48. It's More Than Enough

42 7 0
                                    

Jika ingin mengetahui Yuna sudah memastikan perasaannya atau belum, jawabannya sudah. Namun, jika bertanya apakah caranya dengan menemui Sunoo, jawabannya tidak.

Ketika hendak bertemu dengannya kemarin, ia malah mendapati Sunoo sedang bersama dengan beberapa kakak kelas cantik di sekelilingnya. Ironis sekali rasanya harus mendapatkan pencerahan dengan cara seperti itu.

Melihat Sunoo yang tersenyum manis kepada para ciwi-ciwi di sana, Yuna langsung tersadar begitu saja. Hatinya terasa panas melihat itu, mendadak suasana hatinya pun buruk, dan satu lagi ... sekilas, muncul keinginan agar Sunoo hanya tersenyum seperti itu kepadanya. Sudah jelas ... Yuna cemburu.

Walaupun baru sekali berpacaran, saat itu tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk sadar kalau ia memang menyukai Sunoo—tidak perlu juga ia bertanya kepada dua pemuda konyol yang malah akan menertawakannya nanti. Memang, sebelumnya ia sudah menghabiskan waktu lama dengan menyangkal perasaannya sendiri. Namun, karena sudah jelas begini ... ya sudah, ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Lagi pula, ia tidak mengetahui perasaan Sunoo terhadapnya. Soal itu, ia dapat mencari tahunya pelan-pelan.

Akan tetapi, karena terlampau kesal kemarin, Yuna tidak menemuinya dan langsung kembali ke kelas. Setelah itu pun ia bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun. Ketika Jungwon dan Ni-ki bertanya pun, ia hanya berbohong dengan bilang kalau ia tidak bertemu dengan Sunoo. Dan sekarang ... Sunoo tidak sekolah karena pergi ke rumah sakit untuk melepas jahitannya. Rencana untuk menyelidiki perasaannya pun tertunda.

Sebuah mobil berhenti tepat di depannya. Perlahan jendelanya terbuka. "Yuna, masih nunggu angkot?"

Yuna mengerjapkan mata berkali-kali. "Kak Hee?" Tak lama, ia mengangguk. "Dari tadi kedapetan angkot yang penuh mulu."

"Yaudah naik," titahnya dan Yuna pun langsung menurutinya dengan duduk di kursi samping pengemudi.

Yuna melirik pemuda di sampingnya. Rasanya sudah lama sekali ia tidak bertemu dengannya. Setelah bertemu terakhir kali, ia mengira Heeseung sengaja menjauhinya karena marah—karena mereka yang biasa berpapasan menjadi sama sekali tak bertemu.

"Ap—"

"Pake sabuk pengamannya, Yun."

"Ah, iya." Yuna pun segera memakainya. Namun, sabuknya itu mendadak macet. Sambil terus menariknya, ia melirik Heeseung. Ingin meminta tolong, tetapi entah kenapa rasanya canggung. Oleh karena itu, ia hanya diam dan berusaha sendiri.

Heeseung yang menyadari itu akhirnya turun tangan. "Sini sama gue."

Yuna pun menurunkan tangan dan membiarkan Heeseung yang melakukannya.

"Ini emang kadang macet, maklum ya udah jelek," ucapnya sambil tersenyum pada Yuna.

Bunyi sabuk pengaman berhasil terpasang terdengar. Namun, Heeseung tak beranjak dari tempatnya.

"Gimana kabar lo?"

Yuna mengangguk. "Baik."

Sudut bibir Heeseung terangkat. Ia mengacak puncak rambut Yuna sejenak sebelum kembali ke kursinya.

"Kak, kebiasaan deh!" Yuna mengerucutkan bibirnya kesal sembari merapikan rambutnya kembali, sedangkan Heeseung terkikik geli.

"Udah lama ya?" ujarnya sambil melajukan mobilnya.

Yuna menoleh dan mengangguk. "Kakak baik-baik aja kan?"

Heeseung meliriknya. "Enggak," jawabnya lalu kembali menghadap depan.

Belum sempat Yuna melebarkan mata, Heeseung melanjutkan ucapannya. "Tugas gue numpuk gak ada habisnya. Nyokap gue juga malah masukin gue ke lesan, mana tiap hari lagi. Pusinglah gue."

Yuna terdiam sejenak sebelum tertawa pelan. "Aku kira apa ...."

"Serius Yun, capek banget tahu jadi anak kelas tiga tuh. Lo sekarang puas-puasin deh maen. Kalau udah kaya gue, mau ke warung aja susah."

Yuna tersenyum. Ia senang karena dugaannya ternyata salah.

"Kalau gitu aku boleh dong minjem komik-komik Kakak? Kan gak dipake juga."

Heeseung menoleh cepat. "Kok gitu?"

"Emang kenapa?

"Gue kan lagi menderita sekarang ... harusnya lo sebagai teman yang baik bantuin gue dong, temenin gue. Kok ini malah mau seneng-seneng sendiri?"

Mendengar itu, Yuna tidak dapat menahan tawanya lagi. "Kakak ada-ada aja deh!"

"Dia malah ketawa ...." Heeseung mencuatkan bibirnya.

Yuna mengusap air mata yang keluar karena tawanya. "Iya deh, maaf-maaf ...."

Melihat itu, Heeseung mengembangkan senyuman di bibirnya. Ia tidak akan meminta apa-apa lagi sekarang. Seperti ini .... Ya, ini sudah lebih dari cukup.

TBC

❤💜❤💜

Nulis ini ... jadi pengen punya kakak kaya Heeseung huhu

EN- Yeen (EN- Fanfic) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang