Hari minggu. Tidak seperti biasanya, Yuna jogging hari ini. Dan sekarang ia sudah memutar wilayah rumahnya satu kali. Gadis itu berhenti sejenak untuk mengatur napasnya. Sekarang tujuannya yaitu taman yang ada di tengah-tengah antara kompleks rumahnya dan kompleks sebelah.
Ia pun kembali berlari. Rambut kuncir kudanya berayun seraya dengan langkah yang diambil.
Sepuluh menit kemudian ia pun sampai. Taman itu tampak tak begitu ramai. Hanya beberapa orang saja yang terlihat. Mungkin karena sekarang masih pukul 6 pagi. Padahal pada minggu biasanya taman ini selalu ramai oleh para remaja atau lansia yang berolahraga.
"Yuna, lo jogging juga?"
Jantungnya berdegup kencang. Yuna kenal suara ini. Gadis itu pun menoleh. Dan benar, dari seberang jalan Sunghoon sedang berjalan ke arahnya.
Yuna melihat pemuda itu dari kepala sampai kaki. Tadi ia bertemu dengan ibunya Sunghoon. Bukankah tadi ibunya bilang kalau dia masih tidur? Yaa, itu memang setengah jam yang lalu. Tapi ... Apa ini memang kebetulan atau—
"L-lihat apa lo?" Sunghoon mundur dua langkah, memeluk dirinya sendiri sambil menatap Yuna horor.
Yuna yang tersadar spontan mendelik. "Mikir apa lo?!"
Sunghoon terkekeh sambil menggeleng pelan. "Sendiri aja?" tanyanya.
Yuna memutar mata malas. "Menurut lo?"
Sunghoon tersenyum simpul. "Jangan galak-galak dong."
Gadis itu tak meresponnya.
Dipikir-pikir, ini adalah pertemuan pertamanya setelah terakhir kali di taman sekolah waktu itu.
Ia melirik pemuda itu memastikan. Tapi Sunghoon sama sekali tak terlihat seperti canggung padanya. Gadis itu mengedikkan bahu tak peduli sebelum melangkah menuju bangku taman yang kosong.
Tanpa ia sadari ternyata Sunghoon mengikutinya.
Yuna duduk di bangku taman itu kemudian membuka tutup botol minum yang dibawanya. Ia meneguknya dan saat itulah Sunghoon ikut duduk di sampingnya membuat gadis itu tersedak karena terkejut.
"Hey, pelan-pelan dong!" ujar Sunghoon dengan tangan yang siap menepuk punggung Yuna, tetapi ia kembali tersadar sehingga hanya mengambil botol minum dari tangan gadis itu.
Yuna menepuk-nepuk dadanya sambil terbatuk. "Lo sih ngagetin!" ujarnya kesal.
"Kok gue?" sungut pemuda itu tak terima.
Yuna sudah berhenti batuk. Ia pun meminum airnya kembali sampai dirasa tenggorokannya baikan.
Sunghoon terdiam sambil menatap wajah Yuna. Matanya menangkap anak rambut yang lolos dari ikatannya. Seketika tangannya terangkat, menyelipkan anak rambut itu ke telinga Yuna.
Seketika Yuna menurunkan botol minumnya dan menoleh. Ia menatap Sunghoon dengan wajah penuh tanya.
"Kalau gue cuma anggap lo sebagai adik, gak mungkin kan gue bisa lakuin kaya tadi?"
Yuna terdiam, makin tak mengerti.
"Kalau gitu gak normal dong namanya," sambung pemuda itu sambil tertawa pelan.
"Lo ngomong apa?" tanya gadis itu tak mengerti.
Sunghoon menengok. "Lo mutusin gue karena lo anggap gue gak pernah lihat lo sebagai cewek kan? Dan lo ngira gue itu cuma anggap lo sebagai adik bukan pacar, iya kan?"
Yuna terdiam. Perkataan Sunghoon sungguh tepat. Ia tidak bisa mengelak.
Sunghoon mengalihkan wajah, memandang orang-orang yang berlalu lalang. Ia tertawa pelan meski sama sekali tak terdengar nada bahagia di sana.
"Harusnya gue sadar. Karena selama pacaran, topik berantem kita itu selalu gak jauh dari sana."
Pemuda itu menarik dan menghembuskan napasnya. "Apa yang lo bilang emang gak salah tapi gak 100% bener juga. Dari dulu gue emang anggap lo sebagai adik gue. Yaa, lo mungkin tahu kalau dari kecil gue itu pengen punya adik cewek."
Yuna menipiskan bibir, tak berani menatap pemuda di sampingnya itu.
Sunghoon menoleh. Ia tersenyum. "Dan datanglah lo di kehidupan gue. Cewek mungil yang selalu ngintilin gue kemana-mana."
Yuna meliriknya sekilas. Tangannya bertaut. Entah kenapa hatinya tidak siap mendengar apa yang akan pemuda itu katakan selanjutnya.
"Kalau boleh jujur, mungkin rasa sayang gue ke lo lebih besar daripada rasa sayang gue ke adik gue sendiri," jelas pemuda itu.
Sunghoon tersenyum sepanjang ia bicara. Matanya menatap langit yang terlihat cerah hari ini. "Dan rasa sayang itu berubah sejak gue kenal yang namanya cinta. Yaa, sejak itu gue gak lihat lo sebagai adik lagi tapi sebagai cewek. Cewek yang gue suka."
Pemuda itu tersenyum miris. "Itu dia masalahnya. Gue, remaja yang baru masuk ke dunia cinta-cintaan bingung. Gue gak tahu harus gimana caranya biar cewek yang gue suka senang. Karena lo itu cinta pertama gue dan yaa, itu juga pengalaman pacaran pertama gue," lanjutnya.
Sunghoon kembali menatap gadis di sampingnya. "Karena selama gue perlakuin lo sebagai adik itu lo seneng, yaudah, gue tetap lakuin hal yang sama. Gue kira gak bakal masalah. Tapi ternyata gue salah."
Yuna meneguk ludahnya, ia berusaha ngehindar dari tatapan pemuda itu.
Masih menatap Yuna, pemuda itu melanjutkan. "Lo marah, lo bilang gue gak pernah anggap lo sebagai pacar. Gue bingung pastinya. Karena yang gue tahu gue gak gitu. Tapi pertengkaran itu terus berlanjut sampai dua bulan lalu kita berantem hebat dan berakhir lo ngucapin kata itu. Yaa, sampai akhirnya lo mutusin hubungan yang udah kita jalin selama hampir dua tahun."
Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tidak, Yuna bukannya berdebar melainkan takut. Ia takut dinding yang sudah ia bangun selama dua bulan terakhir goyah begitu saja.
"Yun," panggil pemuda itu membuat Yuna mau tak mau menatapnya.
"Jujur ...,"
Dalam hati Yuna terus berseru, 'Please, jangan bilang itu!'
Sunghoon menatapnya lekat. Matanya terlihat memerah. "... Jujur, sebenarnya gue masih su—" Pemuda itu menggeleng. "Gak bukan."
Ia menarik napasnya. "Sebenarnya gue masih sayang sama lo. Bukan sebagai kakak adik tapi sebagai cowok ke cewek."
"So, biarin gue berjuang lagi."
TBC
💜❤💜❤
up : 06-06-22
KAMU SEDANG MEMBACA
EN- Yeen (EN- Fanfic) ✔
FanfictionAnggap aja kalian Yuna, oke? Silakan menghalu ria!! - Per-bab berisi ± 500 word Start : 21-12-21 End : 29-06-23 1# imagine 19/11/23 1# halu 17/05/24 1# en- 02/07/24 1# yeen 24/07/24