32

2.6K 265 0
                                    

Happy reading!

_____

Aku membuka mataku perlahan. Cahaya remang-remang adalah hal yang pertama kali aku lihat. Ruangan ini sunyi, seperti tidak ada kehidupan.

Aku melihat kondisiku, kedua tangan terikat di kursi. Kaki yang juga terikat. Sedangkan kepalaku masih sedikit pusing.

Ini semua karena Kenzie. Entah apa yang dia rencanakan padaku. Itu berarti akan ada hal buruk yang terjadi kepadaku.

Suara derap langkah kaki seseorang membuatku terdiam. Aku menyipitkan mata menyadari siapa yang datang. Dia... Raja Orlan.

Raja Orlan berdiri tepat di depanku menatapku datar nan-dingin. Aku menelan saliva susah payah. Dari auranya, aku dapat menebak jika dia tidak menyukaiku. Mungkin kepalaku akan berakhir di penggal.

"A-apa salah saya?" tanyaku gugup.

"Katakan padaku yang sejujurnya. Siapa kau sebenarnya!" ucap Raja Orlan tajam.

Aku terdiam kaku. Bahkan baru beberapa waktu yang lalu aku bersenang-senang, sekarang sudah kembali mendapat masalah. Seolah masalah datang padaku tanpa henti.

"Maksud Yang Mulia Raja?" tanyaku balik.

"Kau benar-benar tidak punya etika berbicara dengan seorang Raja." ucap Raja Artha.

Heh?

Padahal aku sudah berusaha bersikap sopan padanya.

"Kurasa aku harus membuatmu berbicara dengan cara lain." lanjutnya, "Pengawal!" panggil Raja Orlan dan salah satu pengawal—dia Kenzie.

Kenzie berada diantara cahaya remang-remang diruangan ini. Ia sekarang berada tepat di depanku. Mata kami saling menatap satu sama lain.

"Aku akan tinggalkan kalian," ucap Raja Orlan berbalik meninggalkan kami berdua. Kenzie menunduk hormat.

Setelah Raja Orlan pergi, semuanya masih sama, terasa senyap. Seolah kami berbicara lewat tatapan mata. Aku menatapnya penuh rasa kecewa, sedih, marah, bingung. Aku tidak tau kenapa dia sampai melakukan ini semua padaku.

"Cepat katakan apa yang ingin kau katakan." ucapku marah.

Kenzie menghembuskan napas pelan. Ia mengambil sebuah kursi untuk ia duduki. Kami duduk berhadapan. Aku seperti sedang diinterogasi.

"Kau penyihir dari wilayah mana?" tanya Kenzie datar.

Aku melotot tidak percaya. Dia bertanya padaku dengan pertanyaan yang tidak masuk akal itu? Dia mengira aku penyihir dan menyekapku di ruangan sempit tanpa cahaya ini? Hanya untuk menanyakan hal itu?!

"Kau mengira aku penyihir?" tanyaku balik.

"Jawab saja pertanyaanku." ucapnya dingin.

Aku berdecih pelan, "Untuk apa aku menjawab pertanyaanmu?"

Kenzie menatapku tajam. Dia terlihat marah?

"Cepat katakan siapa dirimu sebenarnya atau aku akan melakukan hal yang kejam padamu."

Aku menatapnya tajam, "Kau bahkan tidak bisa menjaga adikmu satu-satunya."

"Kau bukan adikku." ucapnya tajam, "Sejak kau berbohong padaku jika kau bukan seorang penyihir."

"Tapi aku memang bukan penyihir!" teriakku tak terima dikatakan penyihir terus menerus.

Kenzie menyerigai, "Lalu kenapa saat itu aku melihatmu tiba-tiba muncul di taman istana? Dengan kekuatan seperti itu kau mengatakan jika kau bukan seorang penyihir? Hanya orang bodoh yang percaya dengan ucapanmu itu." ucapnya.

Aku meronta mencoba melepaskan tali yang mengikat tanganku. Ini semua salah Julia. Setidaknya dia harus melihat kondisi sekitar sebelum menentukan tujuan teleportasi. Julia terlalu ceroboh yang bisa merugikan diriku.

"Dengar, Ken! Itu semua tidak seperti yang kau pikirkan!" ucapku mencoba menjelaskan.

Tetapi aku teringat Julia. Dia seorang penyihir. Bagaimana jika aku mengatakan bahwa aku bukan penyihir tetapi ada penyihir yang bersamaku? Itu sama saja mengorbankan Julia. Meskipun dia ceroboh, tetapi aku tetap tidak bisa membiarkannya dalam bahaya.

Aku tidak ingin Julia terlibat. Aku ingin Julia tetap aman ditempatnya. Aku juga tidak bisa menjelaskan bagaimana aku bisa tiba-tiba muncul di taman istana. Karena itu sama saja memberitahukan posisi Julia yang saat ini bersamaku.

Tetapi melihat Kenzie menuduhku sebagai seorang penyihir membuatku muak. Aku menunduk, tidak bisa berkata-kata lagi. Aku tidak bisa menyampaikan alibi yang kuat. Karena Kenzie tidak mungkin percaya begitu saja. Kenzie pintar, aku tau itu. Ia tidak mudah percaya alibiku.

"Kalau kau bukan seorang penyihir.." Kenzie menggantung ucapannya, "Jelaskan padaku kenapa saat itu kau bisa muncul disana secara tiba-tiba." ucap Kenzie menyerigai lebar.

Ini menyeramkan. Aku tidak bisa mengatakan yang sejujurnya.

"Mungkin kau salah melihat." ucapku menunduk.

Kenzie tertawa, tetapi tawanya menyeramkan.

"Kau kira aku percaya dengan ucapanmu itu? Sejak kau mengatakan jika kau bukan adikku aku mulai curiga dan dugaanku benar." ucap Kenzie menarik rahangku kasar. Aku meronta menahan sakit.

"Kau bukan adikku. Kembalikan dia padaku. Aku benci bangsa penyihir." ucap Kenzie tajam semakin mencengkeram rahangku kuat.

Dia melepaskanku kasar. Aku menoleh ke kanan menahan sakit.

"Kau masih belum mau mengatakan semuanya ya?" tanya Kenzie.

Aku menatapnya tajam.

"DASAR PENGKHIANAT!" teriakku tepat di depan wajahnya.

Kenzie tertawa seperti psikopat gila. Aku mengatur deru napasku yang memburu karena marah.

"Bagus, aku menyukai panggilan itu." ucap Kenzie.

"Ya, kau sangat cocok disandingkan dengan seorang pengkhianat!" ucapku kesal.

Kenzie menepuk kepalaku kasar. Aku memberontak tidak terima.

"Stt. Diamlah macan kecil. Kau sudah dalam kendaliku." ucap Kenzie sambil tersenyum iblis.

"Sekarang katakan siapa dirimu sebenarnya. Buatlah aku percaya jika kau bukan seorang penyihir." ucapnya diakhiri kekehan pelan.

Aku mengepalkan tangan, "Aku tidak ingin menjelaskan apapun lagi pada seorang pengkhianat!"

"Ibu pasti sangat marah padamu karena berniat melukai anak perempuan satu-satunya!" lanjutku.

Kenzie menjambak rambutku tanpa perasaan, "Kau tidak pantas menyebut ibu. Kau hanya seorang penyihir."

Aku meringis kesakitan. Tetapi aku tidak memohon untuk dilepaskan. Biarkan saja Kenzie seperti ini dulu. Aku akan mencari solusi untuk keluar dari penderitaan ini.

"Kau benar-benar tidak tau diri, Ken!!"

Kenzie tersenyum menyeringai, "Terima kasih atas pujiannya." aku mendengus pelan.

Lalu setelah itu Kenzie menatapku mengintimidasi, "Katakan dirimu yang sebenarnya." ucapnya penuh penekanan.

"Aku seorang yang datang dari masa depan yang tersesat di masalalu untuk menuntaskan sesuatu yang mungkin belum tuntas..." jawabku jujur, "Dan aku bukan seorang penyihir. Sudah berapa kali aku bilang jika aku bukan penyihir?!" ucapku lelah dengan perdebatan panjang ini.

"Jawaban yang sama sekali tidak aku inginkan." ucap Kenzie.

Kenzie berbalik, "Bersiaplah untuk besok." ucapnya pelan.

"Besok?" tanyaku bingung.

Kenzie tersenyum menyerigai, "Kau akan berakhir diatas api yang membara."

Sial.
_____

🐺🦉

The Kingdom Of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang