36. Pathetic

58 9 0
                                    

Yuna mengelus plester di sikunya pelan sebelum melirik surat di tangannya. Ingatannya terbang, kembali ke hari kemarin.

Setelah menolak ajakan Sunghoon, Yuna hendak menyeberang menuju halte untuk menunggu angkot. Meskipun jalanan tampak sepi, Yuna masih menyempatkan diri untuk menengok kanan kiri. Saat itu sama sekali tidak terpikir kalau akan ada kejadian buruk yang menimpanya. Namun, saat Sunghoon berteriak memanggil dan dengan cepat mendorongnya, baru kala itu ia tersadar ada motor berkecepatan tinggi menuju ke arahnya.

Kondisinya baik-baik saja. Ia hanya mendapatkan luka lecet di sikunya yang tergores aspal, berbeda dengan Sunghoon yang terserempet motor itu, mengakibatkan tulang di tangannya retak. Yuna menghembuskan napas panjang. Jika saja kemarin ia dapat menahan egonya, mungkin Sunghoon tidak akan terluka—juga Sunoo yang mengkhawatirkan kakaknya.

Angkot yang berhenti di halte segera menarik atensinya. Yuna otomatis mempercepat langkahnya, tetapi angkot itu lebih dulu pergi bahkan sebelum ia menginjakkan kakinya di halte.

Yuna mendecak kesal lalu dengan malas melanjutkan langkah. Begitu sampai di halte seketika matanya melebar.

"Kak Sunghoon?" Yuna melirik pemuda yang tengah merunduk pada ponselnya dengan tangan kiri yang di-gips. "Kak, lo ngapain? Lo mau sekolah hari ini?" tanyanya saat menyadari Sunghoon memakai seragam.

Sunghoon menengok sekilas. "Gue ada ulangan," jawabnya tak minat.

Yuna mengernyit. "Dengan keadaan tangan lo sekarang? Lo serius, Kak?" Padahal seingatnya, Sunghoon bukanlah orang yang akan mengorbankan kesehatannya demi nilai semata, bahkan bisa dibilang ia merupakan orang yang sama sekali tak pernah mempedulikan nilainya.

"Emang muka gue keliatan bercanda." Sunghoon menatapnya malas. Tak lama kembali fokus pada ponselnya.

"Gak, maksud gue ... emang gak bisa ngambil susulan gitu? Lagian dulu kan lo gak pernah peduli—" Kekehan pelan memotong perkataannya.

Sunghoon menyimpan ponselnya ke dalam saku lalu memposisikan diri menghadap Yuna sepenuhnya. "Manusia berubah, Yun." Sudut bibirnya terangkat samar. "Lo aja yang dulu suka sama gue, sekarang jadi suka sama adek gue," lanjutnya.

Yuna membeku seketika. Melihat responsnya, tawa Sunghoon pecah membuat Yuna kembali tersadar.

"S-siapa bilang? Ngawur lo!" Tanpa sadar, gadis itu menarik diri. Wajahnya memanas, membuatnya buru-buru membuang muka.

Sunghoon berhenti tertawa. Ia menarik napasnya. "Yun, kalau gue masih gak sadar bahkan setelah lo nangisin Sunoo kaya kemarin, gue bodoh namanya."

Sunghoon mengepalkan tangannya. Ia sadar apa yang akan ia ucapkan selanjutnya akan menghancurkan harga dirinya. Namun, ia sudah mencapai batasnya. Mungkin dengan begini hatinya akan sedikit lega.

"Jujur gue iri sih ... padahal gue juga luka, tapi lo sama sekali gak nangis buat gue," ucapnya sambil tersenyum kecut.

Yuna bungkam. Wajah Sunghoon yang terlihat sedih bahkan ketika bibirnya tersenyum membuatnya hilang kata.

Yuna tersenyum kikuk. "Kak ...." Ia menggigit bibirnya. "Gue kemarin bukannya—"

"Yun." Sunghoon menekuk tubuhnya, menyejajarkan wajahnya dengan tinggi Yuna.

Yuna mengerjap beberapa kali sebelum memandangnya.

Sunghoon memasang senyuman lebar sampai kedua matanya menyipit. Tangannya menyentuh puncak rambut Yuna.

"Lo gak perlu ngejelasin apa-apa .... Jangan bikin gue tambah menyedihkan ya?"

Yuna tertegun.

TBC

❤💜❤💜

Duh, hoon ... sini sama aku aja /plak

EN- Yeen (EN- Fanfic) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang