Sekolah telah usai. Setelah berhari-hari pulang telat sebab Sunoo selalu disuruh oleh wali kelasnya, akhirnya sekarang mereka dapat pulang lebih awal. Sembari menunggu angkot datang, mereka sibuk menghabiskan biskuit yang tersisa.
Yuna menadahkan tangan, meminta biskuit lagi. Tanpa bicara, Sunoo pun memberinya sebungkus. Ketika mereka sibuk, Sunghoon dengan motornya menghampiri.
Menghentikan motor di depan mereka, Sunghoon membuka kaca helmnya. "Yuna, ayo naik."
Yuna dan Sunoo kompak menatap tajam. Sudah kehadirannya tak diundang, sekarang malah mengajak pergi tanpa basa-basi terlebih dahulu.
"Buat apa?" Yuna mengerutkan keningnya.
"Tante nyuruh lo balik," jawab pemuda itu.
"Ini juga—"
"Secepatnya."
"Ah elah, apaan sih? Kenapa juga Mama nyuruh ke lo?" Yuna memandang sangsi. Mulai berprasangka kalau semuanya hanya akal-akalan Sunghoon saja.
Malas berdebat, Sunghoon mengeluarkan ponsel. Di layarnya terpampang pesan yang menyuruhnya untuk membawa Yuna agar pulang cepat. "Ini nomor Tante kan?"
Selesai membaca pesan tersebut, Yuna beralih pada nomor yang tertera di bawah nama ibunya. Sayangnya, itu memang benar. "Emangnya ada apa sih?" gumamnya sebal.
"Ya tanya nyokap lo lah." Sunghoon menjawabnya meskipun ia tahu pertanyaan itu bukan untuknya. Seketika delikan tajam milik Yuna ia dapatkan. Pemuda itu menarik sudut bibirnya. "Yaudah, naik."
Yuna melangkah malas. Sebelum benar-benar naik, ia masih sempat memberikan sisa biskuit di tangannya kepada Sunoo. "Makan dah, gue duluan."
Sunoo bungkam dan hanya menatap dengan wajah datar khasnya. Dan Sunghoon yang menyadari itu lantas menoleh. "Masih ada buat ongkos?" tanyanya.
Mendelik. "Menurut lo?" Jawaban ketusnya itu langsung disambut kekehan pelan oleh kakaknya.
"Yaudah ya, kita duluan."
Tak lama, motor itu pun melaju. Meninggalkan Sunoo dengan perasaan jengkel di hati.
Baru beberapa saat di perjalanan, mendadak Yuna teringat sesuatu. "Kak, kenapa Mama gak ngechat gue juga soal ini?" tanyanya setengah berteriak.
"Hape lo mati kan?"
"Nggak, kata siapa?" Ponselnya memang habis baterai, tetapi tidak sampai mati juga.
"Mungkin Tante lupa kali."
Alis Yuna terangkat sebelah. Ada yang aneh di sini.
Tanpa Yuna sadari, tangan Sunghoon terus berkeringat bukan main. Ia sampai harus mengusapkannya pada celana seragamnya.
"Lo bohong ya?"
Sunghoon melebarkan mata. Yuna menebaknya tepat. Mungkin memang bukan sepenuhnya bohong, karena pesan dari ibunya Yuna itu benar, hanya saja ... dia sendiri yang menyuruh.
"Kak!"
Yuna menepuk punggungnya kencang.
"Y-Yuna kita lagi di jalan. Lo jangan—"
"Turunin gue!" Kini Yuna beralih jadi memukul Sunghoon. "Beraninya lo bawa-bawa Mama buat ngebohongin gue!" Semenjak Sunghoon terus bungkam, Yuna langsung tahu kalau kecurigaannya terbukti benar. Karena itu juga ia marah.
"Oke-oke, kita berhenti." Masih mendapatkan pukulan di punggungnya, Sunghoon pun segera menepikan motornya di depan sebuah minimarket.
Begitu berhenti, Yuna langsung turun dan pergi meninggalkannya.
"Yuna, sebentar!" Sunghoon tergesa-gesa membuka helmnya. Menyimpannya asal, ia lantas mengejar Yuna yang menghilang di belokan.
"Yuna! Yuna, dengerin gue dulu!" Sunghoon mengambil langkah lebar. "Yuna!" Sebelum ia berhasil menarik tangannya, gadis itu terlebih dahulu berbalik.
"Apa! Lo mau gue dengerin apa, ha?!" Mata Yuna memerah menahan amarah.
"Yuna, gue cuma mau ngomong sama lo. Udah, itu aja." Sunghoon mendekat perlahan.
"Ya ngomong tinggal ngomong, jangan gini!" ujarnya tak habis pikir.
Sunghoon menghentikan langkah, wajahnya berubah sendu. "Gue bisa apa kalau lo terus menghindar? Cuma ini caranya ...."
Yuna yang awalnya menggebu-gebu lantas melunak. Raut wajahnya pun tak setegang tadi. Ia menatap pemuda di hadapannya cukup lama sebelum akhirnya menghela napas.
"Kita udah selesai, itu artinya."
Sunghoon mendongak. "Apa?" lirihnya.
Yuna menarik sebelah bibirnya. "Gue kira lo pinter, Kak."
Meskipun baru saja mendapat penolakan, Sunghoon tetap berusaha untuk tersenyum. "Mau sepinter apapun gue, kalau lo gak ngomong ... gue bisa apa?"
Mengedikkan bahu. "Sekarang gue udah ngomong, jadi beres kan?" tanyanya tak acuh.
"Ya ...." Tatapan Sunghoon menerawang. "Semua udah selesai." Jemarinya mengepal erat. Ia tak menyangka, ternyata semudah ini perasaannya dipatahkan.
Yuna meliriknya sekilas sebelum kembali berbalik pergi.
"Tapi lo tetep balik sama gue," sambung pemuda itu.
Berhenti sejenak, Yuna menoleh. "Ogah."
Mengernyit lelah. "Yuna ..." Kakinya melangkah perlahan mengikuti gadis itu.
"Gue bisa naik angkot," ucap gadis itu tanpa menoleh.
Sunghoon tak merespons dan tidak berniat juga untuk menghentikan langkah.
Yuna mendecak. "Gue bilang gausah, kenapa si?" Ia mendelik padanya. Namun, Sunghoon hanya memandangnya lurus.
"Ah, bomat!" Yuna akhirnya memilih untuk berlari. Ia benar-benar malas jika harus pulang dengan pemuda itu.
Di tempatnya, Sunghoon menepuk dahi sebelum menghembuskan napas. Jujur saja, jika bisa ia juga ingin langsung pulang tanpa Yuna. Lagipula, siapa yang akan baik-baik saja setelah ditolak? Namun, ia tidak tega membuat gadis itu harus menunggu dulu angkot yang datangnya entah kapan itu.
Sunghoon hendak melanjutkan langkah. "Yuna ... tungguin gu—" Matanya seketika membelalak.
"YUNA!"
TBC
❤💜❤💜
Pakabar beibehh ??
Berhubung Sunoo ultah, aku punya hadiah nih ehehehehe
Up : 24-06-23
KAMU SEDANG MEMBACA
EN- Yeen (EN- Fanfic) ✔
Fiksi PenggemarAnggap aja kalian Yuna, oke? Silakan menghalu ria!! - Per-bab berisi ± 500 word Start : 21-12-21 End : 29-06-23 1# imagine 19/11/23 1# halu 17/05/24 1# en- 02/07/24 1# yeen 24/07/24