BAGIAN 47

22 5 0
                                    

Biasakan vote sebelum membaca, jangan lupa komen dan share setelah itu. Thank you.

Enjoy.

***

Tanpa sadar, ia menjauhkan dirinya sendiri dari rumah terbaiknya.

📖 Jangan Berhenti Baca di Bagian Ini 📖

Pesawat yang Asha naiki saat ini resmi lepas landas, ia duduk tepat di samping lelaki bertopi putih. Tidak ada percakapan di antara keduanya sejak mereka masuk ke dalam pesawat, meletakan tasnya ke kabin, dan duduk dengan baik. Keduanya sama-sama diam, memperhatikan demo keselamatan penerbangan yang diperagakan oleh awak kabin.

"Gue kira lo bakal berubah pikiran." Lelaki bertopi di sebelah Asha akhirnya membuka suara, tanpa menoleh Asha menaiakn satu alisnya.

"Kalau gue berubah pikiran, gue nggak duduk di sebelah lo sekarang." Asha memalingkan wajahnya ke arah jendela, langit malam ini cantik sekali, banyak bintang bertebaran di atas cakrawala.

"Amplopnya, lo bawa?" tanya lelaki bertopi putih, Asha mengangguk.

"Lagian ngapain sih pake proposal ringkas segala? Gue 'kan jadi nggak bisa nolak," ujar Asha diakhiri dengusan kesal.

"Biar lebih formal," kekeh si lelaki bertopi putih.

"Udah kayak tour guide aja, ya, lo."

"Kalau gue nggak effort, lo pasti mana mau. Tapi effort gue ke elo 'kan selalu gede, ya nggak, sih, Ibu Guru Asha?" ledeknya, Asha hendak melepas kacamata yang ia kenakan tetapi segera ia urungkan, sialan sekali, lelaki di sebelahnya sangat menyebalkan.

"Fans lo tadi menuhin bandara, Aqila nganter lo?" tanya Asha. Jika sudah menyangkut Aqila, siapa lagi yang duduk disampingnya saat ini jika buka pacar terkasihnya Aqila—Aqsa. Asha jelas tahu, A'Lovers dibandara tadi adalah fans Aqila dan Aqsa, para fans yang sangat memuja couple goals Nawasena ini.

"Iya, tapi cuma sebentar," ujar Aqsa.

"Aqila tau 'kan lo pergi sama orang lain? Gue nggak mau ada masalah suatu saat nanti kalau tiba-tiba dia tau dari orang lain," tanya Asha, sebenarnya ini adalah kesalahan pertamanya, mengiyakan ajakan Aqsa untuk pergi ke suatu tempat berdua dengan alasan liburan untuk rasa balas budi lelaki itu terhadapnya karena Asha telah menjadi tutor les sebelum ujian akhir semester kemarin.

Alasan adanya proposal yang Asha mengenai liburan ini yang sempat Asha lontarkan tadi sebenarnya hanyalah bualan, jika Aqsa dapat membaca sesuatu, lelaki itu seharusnya tahu jika Asha sebenarnya berbohong.

"Aqila tau? Ngaco lo. Lo jadi tutor gue aja dia nggak tau. Kalau dia tau yang ada perang ketiga. Lagian setelah ini, kita bisa jadi orang yang saling nggak kenal kayak sebelumnya, 'kan? Ini liburan perpisahan kita, right?" ujar Aqsa tenang, setelah itu Asha mengangguk menyetujui ucapan lelaki di sampingnya.

***

Setelah menempuh perjalanan panjang sekiranya tujuh belas jam ditambah setengah jam perjalanan menuju bandara ke hotel, Asha dan Aqsa kini tiba di lobi hotel. Perjalanan udara mereka kali ini dari Indonesia menuju Vensia via Amsterdam.

"Gue chek-in dulu, lo duduk di sini." Aqsa menunjuk sofa empuk di dekat pintu masuk lobi.

Sebenarnya Asha masih sangat mengantuk, tetapi udara dingin di Venesia turut menjaganya dari rasa kantuk, ia memperhatikan punggung Aqsa yang saat ini sedang berdiri di depan meja resepsionis, lelaki itu sudah berganti pakaian dengan mengenakan jaket tebal khas musim dingin, tudungnya menutupi kepala.

Darkside: NightmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang