia sibuk merencanakan wahana apa saja yang akan dinaiki.

Tangan kanan Aqila memencet tombol off pada kipas mini yang baru Arah belikan, tangan satunya menarik lengan Arah menuju wahana roller coaster.

Ya, roller coaster alias wahana pemacu adrenalin ini resmi menjadi pilihan pertama dari sekian banyak wahana di dufan. Kata Aqila, ini pertama kalinya dia akan mencoba roller coaster sebab terakhir kali dia ke sini saat masih di elementary school, tinggi badannya belum mencapai batas minimum.

Darkside: NightmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang