14

4.2K 433 2
                                    

_____

Aku mengelap guci di depanku. Anehnya, guci ini sudah bersih tetapi tetap saja aku disuruh membersihkannya. Istana ini sungguh kehabisan stok pekerjaan untuk para pelayannya.

Aku menuruti rencana Kenzie untuk menjadi pelayan istana. Pria itu benar-benar membuatku kesal setengah mati.

"Apakah pekerjaanmu sudah selesai?" aku tersentak kaget.

Ellie muncul tiba-tiba di sampingku. Ah, Ellie adalah salah satu temanku. Ia bekerja menjadi pelayan sama sepertiku. Tapi ia lebih dulu berada disini dibanding aku.

Bagaimana aku bisa dekat dengan Ellie? Karena aku satu kamar dengannya. Dan itu yang membuat kami begitu dekat meskipun baru beberapa saat.

"Mungkin sudah?" ucapku tak yakin.

Ellie tertawa, "Tenang saja aku pertama kali bekerja disini juga merasa aneh. Bahkan guci itu sudah di lap sebelumnya, dan dia menyuruhmu untuk mengelap lagi."

Kepala pelayan sialan. Untuk apa menyuruhku mengelap guci ini lagi? Buang-buang tenagaku saja.

"Aku sangat membencinya, sungguh." ucapku lemas.

Ellie tertawa lalu menepuk bahuku pelan. Dia sering sekali tertawa dan menepuk orang di sebelahnya. Aku menjadi salah satu korbannya.

"Oh iya, kenapa wajahmu pucat?" tanya Ellie melihat wajahku.

"Benarkah?" tanyaku balik. Ellie mengangguk.

"Lebih baik kau istirahat." ucap Ellie.

"Bagaimana dengan guci yang lainnya? Aku tidak ingin kepala pelayan itu marah."

Kepala pelayan bertanggungjawab untuk mengatur para pelayan yang bekerja disini. Dia menduduki kasta tertinggi diantara para pelayan yang lain. Dan aku salah satu orang yang ia tugaskan untuk membersihkan guci ini.

"Biar aku saja yang membersihkannya." ucap Ellie hendak merebut lap dari tanganku.

"Tidak, ini tugasku. Kau teruskan saja menyapu di pojok sebelah sana." ucapku menunjuk bagian pojok istana.

Ellie mendesah kecewa. Tetapi ia tetap menuruti ucapanku.

Setelah Ellie pergi aku segera melanjutkan mengelap guci. Dari satu guci ke guci lainnya. Hingga sampai aku merasakan mataku terasa berkunang-kunang. Aku memegang kepalaku yang terasa pusing.

Lalu aku melanjutkan mengelap guci. Tetapi saat aku hendak mengelap guci itu, aku ambruk diiringi suara guci yang pecah.

Sebelum aku benar-benar pingsan aku mendengar Ellie meneriakkan namaku. Dan setelah itu semuanya terasa gelap.

***

Author POV

Oliver sedang berada di ruangan kerja Raja Orlan. Ia sedikit kesal dengan ayahnya, yang tidak ada persiapan sama sekali saat terjadi penyerangan dari kerajaan Hiraksa.

"Tapi ayah, kita harus segera membangun benteng pertahanan baru." ucap Oliver kepada sang ayah.

"Kau keluarlah. Aku akan mengurusnya." ucap Raja Orlan.

Oliver mengepalkan tanganya. Lalu dengan terpaksa ia menunduk hormat dan segera pergi dari sana.

Oliver berjalan dengan langkah lebar. Oliver benar-benar kesal dengan sang ayah. Ayahnya itu dengan santai menganggap ini adalah masalah kecil. Oliver benar-benar tidak bisa melihat rakyatnya menderita akibat penyerangan yang dilakukan oleh kerajaan Hiraksa.

Saat di lorong kerajaan. Mata Oliver terpaku pada seorang gadis yang sedang mengelap guci. Ia ingat gadis itu.

Oliver memperhatikan Rain yang sepertinya sedang sakit. Karena Rain sejak tadi memegang kepalanya. Tebakan Oliver benar, gadis itu langsung ambruk ke lantai dengan guci yang pecah mengenai tangan hingga menyebabkan darah mengalir disana.

The Kingdom Of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang