BAGIAN 29

24 4 0
                                    

Biasakan vote sebelum membaca, jangan lupa komen dan share setelah itu. Thank you.

Enjoy.

***

The wood has started to burn. The fire has started to shrink. This is a sly game of youth, which should not be done.

📖 Jangan Berhenti Baca di Bagian Ini 📖

Hidup berjalan menuntun kita untuk mengikuti alur yang semesta buat. Manusia yang masih hinggap pada buminya, dijejali kata 'harus' dan 'tegar' pada setiap rintangannya.

"Sa, gue nggak yakin aman kalau di sini," ucap Asha setengah berbisik sembari memakai masker saat mereka mulai menaiki lift. Aqsa menyandarkan punggungnya di sudut lift, memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"Ini kafe baru di dalam hotel, gue yakin namanya belum melambung apalagi di telinga Wealthy."

TRING

Pintu lift terbuka, Asha berjalan beriringan dengan Aqsa. "Lo bilang di rumah lo ada orang, 'kan?" tanya Aqsa, Asha mengangguk.

"Lo inget peraturan dan syarat gue, 'kan?" Aqsa menghentikan jalannya, menatap Asha sekilas.

"For sure."

Baru saja tangan Aqsa membuka separuh pintu kafe, Asha membulatkan matanya, ia bergegas membalikan tubuh hingga membuatnya menubruk dada Aqsa. Lelaki itu juga sama kagetnya dengan Asha, ia melepas jaketnya kemudian menaruhnya di atas kepalanya. Aqsa buru-buru meraih bahu Asha, menariknya dan segera meninggalkan kafe. Sial.

"Itu yang namanya belum melambung di telinga Wealthy Aqsa?" Mobil Aqsa melenggang di sorenya Ibu Kota. Aqsa mengacak rambutnya.

"Biasanya mereka paling anti nongkrong balik sekolah. Gue kira Wealthy nggak akan secepat ini juga tahu ada kafe baru yang lagi hype."

"Terus sekarang kita mau ke mana? Gue nggak mau buang-buang waktu."

Aqsa membelokan mobilnya di kawasan perumahan elit. "Rumah gue."

Aqsa membawa Asha pada suatu ruangan klasik yang tersedia di rumahnya. Lokasinya di sisi kolam renang. "Tempat ini jarang gue pake tapi selalu dibersihin sama mbak Mika, gue takut suatu saat kita lagi belajar, Emirc tiba-tiba dateng ke rumah, tempat yang mereka nggak tau cuma ini."

Asha manggut-manggut sembari menyusuri seisi ruangan. Ruangan klasik ini mirip dengan perpustakaan pribadi, dengan rak buku menjulang tinggi di beberapa sudut serta lukisan-lukisan zaman terdahulu.

"So cara transaksinya gue transfer lo langsung setelah kita selesai belajar, gue udah buat jadwal untuk tiga kali pertemuan kita. But, today nggak masuk dalam hitungan." Aqsa memberikan ipad-nya pada Asha, gadis itu segera meraihnya.

"Okey, anggep aja ini hari pertama lo nerima gue jadi tutor belajar lo. Gue kasih bonus lo gratis hari ini, tapi kenapa ini jadwalnya malem banget semua, Sa? Gue harus ke rumah lo jam sembilan?" Asha melotot di akhir melihat jadwal jam belajar yang telah diatur Aqsa.

"Di bawah jam itu gue nggak bisa. Urusan gue sama NEF banyak, belum lagi jadwal futsal. Nanti gue jemput lo. Tenang aja, balik juga gue anter." Aqsa menghempaskan tubuhnya di sofa. "Lo masih mau, 'kan?"

"Jadi, pelajaran apa yang harus gue ajarin ke lo?" tanya Asha, sepersekian detik Aqsa tersenyum.

"Semua."

Darkside: NightmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang