BAGIAN 10

99 27 22
                                    

Biasakan vote sebelum membaca, jangan lupa komen dan share setelah itu. Kalau suka masukin reading list, biar nggak ketinggalan kalau sudah dipublish. Thank you.

Enjoy.

***

7 miliar manusia dengan 14 miliar wajah

📖 Jangan Berhenti Baca di Bagian Ini 📖

***

Asha menunggu Langit di depan salah satu apotek sudut kota, bising serta kepulan asap kendaraan benar-benar membuatnya ingin segera memasuki mobil.

"Lama," lenguh Asha saat Langit baru saja keluar dari apotek.

"Ada?" tanya Asha, Langit mengangguk.

"Makanya jangan kebanyakan minum es Langit, 'kan flu juga," sindir Asha sembari mengambil satu kaplet obat dari plastik berwarna putih yang baru saja Langit dapatkan dari apotek.

Langit berdeham. "Lo persis kayak bunda deh Sha, mana ada flu gara-gara minum es."

"Ya, mungkin es yang lo minum kebuat dari air mentah," kilah Asha tidak terima karena argumennya di sanggah Langit.

"Es Nawasena pake air mentah? Di ketawain bos Karim yang suka setor es ke Nawasena," kekeh Langit membuat Asha segera menyentil dahi lelaki itu. Tak lama Langit menekan pedal gas, mobilnya berkendara bebas di jalanan raya.

Langit menghentikan mobilnya setelah setengah perjalanan. "Nggak boleh minum obat pas di jalan Langit, obat ini bikin ngantuk." Asha menyembunyikan obat flu di belakang punggungnya, tapi tidak untuk itu, mata Langit tertuju pada spion tengah yang merujuk pada pemandangan belakang.

"La, lo liatin apa?" selidik Asha, mata Langit terus tertuju pada kaca spion.

SSRRTT

"Langit, Gila!" jerit Asha, tanpa memberi aba-aba lelaki itu menekan pedal gas secara kasar. Mobilnya melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Di ujung perempatan Langit membelokan mobilnya pada jalanan bebas hambatan.

"Sha, lo pegangan dan jangan banyak bicara." Asha menatap Langit tajam, sungguh dongkol, bisa-bisanya Langit seperti membawanya menuju gerbang kematian.

"La, sumpah ini nggak lucu," ucap Asha semakin geram, mata Langit patah-patah menelisik spion kanan dan kiri, kecepatan mobilnya semakin bertambah saat mobil hitam mengkilat memepet persis mobilnya. Asha semakin panik namun lidahnya kini semakin tak mampu mengeluarkan sepatah katapun.

Langit merogoh saku celananya, dengan diharuskan fokus pada jalanan ia memencet beberapa digit nomor. "Kumpul di persimpangan raya, alihkan perhatian mobil hitam mengkilat minggu lalu."

Demi apapun Asha hanya bisa memejamkan matanya, sembari berdoa agar Langit diberi perlindungan dalam menyetir mobilnya.

"Tiga kosong, tiga kosong. Lo bisa di depan jalan ke arah Protokol nggak? Gue belok di persimpangan raya." Satu mobil biru memepet mobil bagian kiri Langit hingga menyebabkan percikan api.

"Sha, lo nggak papa?" tanya Langit panik, Asha menggeleng namun tangannya meremas kuat pegangan pada sisi mobil.

"Sial! Tiga kosong, gue di kepung dua mobil. Lo di mana gue belum liat kalian sama sekali." Langit menempelkan kembali gawainya di telinga, lelaki itu mendecih kuat, matanya semakin menajam saat mobil biru yang berada di sisi kirinya terus menabrakan diri.

Darkside: NightmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang