Biasakan vote sebelum membaca, jangan lupa komen dan share setelah itu. Thank you.
Enjoy.
***
They don't know how strong and dangerous we are
📖 Jangan Berhenti Baca di Bagian Ini 📖
"Teh mau ke mana?" Avel muncul dari balik pintu kamar, Asha memamerkan deretan gigi putihnya lalu menghampiri sang adik.
"Mau keluar sebentar sama kak Langit," jawab Asha apa adanya.
"Kenapa nggak malam mingguan di rumah aja Teh kayak biasanya?" Asha mengerutkan kedua alisnya, mencari alasan yang pas untuk meyakinkan Avel.
"Em, kak Langit harus beli peralatan lukis, sebentar lagi 'kan dia ada ujian praktik kayak gitu, jadi dia minta temenin." Avel menghela napas, rautnya tidak bisa dibohongi bahwa anak itu sedih. Biasanya memang setiap atau hampir saat malam minggu Asha, Langit dan Avel menghabiskan waktu bersama di rumah, entah bermain PS-5 atau bermain tebak-tebakan hingga tengah malam.
"Jangan sedih, dong. Teteh sebentar doang kok, Avel mau apa?" Asha menaik turunkan alisnya, menggoda sang adik agar tidak bersedih dengan kembali menyogoknya.
"Orang-orang tuh kenapa sih kalau mereka nggak bisa sama Avel pasti selalu ditanya Avel maunya apa, 'kan udah jelas kalau Avel cuma mau mereka." Asha mengelus punggung tangan adiknya, ada sedikit rasa tidak tega sebenarnya untuk kembali meningggalkan Avel sendirian, tapi ia juga tidak bisa membatalkan janji secara tiba-tiba.
"Nanti Teteh Asha beliin makanan favorit Avel deh, Teteh janjji bakal pulang cepet terus paksa kak Langit biar kita makan bertiga dulu sambil ngobrol, gimana?"
Avel memajukan jari kelingkingnya. "Teteh janji dulu."
"Teteh janji." Asha menautkan kelingkingnya pada kelingking Avel.
"La adik gue ngambek gara-gara kita nggak malam mingguan bareng dia, setelah kita balik nanti lo mampir dulu, ya, sebentar? Gue udah janji buat beliin makanan favorit dia terus kita makan bareng." Langit membelokan stir kemudianya pada area mall terbesar Ibu Kota, lalu lelaki itu berdeham.
"Kenapa nggak di bawa aja Avel?" tanya Langit kemudian.
"Ya, lo nggak bilang kalau boleh bawa Avel, nggak enak juga gue ke lo kalau adik gue ikut mulu," balas Asha, ia menyiapkan card untuk membayar parkir mobil.
"Ini mah alasan lo aja pengen jalan berdua sama gue, 'kan?" Ledek sekaligus goda Langit, Asha menyampingkan tubuhnya menatap lekat lelaki di sebelahnya.
"Idih PD," ucapnya singkat. Dibalik perkataan Asha mereka berdua tanpa sadar meronakan pipinya secara alami.
"Gue bilang tadi mau nemenin lo beli peralatan lukis, jadi kita harus ke gramedia dan foto di depan alat lukis, biar ada bukti kalau adik gue nanya." Asha menyeret Langit memasuki outlet gramedia, lelaki itu melangkah pasrah tanpa protes.
"Lo megang kanvas La, pura-pura milih gitu, nanti gue foto dari samping." Langit mengikuti arahan Asha, setelah gadis itu berkata 'Oke' mereka segera keluar dari area gramedia.
"Filmnya tayang sepuluh menit lagi, mending kita langsung masuk studio aja, yuk?" ajak Asha, Langit menyetujui.
"Bentar, Sha. Gue ada telepon." Langit memberikan tanda kepada Asha untuk menunggu di depan studio, gadis itu menurut, sementara Langit melenggang menuju tempat sepi untuk mengangkat teleponnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/273452050-288-k581029.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Darkside: Nightmare
Fiksi Remaja● H I A T U S ● ➡️ WAJIB DIBACA ⬅️ ⚠️Rate 17+⚠️ "Dalam pekatnya hitam, aku hidup." "Tidak ada jalan keluar kecuali percepat selesaikan." Genre: Teenfiction-Thriller-Family ⚠️Warning Section⚠️ Jangan mencoba mencari siapa pemeran utama di da...