Happy reading!
_____
Aku terbangun di sebuah kamar. Aku memegang dadaku sendiri yang sudah tidak sakit seperti sebelumnya. Aku menoleh dan tertegun sesaat. Julia tertidur dengan damai.
Jangan bilang, dia menungguku hingga aku bangun?
"Julia?"
Julia melenguh pelan. Dia mengerjapkan matanya beberapa saat. Lalu senyumnya terbit saat melihatku.
"Kau sudah sadar!" ucapnya heboh.
"Kenapa aku berada disini?" tanyaku bingung.
"Kau pingsan saat di pasar," ucapnya menatapku tidak enak, "Maafkan aku yang membuatmu jadi seperti ini." lanjutnya.
"Tidak masalah, sudah lewat." ucapku bangkit dari ranjang.
"Aku minta maaf, Ra!"
"Sudahku maafkan."
"Dimana harimau itu Julia?" tanyaku.
"Dia berada di kamar Ryan."
Aku mengernyitkan dahi heran. Kenapa harimau itu dibawa sampai kekamar Ryan? Sebegitu tidak bergunanya kah kamar Ryan hingga dijadikan tempat harimau?
Tiba-tiba saja Pangeran Oliver masuk ke dalam kamar. Aku terkejut dengan kemunculannya yang tiba-tiba.
"Bisa kita bicara sebentar?" tanyanya.
Aku menatap Julia. Sedangkan Julia hanya terdiam.
Aku menghembuskan napas berat, "Baiklah,"
Julia segera keluar dari kamar. Menyisakan aku dan Pangeran Oliver. Aku masih diam di ranjang menunggu apa yang akan Pangeran Oliver katakan.
"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanyaku memecah keheningan.
Pangeran Oliver berdehem pelan, "Bagaimana keadaanmu?" tanyanya.
Aku menyipitkan mata, "Apa pedulimu?"
"Aku peduli padamu. Jangan membuatku khawatir lagi, paham?" tekannya.
Aku menatapnya tajam, "Kenapa kau harus khawatir padaku? Bukankah aku hanya membuang waktu berhargamu itu?" sinisku.
Pangeran Oliver menghebuskan napas pelan. Lalu dia beralih duduk di pinggir ranjang. Aku bergeser menjaga jarak darinya.
"Jangan katakan itu lagi," ucapnya pelan.
"Bukankah kau sendiri yang mengatakan itu? Kau bersikap seolah kau melupakan hal yang sudah kau katakan! Kau hanya memikirkan dirimu sendiri!" ucapku meledakkan amarah.
"Aku benar-benar tidak mengerti denganmu, dan mungkin tidak akan pernah bisa mengerti." ucapku pelan tetapi dia masih bisa mendengarnya.
"Maaf," ucapnya pelan. Aku mendengus kesal. Bukan itu yang aku inginkan.
"Sudahlah aku lelah, apa yang ingin kau bicarakan?"
Pangeran Oliver menatapku dalam, "Maafkan aku karena sudah membuatmu marah. Tapi aku ingin kau berjanji satu hal." ucapnya.
"Apa?"
"Jangan melupakanku."
Aku terdiam.
Pangeran Oliver tidak sedang bergurau? Dia sakit atau aku yang salah dengar?
"Hanya itu?"
Pangeran Oliver bangkit dan tersenyum lembut padaku. Aku dibuat terpana padanya sesaat sebelum kesadaranku kembali seperti semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kingdom Of Destiny
Fantasy[Selesai] Aku gadis dari masa depan yang terdampar disebuah tempat dengan sistem pemerintahan berupa kerajaan. Aku menjadi rakyat biasa dan tinggal disebuah desa bersama Ibu dan Kakak laki-lakiku. Kami hidup damai di desa itu. Hingga suatu ketika t...