29

2.8K 273 1
                                    

_____

Aku duduk di ranjang dengan Julia yang duduk di depanku. Aku menunggu penjelasannya. Meskipun nanti akan ada penjelasan yang tidak masuk akal, tetapi aku tetap akan mengerti karena tidak ada yang tidak mungkin di zaman ini.

"Aku adalah seorang penyihir terakhir disini. Jangan memotong ucapanku!" ucap Julia saat aku hendak bersuara.

Aku langsung terdiam. Tidak berani mengeluarkan sepatah kata sebelum Julia selesai dengan ceritanya.

"Hutan yang kau lewati tadi adalah hutan tempat dimana para penyihir berada. Disanalah tempat para penyihir sepertiku tinggal. Tetapi kelompok penyihir telah musnah." Julia menghembuskan napasnya berat.

"Ini semua karena Raja Artha sialan itu! Dia memburu para penyihir untuk ia peralat sendiri! Ia menangkap penyihir untuk menyerap kekuatan mereka agar dia bisa menjadi abadi di dunia ini. Ia juga membunuh kedua orang tuaku..." ucap Julia menunduk terlihat sedih.

"Aku berhasil selamat karena kakakku mengorbankan dirinya untukku. Aku sangat merasa sedih saat ia ditangkap oleh Raja Artha."

"Kenapa Raja Artha bisa menyerap kekuatan para penyihir?" tanyaku bingung.

"Kau tidak merasakannya ya? Raja Artha adalah keturunan setengah manusia dan setengah penyihir." ucap Julia.

Aku melebarkan mata. Ini fakta menarik yang baru saja aku dapatkan!

Julia tersenyum, "Tetapi ada satu alasan kenapa Raja Artha belum juga mendapatkan kekuatan untuk menjadikannya abadi."

"Apa itu?" tanyaku mendekat padanya.

"Itu karena jiwamu, Raina."

Aku mengernyitkan dahi menatapnya bingung. Kenapa dengan jiwaku? Apa salahku? Aku hanya menumpang sebentar di sini.

"Jiwamu adalah jiwa yang tersesat. Itu yang membuat alam tidak seimbang. Kau bukan berasal dari sini. Itulah kenapa Raja Artha belum bisa menjadi abadi."

"Tapi kenapa aku bisa menjadi diriku yang utuh di sini? Bukankah ini aneh?" tanyaku semakin dibuat pusing dengan penjelasan Julia.

"Itu karena kau kembali ke masalalu. Jiwa dari masa depanmu yang salah letak."

"Jadi.. aku adalah Raina dari masalalu. Aku pernah punya masalalu seperti ini??!!" aku melotot tidak percaya.

"Tentu saja, kau bertransmigrasi." ucap Julia sambil tersenyum.

"Tapi aku sudah bertemu dengan Raja Artha. Apakah itu berarti aku akan pergi lagi?" tanyaku menatap Julia serius.

Julia menatapku, "Raja Artha akan membunuhmu tepat di malam bulan purnama. Karena saat itu jiwa mu bisa pergi dengan tenang."

Aku bergidik ngeri, "Tapi Raja Artha memberitahuku jika ragaku telah tiada. Jadi setelah aku mati—maksudku aku meninggal. Aku akan kemana? Kenapa dengan ragaku yang asli? Aku tidak bisa kembali ke ragaku lagi?"

Julia menatapku sendu, "Ragamu yang asli memang telah meninggal. Aku tidak tau kemana jiwamu akan pergi. Semua orang tidak tau.." ucap Julia.

"Tetapi jika aku pergi itu sama saja membuat Raja Artha mendapatkan kekuatan abadinya?" tanyaku lirih.

"Itu sudah garis takdir, Raina. Kau tidak bisa mengubah garis takdir." jawab Julia.

"Tapi.." aku menatap Julia, "Kenapa ragaku bisa tiada? Aku bahkan tidak ingat apapun."

Julia mengarahkan telunjuknya ke depan dahiku. Dia langsung mendorongku mundur. Aku langsung merasakan hal yang sangat aneh.

Aku seperti di tarik dari alam sadarku. Rasanya semuanya menjadi gelap. Aku seperti terbawa arus air yang dalam. Semakin ke dalam hingga aku menutup mataku.

Sesaat setelah semuanya kembali normal. Aku membuka mataku perlahan dan melihat sekitarku. Disini sudah mulai malam.

Banyak sekali bangunan pencakar langit. Orang-orang berlalu lalang tanpa mempedulikan diriku. Aku terkejut saat seseorang berlari kearahku tetapi tubuhku tembus pandang saat dia melewatiku. Ini seperti sebuah ilusi transparan.

Aku menatap tanganku sendiri. Ini masih diriku dari masalalu. Aku mengedarkan pandangan menatap salah satu halte bus.

Disana, seseorang baru saja turun dari bus. Orang itu memakai kemeja hitam dengan rambutnya dikuncir kuda. Dia berjalan tergesa-gesa sambil sesekali menabrak orang disekitarnya.

Aku merasa deja vu. Orang itu adalah... aku.

Dia mengangkat telepon yang berdering di sakunya. Aku masih memerhatikan diriku yang dari masa depan. Hingga suara seseorang dari telepon itu membuatku berkaca-kaca.

"Kau sudah sampai dimana, Raina?" tanya seseorang di seberang telepon.

Raina berjalan sambil membawa berkas penting di tangannya. Ia pulang terlambat. Padahal keluarganya di rumah sudah menunggu kedatangannya sejak tadi.

"Aku baru saja turun dari bus. Sebentar lagi aku sampai di rumah. Tinggal menunggu taksi lewat." ucap Raina sesekali menoleh ke kanan dan kiri.

Saat jalanan terlihat sudah cukup sepi. Raina mulai menyebrang jalan. Ia sedikit kesulitan membawa banyak berkas di tangannya. Ah iya, dan ini adalah ulang tahunnya yang ke 24 tahun. Keluarganya dirumah sudah menunggu kepulangannya, termasuk juga dengan kekasihnya.

"Cepatlah pulang, jangan membuat Rav menunggu lebih lama."

Raina tertawa, "Iya ibu, aku akan pulang secepat mungkin. Tolong bilang kepada Rav bahwa, i miss him and please tell him to wait a few more minutes." ucap Raina.

"Kalian ini memang pasangan bucin." ledek ibunya di telepon.

Raina tertawa pelan,"Sudah dulu ya ibu, aku akan mengabari lagi nanti." ucap Raina.

"Hati-hati di jalan." ucap ibunya mengakhiri pembicaraan.

Raina ingin menyimpan ponselnya di saku. Tetapi ponsel itu jatuh di jalan. Raina berdecak sebal. Ia menurunkan sedikit tubuhnya untuk mengambil ponsel itu.

Tunggu sebentar, aku tidak ingin melihat ini. Aku ingat.. aku ingat kejadian ini. Aku menatap diriku cemas. Pasalnya..

Sebuah truk bermuatan berat tiba-tiba saja melaju kencang. Raina terkejut dengan hal itu. Karena ia sudah memastikan jika jalanan sudah cukup sepi untuk menyeberang.

Raina hanya bisa melafalkan doa. Dan meminta maaf pada ibunya jika ia ada salah. Dan untuk kekasihnya, semoga dia bisa ikhlas dengan yang Raina alami.

Truk itu melaju dengan kecepatan tinggi. Naasnya kejadian mengerikan itu terjadi begitu saja. Menimbulkan satu korban jiwa dalam keadaan luka parah. Darah ada dimana-mana.

Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Aku terduduk lemas dengan raut wajah yang sedih. Aku menangis tanpa suara. Melihat dengan jelas bagaimana kematian kita di depan mata sungguh sangat menyakiti hati.

Orang-orang segera mengerumuni tempat kejadian. Bahkan ada yang berteriak terkejut. Lalu ada yang menelepon ambulance tetapi kurasa sudah terlambat.

Aku menatap ke depan. Dimana diriku berlumuran darah. Sungguh kematian yang sangat menggenaskan. Tepat di hari ulang tahun.

Bagaimana dengan ibu, bahkan aku belum mengucapkan selamat tinggal padanya. Ayah? Apakah ia merasa kehilangan?

Aku menutup wajahku dengan telapak tangan. Aku telah kehilangan segelanya. Kenapa aku harus melihat hal ini? Aku tidak ingin melihat diriku sendiri.

Kenapa takdirku berbeda? Haruskah aku pergi lagi setelah sebelumnya pergi dengan cara yang menggenaskan seperti itu?

Saat aku sedang bertengkar dengan isi kepalaku. Aku di tarik lagi oleh sesuatu. Aku memejamkan mata merasakan sapuan angin. Pusaran ombak itu kembali lagi. Aku seperti sedang berada di lorong waktu.

_____

The Kingdom Of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang