"Papah gak berhak bilang Evan orang asing, Evan adik aku, Evan satu-satunya adik aku dan gak ada yang lain terutama dia," Alan menunjuk Rangga yang masih mematung memandang Alan."Tutup mulut mu itu Alan, dia adik mu, sepupu kandung--"
"IYA AKU TAU AKU TAU DIA SEPUPU AKU, TAPI PAPAH HARUS TAU DI HATI AKU, TAHTA SEORANG ADIK LEBIH TINGGI DERAJATNYA DI BANDING DENGAN SEPUPU!!" Sungguh sekarang Alan sudah tidak bisa lagi menahan emosinya lagi.
"Papah pintar kan? Papah sekolah di sekolah yang elit dan ternama dari TK sampai kuliah, jadi seharusnya papah bisa menjaga omongan papah sendiri sebelum papah menyesal dengan apa yang papa ucapkan barusan ke adik ku."
"Shandy, liat anak mu, sekarang dia sudah berani membentak ku di hadapan kalian, pasti otak anak mu sudah di cuci sama anak----" Ucapannya langsung berhehenti saat Alan berbicara lagi, sedangkan Shandy hanya diam saja melipatkan tangannya di depan dada. Shandy sangat tau sekali sifat anak nya ini, pasti Alan melakukan itu semua ada alasannya, dia tidak akan marah jika tidak ada sesuatu, seperti tidak akan ada asap kalau tidak ada api, ya itulah yang pantas di sematkan dalam hidup Alan.
"Papah gak usah bawa-bawa mereka, urusan papah sama aku."
"Oh sudah merasa jadi jagoan kamu?"
"Ini bukan soal jagaoan dan tidak nya pah, ini soal harga diri adik aku yang papah injak-injak, dan aku gak terima," Alan menunjuk Papahnya dan menatap tajam orang yang ada di hadapannya ini.
"Sudah cukup, lebih baik kalian saling bermaaf-maafan, gak baik saudara bertengkar seperti ini," ucap sang Oma mencoba memecahkan ketegangan yang ada di ruangan ini.
Alan yang masih kesal memilih beranjak pergi dari sana menuju kamarnya sendiri, kepalanya hampir mau pecah sekarang, di tambah hp nya yang di bawa oleh Rangga dan entah di simpan di mana, sehingga Alan tidak bisa menghubungi Evan, hanya wajah Evan dan senyuman manis Evan yang bisa membuyarkan emosinya, dan sekarang Alan tidak bisa melihat Evan, Alan harus bagai mana sekarang apa bisa dia membendam emosi nya sekarang tanpa Evan, mau pergi dari rumah pun percuma karena pasti Rangga sudah menyuruh semua bodyguard sang Opa untuk mengunci semua akses jalan keluar, Alan udah tau itu.
___________"Cepetan Sal," ucap Resti terburu-buru, dia sudah tidak sabar melihat apa yang sebenarnya terjadi semoga saja rekaman CCTV ini akan membuahkan hasil.
"Nah itu si Evan keluar dari rumah," Resti menunjuk layar laptop.
"Eh itu si Evan kayaknya mau jajan cilok deh, coba lanjutin lagi Sal." Resti menunjuk pedagang cilok yang berhenti tepat di depan rumah Salwa dan bersebrangan dengan rumah dokter Alden.
"ASTAGHFIRULLAH!!" Teriak keduanya saat melihat Evan berjalan sedikit berlari keluar gerbang untuk membeli jajanan cilok, tapi saat di luar gerbang ternyata ada dua orang yang mengendarai motor berboncengan sambil mengacungkan sebuah batu yang lumayan besar dan yang membuat mereka semakin panik itu saat batu itu mengenai kepala Evan hingga Evan tergeletak di pinggir jalan dengan kepala yang mengeluarkan darah, sang pengendara motor hanya berhenti sebentar dan memajukan lagi motornya di atas kecepatan rata-rata.
Tak lama kemudian ada satu mobil hitam berhenti di hadapan Evan yang sudah tak sadarkan diri, mereka kira orang yang membawa mobil itu akan menolong Evan namun sepertinya mereka salah orang-orang itu terlihat sangat mencurigakan dengan berpakaian serba hitam dan juga penutup kepala, mereka membawa Evan masuk ke dalam mobil dan pergi begitu saja.
"Stop!!"
Sontak Salwa langsung menyetop video rekaman CCTV itu.
"Ini plat nomor mobil nya."
"Bentar gue foto dulu," Salwa mengeluarkan hp nya dan memfoto plat nomor mobil nya.
"Depet."
___________
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGERAN CADEL [END]✓
Teen FictionDia milik ku. Dia milik kita. Dia milik kami. Dia untuk kita semua. Si nakal yang tidak tau apa yang namanya aturan, suka membantah, sering ngomong kasar tapi gak bisa nyebut R dan melakukan sesuatu dengan sesuka hatinya. Suka kabur dari rumah, bolo...