Maap gak sempat update :')
Happy reading!_____
Author POV
"Jika dengan membunuhku kau bisa mengikhlaskannya. Aku rela sepenuh hati, Ellie,"
Ellie terdiam mendengar perkataan Rain. Sejak mengetahui jika gambaran milik Rion ada bersama Rain, Ellie menjadi gelap mata. Ia masih belum menerima kematian adiknya.
Ellie mengusap air mata dipelupuk matanya. Ia menjatuhkan pisau itu dari tangannya dan berjongkok menangis sesenggukan.
Rain mengambil pisau yang Ellie jatuhkan. Rain tidak sengaja menggores tangannya, dan akhirnya darah merembes keluar dari tangannya.
Ellie yang melihat itu langsung membuang jauh pisau yang Rain pegang. Ia segera menyobek pakaiannya untuk membalut luka Rain.
Rain tersenyum melihat itu, "Lihat, saat aku terluka sedikit, kau sudah cemas seperti orang yang tidak waras." ledeknya.
"Diamlah, dan jangan melakukan hal bodoh lagi." ucap Ellie yang membalut luka Rain.
"Maaf Ellie," ucap Rain pelan.
"Maaf karena tidak bisa menjaga adikmu dengan benar. Aku merasa bersalah dengan hal itu. Jika saja aku tidak mengenal Rion atau dirimu, pasti kau akan lebih baha—" ucapan Rain terputus karena Ellie yang tiba-tiba saja memeluknya.
"Aku sudah bilang diam. Kenapa kau masih terus berbicara?" ucap Ellie yang kembali menangis di pundak Rain.
"Aku merindukannya. Tapi aku tidak akan bisa bertemu dengannya lagi." ucap Ellie pelan.
"Kau harus mengikhlaskan keluargamu, Ellie. Mereka juga akan merasa sedih jika kau seperti ini." ucap Rain sambil mengusap punggungnya pelan.
"Maafkan aku karena berniat melukaimu," ucap Ellie, "Karena aku kau jadi terluka," lanjutnya.
"Tidak Ellie. Aku terluka karena diriku sendiri,"
"Lebih baik kita segera kembali," ucap Ellie sambil menarik Rain untuk bangkit berdiri.
"Kenapa kau bisa tau jika aku mengenal adikmu?" tanya Rain kepadanya.
"Seseorang berjubah hitam. Aku bertemu dengannya saat berada di sungai," jelas Ellie, "Dia mengatakan jika nyawa adikku hilang karena dirimu. Dia juga memberi bukti jika ada gambar milik Rion di bawah bantal milikmu, dan gambar itu ada sedikit noda darah," lanjutnya.
"Dan aku mulai berpikiran buruk tentang dirimu," Ellie terdiam sesaat, "Tunggu sebentar, kenapa aku bisa berbuat senekat ini kepadamu? Dan kenapa aku percaya dengan mudahnya kepada sosok berjubah hitam itu?"
"Lupakan saja kejadian ini, Ellie. Ayo kita harus kembali."
***
Rain POV
"Darimana saja, kau?! Mana bunga melati itu?!" tanya Marleen galak.
Aku memberikan bunga melati itu kepada Marleen. Marleen dengan segera langsung meracik bunga melati itu.
Ternyata bunga melati itu berada di taman istana. Aku tidak terkejut mengenai hal itu. Yang terpenting Ellie bisa meluapkan emosinya agar bisa ikhlas dengan kematian adiknya.
Beberapa menit berlalu akhirnya Marleen telah siap dengan sebuah minuman. Aku melotot. Marleen akan meracuni bangsawan?
"Kau akan memberikan ini kepada anggota kerajaan?!" tanyaku sedikit ngegas.
Marleen menatapku tidak suka. Aku membalas menatapnya tajam.
"Teh ini sudah biasa diminum saat ada tamu yang datang," ucap Marleen.
"Tapi kau tidak memberi racun kepada mereka kan?" tanyaku kepada Marleen. Aku takut Marleen meracuni anggota kerajaan hanya dengan minum bunga melati tadi.
"Aku tidak selicik itu Raina. Aku sudah mengabdikan diriku kepada keluarga kerajaan jauh sebelum dirimu," jelas Marleen.
"Ratu Starla selalu menyuruhmu membuat ini?" tanyaku masih menatap Marleen.
"Tentu saja. Tidak ada yang bisa mengalahkanku membuat teh seenak ini," ucap Marleen bangga.
"Ini, cepatlah sajikan teh ini ke ruang perjamuan!" ucap Marleen memberikan teko itu padaku.
"Kenapa tidak kau saja?" tanyaku balik.
"Kau menyuruh kepala pelayan seperti diriku?" tanya Marleen.
Aku langsung bergegas meninggalkannya sebelum dia kembali mengamuk. Aku tersenyum kecil. Pembicaraan yang cukup menyenangkan bersama Marleen tanpa adanya gertakan dan suara nyaringnya. Aku harap Marleen tidak kembali lagi kepada dirinya yang pemarah.
Sesampainya di tempat perjamuan aku langsung menunduk hormat dan menuangkan minuman itu kepada anggota kerajaan. Termasuk Raja Artha.
"Kau tau makna dari bahan utama teh ini?" tanya Raja Artha saat aku menuangkan teko ke dalam cangkir miliknya.
Aku masih diam, tidak berniat menjawab. Bahan utama teh? Bunga melati kan?
"Kesucian dan ketulusan," ucap Raja Artha, "Ah, aku lupa jika kau berasal dari dunia yang berbeda," ucapnya tersenyum menyerigai.
Aku langsung menegang. Dia?
"Kau bahkan tidak meminta maaf sama sekali setelah mengacaukan semua rencanaku," ucap Raja Artha masih berbisik pelan.
"Tapi kau cukup menarik. Aku akan bermain-main sedikit denganmu," ucap Raja Artha lalu tersenyum padaku.
Itu jenis senyuman yang berbeda. Di dalam senyuman itu ada banyak makna. Dan mungkin aku harus berhati-hati dengannya.
Setelah selesai dengan Raja Artha, aku segera menuju ke Pangeran Oliver yang masih duduk diam. Entah kenapa aku merasa jika ia memperhatikanku sejak tadi.
Aku menuangkan minuman itu padanya. Canggung sekali rasanya bersama dengan Pangeran Oliver. Berbeda saat bersama dengan Pangeran Alaric. Tapi, kemana Pangeran Alaric? Ia tidak terlihat sejak tadi.
"Dia membicarakan apa padamu?" tanya Pangeran Oliver pelan.
"Hanya soal teh," jawabku pelan.
Setelah itu aku segera menuju tepat di samping Panglima Thomas. Aku masih membawa teko itu bersamaku. Kalau saja ada yang ingin meminta lagi.
Raja Artha tiba-tiba menaruh minumannya dengan kasar. Aku hampir saja terkejut.
"Maaf atas kelancangan saya Yang Mulia Ratu. Bagaimana jika teh ini beracun? Bukankah pelayan anda belum mencobanya terlebih dahulu?" tanya Raja Artha tersenyum miring padaku.
"Pelayan kami sudah lama membuat teh ini, dan saya percaya padanya." ucap Ratu Starla.
"Tentu saja Yang Mulia percaya dengan yang membuat teh ini. Bagaimana dengan yang memberikannya? Apakah anda percaya jika dia tidak memberikan sesuatu kedalamnya?" tanya Raja Artha.
Raja Artha sialan. Dia ini benar-benar ingin menguras habis batas kesabaranku.
Ratu Starla menatapku sebentar, "Saya percaya padanya. Dan saya harap tidak ada yang mematahkan kepercayaan itu," ucap Ratu Starla yang beralih menatap Putri Serena.
Bolehkah aku pergi dari situasi ini?
Raja Orlan menaruh garpunya yang membuat atensi orang-orang beralih menatapnya.
"Raja Artha bisakah kita berbicara berdua saja?" tanya Raja Orlan.
"Tentu saja Yang Mulia," jawab Raja Artha tersenyum.
Ratu Starla, Pangeran Oliver, dan Putri Serena segera bangkit dan keluar dari ruangan ini. Aku sedikit khawatir dengan Raja Orlan. Karena yang aku tau, Raja Artha itu sangat licik.
"Ayo nona, kita harus keluar," ucap Panglima Thomas.
Aku segera mengikuti Panglima Thomas keluar dari ruangan itu. Aku merasa Raja Artha telah merencanakan sesuatu yang mungkin bisa membuat goncangan bagi kerajaan Emerland.
Untuk saat ini aku tahu jika Raja Artha adalah dalang di balik masalahku yang berada di tempat ini.
_____

KAMU SEDANG MEMBACA
The Kingdom of Destiny
Fantasía[Selesai] Aku gadis dari masa depan yang terdampar di sebuah tempat dengan sistem pemerintahan berupa kerajaan. Aku menjadi rakyat biasa dan tinggal disebuah desa bersama Ibu dan kakak laki-lakiku. Kami hidup damai di desa itu. Hingga suatu ketika...