_____
Aku menarik Devila hingga gadis itu mengeluh karena telah berlari begitu jauh. Aku melihat sekelompok prajurit menghabisi warga desa. Kekacauan terjadi dimana-mana.
"Bisakah kita istirahat sebentar?" tanya Devila yang membuatku melotot. Disaat genting seperti ini dia masih memikirkan istirahat?
"Terserah kau, aku tidak ingin mati muda." ucapku yang langsung meninggalkan Devila.
Devila mendengus pelan, "Tunggu, Rain!"
"Aaaggrhh..tolongg!!" teriak Devila yang membuatku menoleh kebelakang.
Aku membulatkan mata terkejut saat melihat Devila sudah ditangkap oleh seorang prajurit. Aku terdiam melihat itu. Tidak ingin terlihat panik, aku menarik napas. Lalu aku melangkah mendekati mereka.
"Hei, lepaskan dia!" ucapku kepada prajurit itu yang malah tersenyum menyeringai.
"Bagaimana kalau kau yang menggantikan dia, nona?" tanya prajurit itu yang membuatku menggertakkan gigi kesal.
"Bisakah kita bicarakan baik-baik? Anak ini belum menemui ayahnya dan kau ingin memotong urat lehernya? Itu perbuatan yang tidak mulia sama sekali." ucapku sambil melirik Devila yang tegang karena pedang yang berada tepat di depan lehernya.
"Kau tidak berhak mengaturku." ucap prajurit itu.
Aku berdiri beberapa langkah dari mereka. Sambil sesekali melirik ke Devila agar dia paham jika aku sedang membuat prajurit satu ini lupa dengan tugasnya. Tapi ternyata Devila tidak peka. Gadis itu hanya menatap nanar pedang yang sewaktu-waktu memutus lehernya.
"Kau benar-benar tidak ada waktu untuk berbincang ya?" tanyaku kepada prajurit itu.
Prajurit itu menatapku kesal, "Bisakah kau menghargaiku sebagai prajurit?" tanya dia.
Saat prajurit itu kehilangan konsentrasinya. Aku langsung melempar sepatu yang aku kenakan tepat mengenai wajahnya. Setelah prajurit itu mengaduh kesakitan, Devila segera melepaskan diri dari sana. Aku langsung menarik Devila pergi secepat mungkin.
Sesaat setelah kami berhasil melarikan diri. Devila langsung mengatakan hal yang membuatku terdiam.
"Aku harus menemui ayah.. aku khawatir padanya." ucap Devila.
"Aku akan mengantarmu menemuinya. Aku tidak yakin kau bisa selamat jika tertangkap lagi." ucapku yang membuat Devila mengembangkan senyumnya.
Kami segera menuju perpustakaan desa. Keadaan sangat kacau. Kami terpaksa menuju kesana secara diam-diam agar tidak ada prajurit yang menyadari keberadaan kami.
Aku juga memikirkan bagaimana keadaan ibu dan Kenzie. Semoga mereka baik-baik saja.
Sesampainya di depan perpustakaan. Aku langsung terdiam. Sedangkan Devila terduduk lemas sambil menatap kobaran api di depannya. Perpustakaan itu sudah dilahap api. Dan sebelumnya, paman Fedrick berada disana.
Devila menangis. Aku menghembuskan napas merasa sesak melihat kejadian ini. Bagaimanapun juga, yang terjadi antara Devila dan ayahnya hanya kesalahpahaman saja. Dan Devila belum sempat bertemu ayahnya. Ini sangat menyedihkan.
Aku berjongkok tepat disebelah Devila. Mengusap punggungnya pelan. Aku mencoba menenangkan nya.
"Aku belum sempat bertemu dengan ayah." ucap Devila mengusap air matanya.
"Tapi kenapa menjadi seperti ini?" ucap Devila serak.
Aku masih mengusap punggungnya, "Jangan berpikir tentang hal yang belum pasti. Bukankah aku sudah memberitahumu tentang hal ini?" ucapku membantu Devila berdiri.
Aku menarik Devila ke dalam pelukanku. Mencoba memberinya kekuatan. Devila masih terisak tetapi setelah itu dia mulai tenang.
"Terima kasih Raina." ucap Devila yang langsung melepas pelukanku dan mendorong paksa tubuhku menjauh darinya.
Aku sempat bingung dengan hal yang dia perbuat. Tetapi setelah menyadari pedang yang menancap tepat di perutnya. Aku langsung marah. Aku menatap prajurit yang sempat menusukkan pedang tepat ke perut Devila.
"Brengsek!" ucapku marah.
Prajurit itu langsung menarik pedangnya yang sebelumnya ia gunakan untuk menusuk Devila. Sedangkan aku sudah maju untuk melawannya. Prajurit itu mengayunkan pedangnya yang segera kuhindari. Aku membalasnya dengan menonjok keras bagian hidungnya.
Prajurit itu limbung dan menjatuhkan pedangnya. Kesempatan itu tidak aku sia-siakan. Aku langsung menyambar pedang tajam itu. Belum sempat prajurit itu bangkit untuk menyerangku, aku langsung menusuk pedang itu tepat ke jantungnya.
Itulah pertama kalinya aku membunuh orang.
Aku duduk lemas di depan jasad sang prajurit. Setelah sadar, aku langsung mengambil senjata yang di bawa prajurit itu. Aku mengambil busur dan anak panah, serta mengambil pedang yang sempat digunakan untuk menusuk Devila.
Aku menghampiri Devila yang sudah terkapar tidak berdaya. Aku melihat banyak darah di bagian perutnya.
"Bertahanlah, Devila. Kau belum bertemu dengan ayahmu." ucapku menyobek gaunku yang hanya tersisa sebatas lutut untuk menutup luka di perut Devila.
Devila menatapku kemudian mengangkat kalung milik mediang ibunya.
"Aku mohon, ambil ini Raina." ucap Devila kemudian terbatuk-batuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya.
Aku menggeleng, "Itu milik mediang ibumu." ucapku mengusap air mata yang hampir menetes dari mataku.
"Sekarang kuberikan padamu." ucap Devila menggegam tanganku dan meletakkan kalung itu disana.
"Jika ayahku masih hidup, aku ingin kau mengatakan padanya jika aku sangat menyayanginya." ucap Devila masih menggegam tanganku erat.
Aku tidak bisa menahan air mataku, "Kenapa kau melakukan ini untukku?"
"Karena aku menganggap kau temanku. Meskipun kita sering bertengkar." jawab Devila.
"Kau benar-benar bodoh." ucapku yang membuat Devila tersenyum.
"Aku pamit ya? Kau jangan sampai mati." ucap Devila lalu menutup matanya.
Sesaat setelah Devila mengatakan itu. Tangannya langsung terjatuh. Itu menandakan ia sudah tiada. Aku terduduk lemas menatap Devila yang sudah terbujur kaku.
Meskipun aku membenci Devila. Dia sebenarnya adalah orang baik. Hanya saja, masalalu membuatnya seperti ini. Dia mengorbankan nyawanya untuk melindungiku. Aku sangat merasa bersalah padanya.
"Mimpi indah, Devila. Aku akan menjaga kalung ini dengan baik." ucapku menatap kalung milik Devila yang ia berikan padaku.
Aku segera bangkit berdiri lalu menatap Devila untuk terakhir kalinya. Aku harus mencari ibu dan Kenzie. Bagaimanapun juga aku sangat khawatir dengan mereka.
Tujuanku saat ini mencari ibu di rumah. Semoga saja ibu baik-baik saja dan Kenzie ada disana.
_____

KAMU SEDANG MEMBACA
The Kingdom of Destiny
Fantasy[Selesai] Aku gadis dari masa depan yang terdampar di sebuah tempat dengan sistem pemerintahan berupa kerajaan. Aku menjadi rakyat biasa dan tinggal disebuah desa bersama Ibu dan kakak laki-lakiku. Kami hidup damai di desa itu. Hingga suatu ketika...