4.Bonyok

8.3K 554 2
                                    


Setelah acara ngamuk tadi, kini Evan sudah terlelap tidur di atas kasurnya dengan Dokter Alden tentunya, walaupun harus bolak balik untuk mengechek pasien lain tapi itu tidak masalah baginya.

Clekk

"Maaf permisi dok, saya sekedar mengingatkan jika lima menit lagi dokter akan ada oprasi," ucap suster yang baru saja datang ke ruangan Evan.

"Ahh, ya makasih sudah mengingatkan saya dan ya sebentar lagi saya ke sana, duluan aja."

Suster itu mengangguk dan pamit pergi dari ruangan Evan.

Sebelum pergi dari ruangan Evan, Alden menghampiri Evan terlebih dahulu yang masih tertidur, dia menatap wajah Evan lekat dan tersenyum tipis, tangan kanannya terangkat mengusap lembut kepala Evan.

Setelah puas mengusap rambut Evan, entah ada angin apa tiba-tiba Evan mencium kening dan pipi kanan Evan, untung saja Evan masih tidur kalo dia bangun pasti sudah ngamuk seperti tadi.

Beberapa menit setelah Alden keluar dari ruangan Evan, pemuda itu membuka matanya dan langsung melihat ke arah sofa yang ada di ruangan itu, waspada saja siapa tau dokter itu masih di sana dan ternyata dugaan Evan salah, di sana tidak ada siapa-siapa ruangannya begitu sepi dan sunyi. Evan hanya bisa menghela nafasnya pasrah, lagian siapa yang akan menemaninya saat sakit bahkan ke empat sahabatnya pun belum tau, saudara atau kerabat pun Evan tidak punya di dunia ini Evan memang sebatang kara.

"Gue harus cepet-cepet pelgi dari sini sebelum dokter gadungan itu kesini lagi," ucap Evan sambil duduk, dia menyibakkan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya lalu turun dari ranjang, tidak lupa dia juga mengganti pakaiannya, untung saja pakaian yang terakhir Evan pake masih ada di dalam Nakas, tapi satu yang Evan bingung dia tidak punya uang untuk naik kendaraan dari sini ke kosan nya, tidak mungkin dia harus jalan kaki.

Setelah mengganti pakaiannya, Evan berjalan keluar dari kamar mandi hingga matanya tidak sengaja melihat dompet berwarna hitam di atas sofa, Evan sangat yakin sekali jika dompet itu adalah milik Alden.

"Tapi gue takut dosa kalo nyuli," ucap Evan sambil menatap lembaran uang yang ada di tangannya yang ia dapatkan dari dompet itu.

Evan berfikir sejenak, dan akhirnya dia melihat selembar kertas dan bolpoin di atas nakas, dia menuliskan sesuatu dan di lipat menjadi kecil setelah itu di masukannya kertas itu ke dalam dompet sedangkan uang yang dia temukan langsung dimasukan ke dalam saku celananya.

Evan kini berjalan mengendap-endap di dinding, kalo di pikir Evan sudah seperti cik-cak saja. Dia membuka pintu ruang rawatnya dengan sangat perlahan, setelah merasa aman Evan langsung keluar seperti biasa tanpa menampakan rasa takut ketahuannya, tidak lupa juga dia memakai kupluk Hoodie nya supaya orang tidak mengenalinya.

Usaha Evan kini tidak sia-sia, dia sudah berhasil keluar dari rumah sakit, tujuannya sekarang adalah mencari kendaraan untuk pulang.

"Nah itu ada tukang ojek," ucap Evan sambil menunjuk pangkalan Ojek yang tidak jauh dari rumah sakit ini.

Dia berjalan ke arah pangkalan Ojek itu, dan meminta mang Ojeknya mengantarkan Evan sampai ke rumahnya.

"Ini mang uangnya, makasih ya udah ngantelin saya," Evan memberikan uang dua puluh ribu.

"Iya mas sama-sama, kalo gitu saya mau langsung ngojek dulu ya permisi."

"Hufffp... Akhilnya gue bisa pulang juga, eh tapi uang tuh dokter gimana ya gue bawa semua? Malah gak ya? Ah moga aja gue gak ketemu lagi sama Doktel gadungan itu, biar utang gue gak nambah lagi," ucap Evan sambil tersenyum.

Tapi seketika senyumannya itu luntur saat ada empat orang berbadan kekar seperti preman memanggil namanya.

"EVAN!!"

"Mau kabur kemana lagi lo hah?!" Tanya preman itu sambil menarik kerah baju Evan.

"Siapa yang mau kabul?"

"Ya lo lah!"

Bughh!!

Satu pukulan keras berhasil mendarat di pipi mulus Evan dengan keras.

"Cepet bayar utang lo!"

"Gue gak punya duit," lirih Evan, meskipun percuma orang yang ada di hadapannya tidak akan peduli tapi setidaknya Evan berkata jujur, uang yang dia ambil dari Alden pun Evan akan pertahankan demi membayar kosan nya yang sudah nunggak tiga bulan dan jika tidak di bayar maka Evan akan di usir.

"Gue gak peduli, cepet bayar utang orang tua lo," orang itu menendang kaki Evan, sedangkan Evan nanya meringis memegangi kakinya yang di tendang oleh mereka.

"Eh lo inget ya utang orang tua lo itu masih banyak, dan Lo harus bayar sekarang juga."

Evan hanya menggelengkan kepalanya, kalo boleh jujur Evan ingin sekali membalas perlakuan mereka tapi mengingat peraturannya yang dibuat orang itu Evan harus mengubur keinginannya dalam-dalam.

"Udah hajar aja biar kapok," ucap salah seorang preman itu.

Dan benar saja, ke empat orang itu langsung memukuli Evan tanpa ampun, meskipun Evan sudah babak belur mereka terus saja memukuli Evan.

"Inget ya utang lo di bos kita masih banyak, kalo Lo gak mau bayar gue bakalan ambil semua organ yang ada di tubuh lo."

"Udah cabut," ke empat preman itu langsung pergi begitu saja meninggalkan Evan yang sudah tergeletak di teras rumahnya sambil terbatuk dan mengatur nafasnya yang tersengal-enggal.

"Capek," lirih Evan dengan air mata yang keluar dari sudut matanya.

Setelah berdiam sejenak merasakan sakit di sekujur tubuhnya, Evan mencoba berdiri dan masuk ke dalam kosan nya, dia mendudukkan tubuhnya di kasur yang sudah mengeras itu.

"Bun, Evan kangen Bunda."

Tok
Tok
Tok

"EVAN KELUAR KAMU, SAYA TAU KAMU DI DALAM CEPAT KELUAR, BAYAR UANG KOSTAN KAMU SEKARANG JUGA!!"

Baru saja Evan akan beristirahat setah di pukuli datang lagi ibu kostan yang tanpa adabnya langsung berteriak, sungguh memalukan sekali.

Dengan amat terpaksa Evan berjalan keluar dan saat dia keluar di melihat Ibu kosannya sudah berdecak pinggang sambil melotot, tidak beja jauh dengan antek-antek ibu kosan yang ada di belakangnya.

"Capat bayar uang kosan kamu, kamu udah nunggak tiga bulan," ucap orang itu.

"Tiga bulan? Belalti totalnya belapa Bu?" Tanya Evan.

"Ti...tiga tiga bul...an," matanya berkeliaran memikirkan berapa total uangnya.

"Eh tiga bulan totalnya jadi berapa?," Tanya Ibu itu ke dua anteknya yang ada di belakang.

"Lah kenapa nanya saya bos, saya kan gak sekolah si Ucup juga 'kan di buta huruf," ucap salah satu anteknya. Sedangkan Evan hanya tersenyum mengerjai mereka.

"Gimana sih kalian."

"Tiga bulan di kali tujuh ratus ribu berarti," ibu kosan itu menjejerkan sepuluh jarinya di hadapan Evan.

Evan yang sudah bosan menunggu orang yang ada di hadapannya berhitung dia langsung saja memberikan uang yang ada di sakunya.

"Nih uangnya pas," ucap Evan memberikan uang itu dan langsung menutup pintu kos an nya, biarlah dia dibilang tidak sopan yang penting sekarang Evan mau menidurkan tubuhnya yang sudah remuk, di tambah kakinya yang semakin sakit akibat tendangan preman penagih utang tadi.













__________________***_________________

Halooo ketemu lagi kita....

Kali ini aku g bakalan banyak bacot ya, karena aku yakin kalian bosan dengan bacotan ku yang tidak berpaedah intinya jangan lupa VOTE dan KOMEN.

Selamat bertemu di part selanjutnya.......

PANGERAN CADEL [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang