2. Tragedi saat kerja

11.1K 752 7
                                    


Setelah pulang sekolah tadi Evan langsung menuju ke tempat kerjanya yang lumbayan jauh dari tempat tinggalnya, meskipun Evan masih di bawah umur tapi dia sudah bekerja untuk menutupi semua kebutuhannya selama dia hidup, seperti membayar sewa kost meskipun tempatnya sempit tapi harga sewa kost nya lumbayan mahal, membayar SPP sekolah, dan membayar keperluan lain nya, dan yang harus kalian yaitu Evan harus membayar utang piutang almarhumah kedua orangtuanya yang lumbayan banyak.

Dulu Evan adalah orang yang sangat susah sekali, bahkan Evan pernah tidak makan tiga hari karena keluarganya kekurangan ekonomi, sang Bunda yang hanya jadi pemulung, dan sang Ayah yang kerjaannya hanya mabuk-mabukan, menghabiskan uang sang Bunda yang telah mencari uang seharian untuk sesuap Nasi, jika tidak di kasih maka Ayah Evan akan merah marah dan memukuli Evan hingga sang Bunda memberikan Ayahnya uang meskipun Bunda Evan harus buntang-banting meminjam uang ke sana-sini. Itupun jika ada orang yang percaya pada Bunda Evan jika tidak ya mereka tidak akan pernah memberikan pinjaman uang kepada nya.

Bahkan sampai Bunda Evan meninggalpun, Ayahnya tidak pernah berubah sama sekali, bahkan semakin parah, hingga tepat kelas satu SMP Evan harus merelakan kehilangan Ayahnya, beliau meninggal karena overdosis minuman keras.

Setelah kehilangan sang Ayah, di situ Evan harus belajar lebih mandiri lagi, karena di usianya yang masih berumur sepuluh tahun harus bekerja demi menutupi kebutuhannya sendiri dan membayar hutang orangtuanya, ya Evan masuk SMP di usianya yang masih berumur sepuluh tahun karena kepintarannya.

Bahkan sampai sekarangpun hutang itu masih tetap ada karena bunganya yang terus bertambah.

Seharusnya hari ini Evan harus membayar utang itu tapi karena Evan belum menerima bayaran jadi dia terpaksa harus menunda dulu, dan sudah di pastikan jika nanti pas Evan pulang dia bakalan di hadang oleh lenternir. Sekarang Evan hanya pasrah saja jika tubuhnya nanti di kasih sedikit hadiah, bukan Evan tidak bisa membalasnya tapi jika Evan membalasnya, satu pukulan saja Evan membalasnya sudah di pastikan hutangnya akan bertambah satu juta, entahlah Evan juga tidak tau siapa yang membuat peraturan itu tapi yang jelas Evan ingin sekali melunasi utang piutang dengan renternir itu supaya Evan bisa bernafas sedikit lega.

"Evan, anterin makanannya ke meja nomor sebelas ya," ucap rekan kerja Evan yang berjaga di kasir.

Dan tanpa menunggu lama lagi, Evan segera berjalan ke meja nomor sebelas, namun saat Evan berjalan tiba-tiba ada seseorang yang menabrak Evan sehingga makanan itu tumpah mengenai tubuh Evan, padahal makanan itu masih panas.

Prangg!!

"Eh kalo kerja tuh yang bener dong, untung makananya gak tumpah ke saya," ucap orang yang menabrak Evan.

"Sehalusnya Anda yang lebih hati-hati, tadi anda menablak saya, liat tangan saya jadi melepuh," Evan menunjukan tangan kanannya yang memerah karena tersiram makanan panas.

"Kok kamu jadi nyalahin saya sih?!."

"Maaf ada apa ini," ucap seseorang yang Evan tau dia adalah bosnya di restoran ini.

"Ini pak, masa dia yang nabrak saya, saya yang di salahin sih pak?!," Amuk orang itu sambil menunjuk Evan.

Semua pengunjung yang ada di restoran itu hanya diam tak bergeming menyaksikan keributan yang terjadi.

"Ya telus saya harus nyalahin siapa angin? Jelas-jelas tadi anda yang menablak saya sampe makanan itu tumpah kena tangan saya."

"Sudah-sudah, sebelumnya saya mewakili karyawan saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya atas kelalaian pegawai kami," ucap bos Evan.

"Masih untung ya kamu saya lagi buru-buru kalo nggak udah saya laporin kamu ke kantor polisi," setelah mengucapkan itu, orang yang menabrak Evan langsung pergi begitu saja.

"Sekarang kamu beresin semua pecahan ini, dan untuk gaji kamu yang bulan ini saya gak bakalan kasih, anggap saja itu sebagai ganti rugi barang yang pecah ini dan telah membuat keributan."

Evan hanya tertunduk pasrah saat kerja kerasnya satu bulan ini tidak akan dibayar, padahal Evan bekerja itu kan untuk mendapatkan uang.

"Cepet beresin," ucap tegas bos Evan.

Dengan perasaan yang campuraduk Evan membersihkan pecahan piring dan gelas itu namun sepertinya Evan hari ini sedang tidak beruntung karena tanpa berkeprimanusiaanya  seseorang malah menginjak tangan Evan yang akan mengambil pecahan piring itu, sehingga Evan meringis kesakitan karena tangannya yang tertancap pecahan piring itu.

"Astaghfirullah, maaf maaf saya gak sengaja," orang itu berjongkok di hadapan Evan.

Evan yang sudah tidak tahan dengan rasa perih di tangannya menangis dalam diam, lalu memejamkan matanya karena tak sanggup melihat darah dan beberapa pecahan piring dan gelas itu menancap di kulitnya.

"Ta...tangan kamu berdarah," ucap gugup orang itu karena merasa bersalah dengan Evan.

Evan tidak menjawab dia masih memejamkan matanya tapi air matanya terus keluar, dia juga menggigit bibir bawah dalamnya dengan kuat menahan sakit.

"Kamu tenang ya, kita ke rumah sakit sekarang," orang itu membantu Evan untuk berdiri, tapi Evan malah menggelengkan kepalanya, tubuhnya tiba-tiba bergetar seperti ketakutan.

"Hey kamu kenapa, ayo kita ke rumah sakit lukanya cukup parah."

Lagi-lagi Evan hanya menggelengkan kepalanya.

Karena kesal dengan Evan yang tidak mau ke rumah sakit, orang itu langsung saja menggendong tubuh kecil Evan ala koala, dan pergi dari restoran ini untuk ke rumah sakit, kalo harus membujuk Evan dulu sampai dia mau bisa-bisa dia keburu mati karena kehabisan darah.

Setelah sampai di rumah sakit Evan langsung di gendong lagi oleh orang itu karena kondisi Evan yang setengah sadar tidak mungkin untuk berjalan, jangankan berjalan tubuhnya pun sudah lemas.

"Kenapa?," Tanya seorang Dokter yang menghampiri orang itu dan Evan.

"Tangannya terkena pecahan beling," ucap orang itu, meskipun Evan setengah sadar Evan bisa mendengar jelas suara bising rumah sakit, Evan rasanya ingin memberontak dan memukuli orang yang sudah membawanya ke sini tapi tenaganya sepertinya sudah hilang.

"Mau dibawa ke mana?," Tanya dokter itu sambil menarik branka yang kebetulan kosong.

"Langsung ke UGD," ucap orang itu dan membawa lari Evan.

Di ruangan itu, Evan langsung saja di baringkan dan Evan dapat merasakan jelas saat ada yang masuk kedalam lubang hidungnya dan saat kulitnya di tusuk sesuatu sebelum semuanya gelap.

Setelah selesai menangani Evan, kedua dokter itu sepertinya sedang berbincang di sofa yang ada di ruangan Evan.

"Bagaimana bisa dia tertusuk pecahan beling? Dan kenapa lo yang membawanya? Kemana keluarganya apa mereka tidak tau?," Tanya dokter yang ikut menangani Evan tadi.






"Lukanya memang tak seberapa, tapi luka di hatinya melebihi apapun."

____***_____

Gimana nih mau lanjut ceritanya?

PANGERAN CADEL [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang