43. Denial

48 7 0
                                    

"Sumpah, Yuna ... lo! Argh!" Yuna mengacak-acak rambutnya frustrasi.

Kemarin, seakan-akan belum cukup dengan menangis di hadapan Sunoo, ia juga mengucapkan kalimat yang sangat konyol. 'Kalau lo sakit, gue ikutan sakit jadinya'. Yuna menjerit dalam hati. Gilanya lagi, ia malah mengatakannya dengan penuh percaya diri—serasa yang ia lakukan itu adalah sesuatu yang keren. Sesungguhnya apa yang membuatnya bertingkah seperti itu kemarin?

Akibatnya, ia kini tidak punya muka untuk menghadapi Sunoo. Yuna bahkan sengaja berangkat lebih awal tadi pagi. Sampai sekarang pun ia masih berada di taman samping karena hatinya yang belum siap  bertemu dengan pemuda itu.

Apalagi setelah dipikir-pikir sekarang, bukankah ucapan Yuna kemarin terdengar seperti seseorang yang mengungkapkan perasaannya. Gadis itu memejamkan mata sambil menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi taman. Ia merutuk dalam hati. Tak lama, matanya kembali terbuka.

"Bentar ...." Yuna menegakkan tubuhnya. Perlahan seringaian terbit di bibirnya. "Gue kan gak gue suka sama dia. Kemarin itu gue cuma refleks gara-gara khawatir sama dia, ya gak?" Ia menjentikkan jarinya sebagai jawaban dari pertanyaan yang ia lontarkan sendiri. Kembali bersandar, posisinya lebih rileks sekarang. "Gila kali gue kalau suka sama dia," ujarnya pelan.

Belum lama sejak Yuna mengatupkan bibir, gambaran dirinya yang memeluk Sunoo kemarin kembali terbayang. Seketika ia bangkit dengan mata yang terbelalak. Detik kemudian, jantungnya berdetak dengan frekuensi yang berbeda dari biasanya.

"Eh, t-tapi kan dia duluan yang meluk gue gak sih? Iya! Gue cuma kebawa suasana aja pas itu, makanya gue jadi meluk dia." Lagi, Yuna berusaha mengelak kenyataan.

"Siapa yang meluk siapa?"

Yuna terperanjat karena bisikan di telinganya. Begitu menengok, Sunghoon sudah berdiri di sampingnya.

"Kak! Yang bener aja dong!" Yuna mengusap telinganya sambil menatap tajam ke arah mantannya itu.

Alis Sunghoon terangkat sebelah. Melihat semburat merah samar di pipi gadis itu serta ransel di atas bangku taman, kurang lebih ia mulai mengerti situasinya. Asumsinya pun diperkuat dengan apa yang ia dengar barusan juga kenyataan Sunoo yang berangkat sendirian hari ini. Apa lagi jika bukan itu?

"Lo lagi mikirin apaan barusan?"

"Enggak, gue gak ada mikirin apapun."

"Tapi muka lo bilang sebaliknya. Tuh, pipi lo merah."

Yuna sontak menyentuh wajahnya. "M-mana ada?!" Sebenarnya ia sudah merasa pipinya memanas sejak tadi, tetapi ia tidak tahu kalau itu akan berpengaruh ke wajahnya.

"Udah deh, Yun, lo gausah denial terus."

"Apa sih?"

Sunghoon menghela napas. Yuna memang gadis keras kepala. Sudahlah, ia tidak perlu ikut campur lebih jauh lagi. Namun, karena sudah begini, mendadak ia jadi terpikirkan sesuatu yang seru.

"Eh?" Sunghoon memandang jauh ke belakang Yuna, membuat gadis itu menjadi waspada. "Sunoo!"

Benar saja, ketika pemuda itu melambaikan tangan. Yuna langsung mengambil tasnya dan berlari ke arah lain. Gadis itu bahkan tidak memastikan apakah Sunoo sungguhan datang atau tidak. Oleh karena itu, Sunghoon seketika tergelak. Rencana jahilnya berjalan sempurna seperti ekspektasinya.

"Yuna ... Yuna ...."

Setidaknya ia senang sekarang. Hubungannya dengan Yuna sudah jelas. Ia adalah mantannya Yuna, kakak kelasnya, tetangganya, sekaligus teman masa kecil baginya. Lengkap sekali ....

TBC

❤💜❤💜

Paket lengkap yagaesya

EN- Yeen (EN- Fanfic) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang