_____
Aku mengikuti langkah kaki Pangeran Oliver hingga keluar dari ruang tahanan. Sejak tadi aku hanya diam karena aku malu dengan diriku sendiri. Bagaimana tidak? Pangeran Oliver mendengar semua yang aku katakan tentang dirinya.
Aku menatap punggung tegap di depanku. Ingin sekali aku memukulnya sampai babak belur.
"Terima kasih karena telah menolong saya." ucapku saat dia berhenti berjalan.
"Saya tidak menolong siapapun. Saya hanya memastikan tahanan masih berada pada tempatnya." ucap Pangeran Oliver.
Aku tersenyum paksa, "Apapun itu alasannya, saya sangat berterima kasih kepada Pangeran." ucapku.
Pangeran Oliver melirikku dengan tatapan tajamnya. Lalu melangkah pergi meninggalkanku dilorong yang sepi ini.
Tetapi saat Pangeran Oliver berjalan menjauh, aku melihat seseorang berpapasan dengannya. Yang tak lain dan tidak bukan adalah Pangeran Alaric. Mereka seperti berperang dingin. Aku bahkan tidak sanggup jika berada di antara keduanya.
Pangeran Alaric tersenyum saat melihatku. Ia menghampiriku dengan raut wajah... lega?
"Akhirnya aku menemukanmu." ucapnya saat berada di depanku.
"Hai." aku melambaikan tangan padanya.
Pangeran Alaric berdecak pelan, "Jangan bercanda, Rain! Aku khawatir saat kau menghilang!" ucapnya.
"Tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja."
"Bagaimana bisa kau bersama dengan Oliver?" tanya Pangeran Alaric.
"Oh itu, ceritanya panjang."
"Kalian saling kenal?"
"Tidak juga,"
Pangeran Alaric menghembuskan napas. Lalu dia menarikku. Aku bingung dengan sikapnya yang cepat sekali berubah.
"Kita mau kemana?" tanyaku.
"Ke kamarmu." jawabnya.
"Hah?"
"Kau harus istirahat!"
***
Aku duduk di ranjang setelah selesai membersihkan diri. Ellie sejak tadi berbicara panjang lebar. Mengumpati Serena yang mungkin jika mendengar hal itu Ellie akan berakhir di penjara.
"Dia benar-benar tidak punya hati!" ucap Ellie.
"Aku tau."
"Aku muak melihat wajahnya!"
"Aku tau."
"Aku ingin menendang dia hingga lupa ingatan!"
"Aku tau."
Ellie berdecak pelan, "Bisa tidak katakan selain itu?"
"Ya."
Ellie melempar bantal tepat ke wajahku, "Sialan kau!"
Aku tidak berniat membalas Ellie. Aku lelah dengan pekerjaanku. Tetapi aku harus berterima kasih kepada Serena. Karena dia, aku dapat bertemu kembali dengan Paman Fedrick. Satu misi telah selesai. Masih banyak hal yang harus kulakukan.
"Kau tidak tau betapa cemasnya aku saat kau hilang!" ucap Ellie.
Aku tersenyum, "Terima kasih Ellie sudah mencemaskanku."
"Kau belum menceritakan padaku kenapa kau bisa keluar dari sana! Tidak mungkin kan Serena yang membebaskanmu?"
"Pangeran Oliver yang menolongku." jawabku yang membuat Ellie membulatkan mulutnya.
"Jangan berkhayal terlaku tinggi, Rain." ledeknya.
"Yasudah kalau kau tidak percaya." ucapku menutup wajahku dengan bantal yang Ellie lempar tadi.
"Eumm.. menurutku kau sangat serius. Karena aku pernah melihat dengan mataku sendiri jika Pangeran Oliver seperti peduli padamu." ucap Ellie mulai sibuk dengan teorinya.
"Jangan mulai, El."
"Bagaimana jika Pangeran Oliver menyukaimu?" tanya Ellie.
"Wah itu akan membuat patah hati massal. Pangeran Oliver adalah laki-laki idamanku. Jika dia bersamamu, aku rela sepenuh hati, jiwa dan ragaku." lanjut Ellie yang mulai aneh.
"Ellie, biarkan aku beristirahat!" ucapku mulai geram dengan celotehan Ellie.
Ellie menutup mulutnya, "T-tapi tadi kau diantar oleh Pangeran Alaric! Jangan sampai terjadi perpecahan dunia! Aku tidak bisa memilih antara kedua Pangeran!" ujarnya heboh.
Iya, dia benar. Pangeran Alaric tadi mengantarku sampai ke depan kamar. Ia tidak peduli dengan tatapan orang-orang. Ia bahkan tidak memikirkan aku. Bagaimana jika mereka membicarakan hal yang buruk tentangku? Tapi sejak kapan aku peduli dengan opini orang lain?
"Oh ayolah, dia hanya mengantarku! Jangan berlebihan, El." ucapku duduk di ranjang karena kesal dengan Ellie yang sejak tadi tidak bisa diam.
"Aku tidak berlebihan, Rain! Ini seperti mimpi, temanku yang satu ini diperebutkan oleh dua Pangeran." ucap Ellie semakin heboh.
"Aku tidak direbutkan oleh siapapun! Dan jangan menggangguku, aku ingin tidur!" ucapku melempar bantal yang sempat Ellie lempar padaku.
"Hei santailah sedikit! Aku hanya membayangkan saja kau memilih antara kedua Pangeran tampan itu!" protes Ellie.
"Lupakan saja, aku lelah mendengarnya!"
"Jangan marah, Raina! Aku hanya berkata sesuai fakta!"
"Itu bukan fakta, El."
"Tapi itu akan terjadi di masa depan!"
Aku menghembuskan napas kesal, "Sudahlah terserah kau ingin mengatakan apa. Aku ingin tidur, ini sudah malam. Semoga saja besok Putri Serena tidak marah-marah kepadaku."
"Hei jangan mengalihkan pembicaraan!"
"Aku lelah Ellie. Tidak bisakah kau mengerti kondisiku?"
Ellie mengerucutkan bibirnya, "Baiklah, istirahatlah."
***
Author POV
Serena memandang keluar jendela. Tidak ada pemandangan yang menarik perhatiannya. Hanya malam yang dingin. Tetapi Serena tetap diam disana sambil memandang keluar.
Ia sedang memikirkan kemungkinan terburuk jika Oliver membocorkan kejahatannya. Tetapi Oliver tidak mungkin melakukan hal itu.
Serena mengambil vas bunga dan melemparnya ke dinding. Vas itu berakhir menjadi kepingan-kepingan kecil.
Serena sedang marah.
Tidak bisakah rencananya berjalan lancar? Kenapa Oliver harus tau?
Semakin sulit untuk Serena menyingkirkan Rain. Karena sudah ada Oliver yang memegang rahasianya.
Serena tidak rela. Oliver dan Ratu Starla memberikan perhatian kepada Rain. Dan juga Alaric yang belum lama ini ia tau. Kenapa seolah ia hanya Putri yang tidak dianggap?
Rainazela. Nama itu terus menghantui pikiran Serena.
Serena hanya ingin kebahagiaannya kembali. Rain mengambil kebahagiaannya. Pelayan itu tidak tahu diri. Serena mengepalkan tangannya. Ia benci Rain.
Apapun akan ia lakukan agar ia mendapat perhatian lagi dari ibu dan kedua kakaknya. Meskipun itu dengan cara menghancurkan hidup orang lain.
Raina yang hanya seorang pelayan tidak berhak menjadi bagian dari kerajaan. Ia tidak akan membiarkan Rain merebut segalanya.
Serena tersenyum miring. Ia punya sebuah rencana. Ia mengambil jubah merahnya dari lemari pakaian. Lalu memakainya dan segera keluar dari kerajaan secara diam-diam.
Serena menuju ke arah kerajaan Hiraksa. Ia akan menemui seseorang disana. Semoga saja dia masih mau menerima Serena lagi.
Jika rencana Serena kali ini berhasil, maka sedikit perhatian itu akan kembali kepadanya lagi.
Serena menatap kerajaan di depannya, "Lihatlah kehancuranmu setelah ini, Raina."
_____

KAMU SEDANG MEMBACA
The Kingdom of Destiny
Fantasía[Selesai] Aku gadis dari masa depan yang terdampar di sebuah tempat dengan sistem pemerintahan berupa kerajaan. Aku menjadi rakyat biasa dan tinggal disebuah desa bersama Ibu dan kakak laki-lakiku. Kami hidup damai di desa itu. Hingga suatu ketika...