_____
Disinilah aku berada, di depan perpustakaan yang berada di desa. Aku melangkahkan kakiku masuk kedalam perpustakaan. Hingga aku mencium bau buku yang rasanya sangat menyenangkan.
"Halo paman! Kita bertemu lagi! Saya membawa buku yang sempat saya pinjam waktu itu." aku menyodorkan buku itu kepada penjaga perpustakaan.
"Terima kasih sudah mengembalikannya tanpa rusak sedikitpun." ucap penjaga itu.
Aku mengangguk, "Seharusnya saya yang berterima kasih kepada paman karena telah memberikan izin kepada saya untuk meminjam buku ini." ucapku merendah.
"Sudahlah lebih baik anda menyingkir dari hadapan saya."
Aku mengerucut sebal. Penjaga ini lama kelamaan seperti si Devil itu. Aku segera melangkahkan kaki lebih dalam lagi.
Aku melihat-lihat buku yang tersusun rapi di rak buku. Aku tidak berniat membaca, hanya melihat-lihat saja.
Aku naik kelantai dua. Oh iya, di perpustakaan ini ada dua lantai. Di bawah ada penjaga yang setia duduk di kursi tuanya. Dan di atas tidak ada yang menjaga. Meskipun tidak terlalu luas tetapi aku tetap merasa senang. Perpustakaan ini tidak terlalu ramai. Hanya beberapa orang yang bisa dihitung dengan jari. Mungkin penduduk desa tidak terlalu suka buku.
Dari atas, aku dapat melihat orang-orang yang sibuk dengan aktivitas mereka sendiri. Dunia ini benar-benar indah. Tapi aku lebih suka duniaku yang dulu. Aku rindu ayah dan ibuku. Aku juga rindu teman-temanku. Apakah aku bisa kembali lagi?
Aku menghembuskan napas lelah. Sejak tadi aku melamun. Untung saja tidak kerasukan hantu penunggu perpustakaan.
"Hei."
Seseorang memanggilku dan aku langsung mencari sumber suara itu. Aku menatap seseorang yang memakai jubah hitam. Tidak salah lagi, itu pasti Aro.
"Oh kau ternyata, aku kira siapa." ucapku menatap Aro yang membuka penutup kepalanya.
"Kau sering kesini?" tanya Aro berdiri disebelahku menatap pemandangan di luar sana.
"Tidak juga. Aku tadi hanya mengembalikan buku." jawabku melirik ke arahnya.
Aro terdiam. Aku juga diam. Tidak tau harus mengatakan apa.
"Kau sendiri sering kesini?" tanyaku pelan.
Aro menggeleng, "Ada satu alasan kenapa aku berada disini." ucap Aro lalu menatapku.
Aku mengernyitkan dahi. Alasan apa?
"Alasan apa?" tanyaku menaikkan kedua alisku ke atas.
Aro tersenyum tipis, "Itu rahasia, Rain. Kau tidak boleh tau."
Rahasia. Oke. R-A-H-A-S-I-A.
"Hei, lihatlah kedepan sana." ucap Aro menunjuk depan.
Aku mengikuti arah telunjuk Aro. Dan mataku berhenti pada satu titik. Aku melihat Devil sedang bejalan dengan anggun sambil sesekali tersenyum ke orang-orang disekitarnya.
Setelah itu aku melihat Devil yang berjalan bak model itu oleng dan terjatuh ke tanah. Aku refleks tertawa lebar. Bahkan sebelum aku balas dendam dia sudah jatuh sendiri. Sama sekali bukan tandinganku.
"Kau mengenalnya?" tanya Aro padaku.
Aku menghentikan tawa, "Dia adalah orang yang ingin aku tenggelamkan ke rawa-rawa." jawabku.
"Dia aneh," ucap Aro.
Aku mengangguk setuju. Aro saja mengatakan aneh, apalagi aku yang menjadi musuh Devil itu.
"Tapi dia anak kepala desa," ucapku pelan.
"Lalu kenapa kalau dia anak dari kepala desa?" tanya Aro padaku.
