19. Fever

117 18 0
                                    

"... Ke kelas ... Nitip ... Ya ...."

Sayup-sayup Yuna mendengar suara Sunoo di tengah kesadarannya. Ia mengernyit saat sesuatu yang dingin menyentuh dahinya. Perlahan gadis itu mulai sadar. Matanya mengerjap beberapa kali berusaha beradaptasi dengan cahaya yang masuk.

Pandangannya masih buram saat sebuah siluet besar mendekat padanya. "S-siapa?"

Pelan-pelan pandangannya semakin jelas. Dan hal pertama yang ia lihat adalah seorang pemuda dengan alis terangkat yang menatapnya.

"K-Kak Jay?!"

Spontan Yuna bangkit dari tidurnya. Tapi Jay terlebih dahulu menahan wajahnya membuat ia tertidur kembali.

"Jangan banyak gerak," ucap pemuda itu dengan nada datar.

Yuna mencuatkan bibir sebal. Tangannya terangkat menyentuh keningnya. Ia jadi menatap pemuda itu heran, "Kenapa gue pake kompresan bayi gini?"

Aneh. Setahunya ia hanya pingsan, bukan demam.

"Badan lo panas," jawab Jay seraya menarik kursi dan duduk di samping Yuna.

Kedua alisnya bertaut. "Kok bisa? Emang kena bola bisa bikin demam?"

Jay yang baru saja menyalakan ponsel jadi menatapnya malas. "Bisa kalo lo lagi gak fit," sahutnya asal setelah itu menunduk pada ponselnya.

Yuna terdiam sesaat. Kemudian kembali menyentuh keningnya lagi. "Kalau gitu kenapa gak pake kompresan biasa aja? Gue kan bukan anak kecil, kenapa harus pake ginian?"

Jay menurunkan ponselnya lalu tangannya terulur menahan tangan Yuna yang berniat melepas kompresannya. Ia menatap gadis itu dengan mata elangnya.

"K-kenapa?" tanya gadis itu agak menciut.

Pemuda itu menurunkan tangan Yuna, menjauhkannya dari kening. "Tingkah lo yang kaya anak kecil."

Seketika Yuna terdiam mendengarnya. Dan Jay kembali fokus pada ponselnya.

Yuna memperhatikan sekelilingnya. Matanya berhenti pada Jay yang duduk di sampingnya. Ia jadi teringat kalau pemuda itu merupakan salah satu anggota PMR di sekolahnya, tidak mengherankan jika ia yang mengurusnya sekarang.

Mengingat itu, mata Yuna membulat. Tetapi bukankah seharusnya ia sedang bermain basket di lapangan sekarang, kenapa ia bisa bersamanya?

"Kak, bukannya lo lagi pelajaran olahraga ya sekarang?"

Jay mengangkat wajah kemudian menggeleng. "Gue udah izin."

"Eh, k-kenapa? Bukan karena—" gue kan?

Yuna tak berani melanjutkan ucapannya. Yang ada dia disangka narsis nanti.

"Kelas gue lagi bebas, gak ada penilaian. Kebetulan lo pingsan tadi, yaudah, sekalian gue ngadem juga disini," jelasnya.

"Kalau gitu, lo yang bawa gue kesini?"

Jay menarik sudut bibirnya. "Siapa lagi kalau bukan gue?"

Yuna terdiam. Ia kira yang membawanya kesini itu Sunoo, kalau tidak, mungkin Ni-ki. "Kalau gitu makasih, Kak."

Jay melihatnya sekilas lalu kembali memainkan ponselnya.

Yuna mengalihkan pandangannya pada langit-langit UKS. Ia menarik selimut untuk menutupinya sampai mulut. Sebentar, kenapa tiba-tiba jadi dingin?

"Kak," panggilnya pelan. Jay menoleh.

"Maaf, kalau boleh AC-nya bisa dikecilin gak? Bagusnya sih di matiin aja, ehe." Gadis itu meringis lebar di balik selimutnya.

Jay tak banyak merespon. Ia hanya melihatnya sekilas kemudian bangkit dari duduknya dan mengambil beberapa selimut dari loker yang ada di sudut ruangan.

Pemuda itu mulai menyelimuti Yuna sampai berlapis-lapis. "Lo udah sarapan?" tanyanya dengan tangan yang sibuk.

Yuna menggeleng. Entah kenapa kepalanya mulai berdenyut.

Jay mengeluarkan satu tablet obat berwarna hijau lalu menyuapinya pada Yuna. "Kunyah, itu obat maag. Bisa jadi lo sakit gini gara-gara telat makan."

"Lo tidur aja dulu, nanti gue bangunin."

Tanpa pemuda itu suruh, Yuna memang sudah memejamkan matanya sejak tadi. Setelah menelan obat itu, kesadarannya perlahan menghilang. Gadis itu tertidur.

TBC

💜❤💜❤

EN- Yeen (EN- Fanfic) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang