_____
"Kenapa paman memberikan ini kepada saya?" tanyaku saat sampai di perpustakaan desa.
Sesaat setelah aku sampai disana, paman Fedrick langsung memberikan kalung milik ibu Devila padaku. Aku yang baru saja sampai, langsung terkejut.
Itu artinya paman Fedrick memberikan kepercayaan sepenuhnya padaku. Kenapa.. aku merasa ini adalah pertemuan terakhir kami?
"Saya merasa harus memberikan itu kepada anda." jawab paman Fedrick lemah.
"Anda baik-baik saja?" tanyaku memastikan.
Paman Fedrick kembali duduk di kursi tuanya, "Saya sudah tua, nona. Saya tinggal menunggu ajal menjemput." ucap paman Fedrick yang membuatku terdiam.
"Kumohon jangan katakan itu lagi." ucapku sambil terus menatap pria paruh baya di depanku ini.
"Anda anak yang baik." ucap paman Fedrick.
Aku hanya diam sambil tersenyum. Aku merasakan kesedihan dimata paman Fedrick. Seandainya si Devil itu tidak membuat ayahnya seperti ini!
"Saya akan memberikan kalung ini kepada anak anda, saya janji." ucapku mantap.
Paman Fedrick mengangguk, "Terima kasih, nona."
Saat aku hendak pergi dari hadapan paman Fedrick. Ia mengucapkan sesuatu yang membuatku kembali ke posisi semula. Karena rasa penasaran ku lebih besar.
Pria itu membuka kotak berwarna hitam, "Saya hampir melupakan sesuatu. Seseorang menitipkan ini kepada saya untuk diberikan kepada anda." ucap paman Fedrick sambil mengeluarkan sebuah amplop surat dari dalam kotak.
Sepertinya surat yang menarik. Aku menerimanya dan langsung berterima kasih. Lalu aku menuju lantai atas untuk membaca surat tersebut.
Untuk, Rainazela.
Aku tidak terbiasa menulis surat.
Tapi demi kau, aku akan membiasakannya.
Ah, aku benar-benar tidak terbiasa menulis. Mungkin kedepannya aku harus belajar menulis surat.Kurasa dalam waktu dekat ini kita tidak bisa bertemu lagi. Aku ada banyak sekali urusan yang mungkin harus aku selesaikan. Kadang aku iri padamu, aku ingin merasakan menjadi orang biasa.
Tenang saja aku masih mengingat untuk mengajarimu piano, dan.. ya kau tau sendiri. Kuharap jika kita bertemu kembali, kau sudah menyiapkan jawabannya. Semoga iya, karena ibuku pasti akan sangat senang.
Jaga dirimu baik-baik. Jangan suka berkeliaran sendiri.
-Aro
Aku menatap surat dari Aro lama. Jadi, dia berpamitan padaku? Why? Kenapa harus melalui surat? Ah, aku lupa jika zaman ini tidak ada handphone.
Tapi, ini terlalu tiba-tiba untukku. Itu artinya, aku tidak bisa bertemu Aro lagi? Kenapa aku merasa kehilangan? Ayolah, mungkin dia hanya ingin pergi sebentar saja.
Aku memasukkan surat itu kedalam saku. Lalu aku segera turun ke bawah untuk menemui paman Fedrick.
"Paman, aku pergi." ucapku tanpa mendengarkan jawabannya.
Seharusnya paman Fedrick mendengarkan ucapanku. Saat ini tujuanku yaitu menemui Devila. Aku harus memberikan kalung ini kepada Devila. Aku tidak tau kenapa paman Fedrick tiba-tiba memintaku untuk memberikannya kepada Devila. Aku tidak tau alasannya. Yang pasti, ini semua untuk kebaikan anaknya.
Aku segera menuju danau. Devila biasanya berjaga disana. Entah harus kusebut apa setelah dia beralih berprofesi menjadi penjaga danau.
Aku mengedarkan pandanganku. Aku mencari Devila di semua tempat. Hingga aku mendengar suara seseorang yang sedang menangis. Aku segera mencari asal suara itu. Semoga saja bukan sejenis makhluk berambut panjang dan memakai baju putih.
Aku melihat Devila sedang bersandar pada pohon dan menelungkupkan wajahnya sambil menangis. Aku menghampiri gadis itu dan duduk di sebelahnya.
"Ekhem.. satu cara untuk melampiaskan semua masalah adalah dengan cara menangis." ucapku melirik ke arah Devila.
Devila menaikkan pandangannya lurus ke depan, "K-kau kenapa bisa tau aku ada disini?" tanya Devila tanpa menatapku.
Aku tersenyum, "Aku hanya ingin memberikan ini." ucapku memberikan kalung milik ibu Devila.
Devila langsung menoleh dan membulatkan matanya, "Kau.."
"Ini milik ibumu kan? Ambillah. Aku hanya ingin memberikan ini." ucapku meraih tangan Devila dan meletakkan kalung itu disana.
Devila menangis lagi. Aku memutar bola mata.
"Berhentilah menangis, alam menjadi kacau karena suara tangisanmu itu." ledekku masih di posisi semula.
Devila masih tetap menangis. Haruskah aku meninggalkannya sendiri disini? Itu bukan aku sama sekali.
"Baiklah, aku akan menunggu kau selesai menangis." ucapku pelan.
Beberapa menit berlalu hanya untuk menunggu Devila selesai menangis. Aku menatap gadis di sampingku. Air matanya tidak habis kah? Atau stoknya masih banyak?
Saat aku hendak berdiri untuk meregangkan otot-ototku. Suara Devila menginterupsi. Aku langsung duduk diam seperti semula. Mencoba menjadi pendengar.
"Ini kalung milik ibuku. Kata ibu, saat aku kecil, aku selalu menarik kalung ini dari lehernya. Lalu ibu berniat memberikan kalung ini untukku. Tetapi belum sempat memberikan kalung ini untukku, ibu telah meninggal terlebih dahulu.
Ibu memberikan kalung ini kepada ayah. Jika sewaktu-waktu bisa diberikan padaku. Tetapi ayah melupakannya dan malah memberikan aku kepada orang lain."
Aku masih terdiam mendengar cerita dari Devila. Setidaknya aku berusaha untuk menjadi pendengar yang baik. Meskipun aku tidak terlalu tau masalah keluarga Devila.
"Aku tidak membenci ibu, aku tidak membenci ayah. Aku hanya kecewa saat ayah melupakan amanah dari ibu. Sejak saat itu aku tidak menerima kalung ini lagi karena aku teringat tentang ayah."
"Aku takut saat menerima kalung ini.. karena itu artinya ayah telah menyerah..." ucap Devila lalu menangis sesenggukan.
"Ayah sakit parah. Dia berusaha menyembunyikan itu semua dariku. Dan saat aku melihatmu memberikan kalung ini padaku.. aku takut." ucap Devila lalu memelankan suaranya.
Aku mengusap pundaknya pelan. Mencoba menenangkan dirinya.
"Aku takut ayah akan meninggalkanku sendirian disini-"
"Jangan berspekulasi apapun yang belum terjadi. Itu sama saja membunuh pikiranmu sendiri." ucapku menatap manik mata hitam Devila.
Devila menarik napasnya lalu menghembuskannya perlahan. Lalu dia menatap kalung di tangannya.
Sesaat kami terdiam. Hingga Devila mengatakan sesuatu yang membuatku melotot terkejut.
"Aku akan menemui ayah." ucap Devila bangkit berdiri.
Aku yang hendak bangkit langsung menegang saat sebuah anak panah berada tepat di atas kepalaku. Untungnya saja tidak mengenai kepalaku yang membuat kepalaku bocor.
Devila yang menyadari itu langsung menatapku horor. Aku langsung menarik Devila agar segera pergi dari tempat itu.
Yang aku pikirkan sekarang ini adalah, kami diserang oleh sekelompok orang yang entah jumlahnya ada berapa banyak. Dan aku harus segera pergi sejauh-jauhnya dari tempat itu.
_____
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kingdom Of Destiny
Fantasia[Selesai] Aku gadis dari masa depan yang terdampar disebuah tempat dengan sistem pemerintahan berupa kerajaan. Aku menjadi rakyat biasa dan tinggal disebuah desa bersama Ibu dan Kakak laki-lakiku. Kami hidup damai di desa itu. Hingga suatu ketika t...