Aku melihat Devila yang sudah di bantu berdiri oleh beberapa orang, "Karena dia mempunyai segalanya, mungkin?" ucapku.
"Kau iri padanya?" tanya Aro menatapku lamat.
Aku membalas tatapannya, "Sedikit." jawabku pelan.
Aro menepuk pundakku pelan, "Kau harus bersyukur dengan kehidupanmu yang sekarang, Rain. Meskipun kadang hidup ini terasa berat, tapi kau harus tetap menjalaninya bagaimanapun caranya." ucap Aro panjang lebar.
"Tapi lihatlah anggota kerajaan, mereka makan dengan enak, punya kehidupan mewah, dan terlihat bahagia. Aku ingin menjadi seperti mereka. Setidaknya hanya duduk diam saja aku bisa menjadi kaya raya." ucapku membayangkan diriku menjadi Ratu di kerajaan.
Aro mengacak rambutku, "Mungkin suatu saat mimpimu itu bisa jadi kenyataan."
Aku mengerucut sebal, "Kau membuat rambutku berantakan!"
Aro tertawa dan entah kenapa aku juga ikut tertawa. Hanya karena hal-hal kecil seperti ini, aku jadi merasa dekat dengannya. Tapi, aku tidak terlalu tau kehidupan Aro yang sebenarnya.
"Aro, aku harus pergi. Sampai bertemu lain waktu!" ucapku melambaikan tangan padanya, berniat pergi.
"Tunggu sebentar,"
Aku langsung terdiam dan menghentikan langkahku. Aku menunggu apa yang akan Aro katakan.
"Bagaimana jika aku mengundangmu makan bersama?" tanya Aro tiba-tiba.
Aku yang mendengar itu langsung mengorek telingaku. Bisa jadi hanya salah dengar.
"Kau bilang apa tadi?" tanyaku memastikan.
"Aku mengundangmu untuk makan bersama dengan keluargaku," ucap Aro menatapku intens.
Aku terdiam beberapa saat. Aro mengajakku makan bersama keluarganya? Serius?
"Tapi Aro.."
"Apakah kau akan menolak ajakanku?" potong Aro tiba-tiba.
Aku saja belum menjawab. Dia lebih dulu memotong ucapanku.
"Dengarkan aku terlebih dulu!" ucapku sedikit mengeraskan suara dan hal itu membuat Aro terdiam.
"Aku sangat senang saat kau mengajakku makan bersama keluargamu. Tetapi aku merasa kita belum sedekat itu. Maksudku.. kita baru kenal kemarin. Dan tiba-tiba kau memintaku untuk makan bersama. Aku merasa terkejut dan tidak tau harus menjawab apa." jelasku panjang lebar, semoga dia mengerti.
Aro mengangguk-anggukkan kepalanya. Aku menatapnya, menunggu jawaban darinya.
"Mungkin ini terlalu cepat, tapi aku tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya." ucap Aro pelan.
Aku mengernyitkan dahi, apa yang dia katakan?
"Baiklah, mungkin lain waktu saat dirasa kita sudah cukup dekat, aku akan menanyakan itu lagi padamu. Semoga saja kau menerimanya." ucap Aro lalu tersenyum sangat manis.
Aku juga ikut tersenyum. Sebenarnya aku tidak berharap apa-apa dengan Aro. Dia sudah kuanggap teman di dunia antah berantah ini. Saat dia mengajakku makan bersama dengan keluarganya. Itu artinya Aro ingin aku lebih dekat dengan keluarganya, dan aku tidak ingin itu terjadi terlebih dahulu.
Aku dan Aro hanya teman. Kami memiliki kesamaan jika sudah berhadapan dengan musik.
Hanya itu, tidak lebih.
_____
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kingdom Of Destiny
Fantasía[Selesai] Aku gadis dari masa depan yang terdampar disebuah tempat dengan sistem pemerintahan berupa kerajaan. Aku menjadi rakyat biasa dan tinggal disebuah desa bersama Ibu dan Kakak laki-lakiku. Kami hidup damai di desa itu. Hingga suatu ketika t...