30. Ibu.

277 63 14
                                    

Ga usah senyum, Hoon! Pingthor mau bikin para teume pada nangis:(°°°Selamat membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ga usah senyum, Hoon! Pingthor mau bikin para teume pada nangis:(
°
°
°
Selamat membaca!

*****

"Gua cuma engga pengen ngerepotin lo sama yang lain. Gua engga pengen jadi beban buat lo semua, apa lagi buat lo. Jadi kalo emang keputusannya gua harus di drop out-"

"Segitu putus asanya kah lu sama ini semua? Bukannya lo sendiri yang bilang ke gua bakal terus berjuang? bukannya lo yang selalu ngingetin gua biar terus semangat?

"Mana Jihoon yang dulu? Mana Jihoon yang selalu ceria di setiap kondisi apapun? Gua bener-bener engga kenal sama diri lo yang sekarang,

"Gua tau, gua bukan siapa-siapa lo. Kita cuma temen sebangku yang tiap hari kerjaannya suka berantem. Tapi gua mohon ... tunjukkin semangat lo lagi, Hoon. Karena gua engga bakalan nyerah! Mau satu dunia benci lo, gua bakalan tetep bela lo."

Percakapannya dengan Karina kemarin terus saja berputar di kepalanya. Jihoon duduk di dalam ruangan ukuran 4x5 dengan perasaan gugup. Kepala laki-laki itu tertunduk.

Sebuah perasaan bingung dan gelisah terus menghampirinya. Memang benar Jihoon sedang putus asa, rasanya seperti kembali ke titik terendah dalam hidup.

Ia bahkan tidak berani menatap ibunya yang sedang duduk dibalik kaca bening di hadapannya.

"Anak ibu udah gede, pasti udah punya pacar," ucap seorang wanita paruh baya menggunakan seragam narapidana bertuliskan nomor 2243-Jun Jihyun.

Jihoon diam. Ibunya memang suka berbasa-basi padahal ia sudah tau tentang permasalahan Jihoon di sekolah dari Om dan Tantenya.

"Kamu udah makan?" tanya Jihyun.

Jihoon tetap diam dengan kepalanya yang masih tertunduk. Ia hanya menjawab dengan anggukan.

"Makan pake apa?" tanya ibunya lagi.

Mau tidak mau Jihoon harus membuka mulutnya. "Tadi di rumah Tante masak sayur," tenggorokan Jihoon hampir tercekat ketika mengatakannya. Laki-laki itu semakin menundukkan kepalanya.

"Jihoon ..." panggil ibunya agar si anak mau mengangkat kepalanya, "kerja bagus."

Sang anak menoleh. Jihoon sedikit terkejut menatap ibunya yang tengah memberikan ekspresi bangga padanya.

"Anak ibu hebat, makasih udah mau bertahan sampai titik ini. Ibu beruntung punya anak kayak kamu."

Dadanya terasa seperti ditusuk, tenggorokannya tercekat, air mata Jihoon pun membendung.

"Engga perlu jadi nomor 1. Engga perlu jadi yang terbaik. Kerja keras itu bagus, tapi jangan terlalu memaksakan diri. Lakuin aja apa yang kamu suka. Ibu selalu bangga sama Jihoon,

"Ibu yakin anak ibu engga salah. Jihoon itu anak baik. Jadi engga mungkin bakal ngelakuin hal kayak gitu. Ibu selalu percaya sama Jihoon. Jangan nyerah, ya, sayang. Semangat, kamu pasti bisa ngelewatin ini semua."

Jihoon tidak kuat menahan air matanya, ia menatap sedu ibunya yang tengah tersenyum dari balik kaca di hadapannya. "Jihoon engga pantes jadi anak baik, bu. Jihoon udah ngecewain ibu," isaknya.

"Engga," Jihyun menggeleng, "Jihoon engga pernah ngecewain ibu. Dari dulu sampe sekarang, Jihoon itu anak baik. Ibu percaya sama kamu, nak. Terus berjuang, ya."

*****

Pukul 10 pagi. Ruangan aula sekolah diisi dengan meja panjang dengan 10 kursi mengelilingi sisi-sisinya. Jihoon duduk diam di hadapan kepala sekolah, dan seluruh orang tua yang menjadi anggota komite sekolah.

Satu-persatu anak-anak yang  mulai diintrogasi

"Jihoon gak salah, dia gak pernah ngebully siapapun, bahkan temennya."

"Bukannya kamu temennya?" Junkyu mengangguk jujur. "Kalo gitu bisa aja kamu ngebela dia karena kalian temenan."

"Eh?" Junkyu sedikit memiringkan kepalanya, tidak mengerti dengan ucapan salah satu orang tua yang duduk di belah kiri, "emang ben-ner kita temenan. T-tapi saya ngomong jujur, kok."

"Kita gak boleh langsung percaya. Bisa aja dia gak jujur," ucapnya pada yang lain.

Jihoon meremas kedua tangannya, mendengar suara Junkyu yang gemetar namun berusaha disembunyikan. Jihoon tau bahwa Junkyu sedang ketakutan, laki-laki itu jadi merasa bersalah.

"Kalo gitu bapak tau darimana saya bohong? Cenayang? Mentang-mentang mukanya mirip Roy kiyoshi," gerutu Junkyu membuat beberapa orang di aula menahan tawanya.

"Kamu berani ngebentak saya?"

"Bapak duluan."

Suara tawa di dalam aula semakin terdengar. Junkyu tersenyum mengacungkan jempolnya kearah Jihoon agar temannya itu tidak perlu merasa pesimis.

Hal itu membuat Jihoon sedikit tenang dan merasa bangga. Tapi tidak sampai situ karena sidang tetaplah sidang, semua orang pun kembali fokus.

Junkyu selesai diintrogasi, ia pun pergi meninggalkan ruang aula. Didalam perasannya Jihoon campur aduk.

"Saksinya cuma 1? Dan itu temennya. Kalo gitu bisa dipastikan anak ini memang membully, bahkan anak-anak basket yang katanya juga ada didalam video engga dateng," ucap bapak yang sejak tadi sangat tidak berpihak pada Jihoon.

Jihoon semakin menundukkan kepalanya ketika beberapa orang tua murid mulai setuju dengan pendapat bapak itu.

"Kalo gitu gak perlu ada yang dibahas lagi, udah pasti anak ini harus dikeluarkan. Bahkan yang bersaksi buat dia cuma satu—

"Masih ada saya." Semua orang lantas menoleh pada sumber suara. Jihoon mengangkat kepalanya, mendapati pak Kim tengah berjalan mendekat.

"Pak Hanbin?" gumam kepala sekolah.

Hanbin membungkuk pada yang lain. "Dengan mohon, tolong ijinkan saya bersaksi untuk murid saya," pintanya.

"Emangnya kamu siapa?" protes laki-laki menjengkelkan yang sejak tadi tidak bisa diam itu, "kamu bahkan enggak ada di video."

"Ada," jawab Hanbin dingin, "saya lagi berdiri diujung koridor."

*****

Hai, makasih buat 4k readers nya, ya! Sebelumnya bab ini udah pernah dipublish, tapi Pingthor edit lagi, hehehe.

Sebenernya banyak kata yang pengen Pingthor sampein buat kalian, tapi mungkin intinya lebih ke maaf.

Maaf udah ghosting kalian dari awal tahun. Maaf udah bikin cerita ini gantung. Maaf banget.

Banyak hal yang terjadi di kehidupan rl Pingthor. Aku gak mau jelasin karena itu pribadi. Tapi ini belum terlambat kan?

Pingthor bakal berusaha bikin ending terbaik untuk cerita ini, sebagai balasan untuk rasa rindu kalian selama ini.

Tapi Pingthor minta kalian ikutin alurnya aja, ya. Jangan terlalu berekspektasi tinggi, soalnya Pingthor gak mau ngecewain kalian lagi.

Jujur Pingthor bukan seorang pinguin yang sempurna-maksudnya manusia. Pingthor udah berusaha sebisa mungkin untuk menulis dengan sebaik mungkin, tapi emang nyatanya hal itu engga semudah kata.

Pingthor sadar, readers cerita ini engga terlalu banyak. Tapi bukan berarti harus disia-siain, kan?

Pingthor sayang kalian! Tunggu next chapter selanjutnya, ya❤️🐧

I HATE YOU [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang