"Kenapa masih kerja sih? Kan aku sengaja ngumpulin kalian itu buat main sama aku, kenapa masih kerja?" Ucap Rangga dengan penuh emosi.Semua anggota keluarga langsung mengalihkan aktivitas mereka menatap Rangga yang memasang muka sedih dan di tekuk.
"Maaf kan kami boy."
"Rangga mau kalian matiin semua hp, laptop, dan sejenisnya sekarang juga, kalo nggak Rangga bakalan kabur dari rumah," ancam Rangga.
Semuanya langsung mengikuti perintah Rangga, mereka mematikan semua barang elektronik mereka meninggalkan pekerjaan dan hal lainnya demi Rangga.
"Abang kenapa belum di matiin?" Tanya Rangga kenapa Alan.
"Mau main game," ucap Alan.
"Nggak boleh, sini," saat Rangga akan mengambil hp Alan, seketika Alan langsung menjauhkan hp nya, tadinya mau menelpon Evan tapi karena gak di angkat jadi dia terus menelponnya.
"Abang sini," Rangga terus berusaha mengambil hp Alan.
Alan berdiri pun Rangga masih tetap ingin mengambil hp Alan, bahkan dia meloncat-loncat supaya bisa mengambil hp Alan tapi karena badannya yang hanya sebatas pundak di Alan pun tidak sampai.
"Sean!" Alan membentak Sean kakak kandung Rangga yang mengambil hp nya dan memberikannya kepada Rangga.
"Makasih bang," Rangga langsung kegirangan mengambil hp Alan dan dia langsung menyembunyikan hp Alan entah di mana, sedangkan Alan menatap tajam ke arah Sean dengan penuh emosi.
"APA MAKSUD LO HAH?!" Bentak Alan, dia mengangkat kerah baju Sean.
"Alan sudah, kamu ini cuma gara-gara hp saja sampai ribut kaya gini," tegur sang Opa.
"Opa, tadi aku lagi nelpon Evan--"
"Evan baik-baik saja di saja, kamu tenang saja Alan," ucap sang Opa.
"Terserah," Alan kembali menduduki dirinya di sofa, mendongakkan kepalanya menatap langit-langit rumah nya ini.
__________Sedangkan di jalanan yang lumbayan lenggang, Alden berhenti di pinggir jalan, hari sudah mulai sore matahari sebentar lagi tenggelam di gantikan sang rembulan.
Sekarang dia sudah mulai kalut dengan perasaanya yang terus mengkhawatirkan Evan, dia sudah mencari ke sana sini bahkan ke pelosok-pelosok Alden datangi, tapi masih belum membuahkan hasil.
Bahkan dia sudah menelpon semua Abang angkat Evan di mulai dari Alan yang di angkat oleh Rangga dan bilang kalo Evan tidak ada di rumahnya, Sansan, Eyres, dan Abi mereka sangat susah sekali di hubungi hanya sekedar menanyakan keberadaan Evan.
"Kemana sih kamu Van bikin orang panik aja," ucap Alden sambil celingak-celinguk mencari Evan.
"Ini lagi, katanya abangnya tapi kok saya teleponin dari tadi gak ada yang ngangkat."
"Apa dia udah pulang lagi ke rumah ya? Siapa tau tadi cuma darah ayam, kucing, yang kelindes kali ya? Saya harus pulang sekarang," ucap Alden, dia segera memajukan motornya lagi untuk pulang.
Selama perjalanan mata Alden tak pernah fokus mengendarai motornya, celingak-celinguk mencari Evan, namun sampai ke depan rumah pun, Alden belum menemukan Evan.
"EVAN!!"
"EVAN JAWAB SAYA KALO KAMU UDAH PULANG!!" Teriak Alden begitu menggelegar.
Tapi hanya ada keheningan di dalam rumahnya seperti tidak berpenghuni sama sekali, jujur Alden mulai sekarang benci dengan suasana seperti ini, dia lebih suka dengan adanya Evan yang sering membuat ribut memberantakan semua barang-barangnya rumahnya, berteriak-teriak, sering menjahilinya, berlarian kesana-kemari, dan bikin Alden naik darah setiap harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGERAN CADEL [END]✓
Roman pour AdolescentsDia milik ku. Dia milik kita. Dia milik kami. Dia untuk kita semua. Si nakal yang tidak tau apa yang namanya aturan, suka membantah, sering ngomong kasar tapi gak bisa nyebut R dan melakukan sesuatu dengan sesuka hatinya. Suka kabur dari rumah, bolo...