"Gue tugasin lo itu buat ngebunuh dia anjing!"
"Kenapa lo gak ngelakuin apa yang gue suruh?! GUE NANYA KENAPA LO GAK LAKUIN APA YANG GUE SURUH ANJING!!"
"Am...ampun maaf maafkan saya, sa..saya tid---"
"APA LO MAU BILANG APA HAH?! LO MAU BILANG KALO LO GAK SANGGUP BUNUH DIA KARENA DIA ANAK DARI WANITA YANG LO CINTAI HAH?!"
"IYA?!" Lanjut nya lagi.
"Ahahahaha" tawa Rangga begitu menggelegar melihat sang korban yang hanya diam tidak berani menjawab.
"Kalian liat? Kalian liat? DIA! Dia lebih sayang anak haram nya dari pada kalian."
"Gimana kalo gue bunuh kalian semua?" Ucap Rangga dengan penuh penekanan dan menyeramkan.
Salwa dan Tantri hanya menggelengkan kepalanya sambil menangis saat Rangga mengeluarkan pisau yang terlihat begitu tajam dari kantong jaketnya.
Mereka tidak bisa apa apa sekarang karena tangan, kaki nya di ikat begitu kencang dan mulutnya yang di sumpel menggunakan kain.
Jika saja saat itu mereka tidak melarikan diri mungkin saat ini mereka masih merasakan ketenangan, kalo saja Salwa dan Tantri tidak mengikuti saran dari papah nya untuk pindah mungkin Rangga tidak akan menculiknya dan menyiksannya seperti ini.
"Plis gue gak mau mati sekarang, siapapun tolong in kita."
"Res lo dimana? Lo baik-baik aja kan? Semoga aja lo bisa keluar dan ngebantuin gue."
"Dari siapa dulu ya?"
"Dari lo atau lo?" Rangga menunjuk keduanya dengan pisau yang dia bawa.
"Dari lo aja deh," Rangga langsung menunjuk Salwa yang sudah menangis karena ketakutan.
"Kebetulan pisau gue ini baru jadi paling enak di pake sama yang perawan dulu," Rangga tersenyum begitu mengerikan menurut mereka bertiga.
Tanpa menunggu lama, Rangga langsung mengarahkan pisau tajam itu perlahan-lahan ke mata sebelah kanan Salwa.
Salwa langsung memberontak, dia menangis menjerit meskipun mulutnya tertutup oleh kain. Tubuhnya sudah tidak bisa diam, dia bergerak ke kiri dan ke kanan supaya bisa menghindar dari pisau Rangga tapi sepertinya sia-sia karena ikatan yang melilit tangan dan kakinya begitu kencang sekali.
"Mata lo terlalu indah."
______________
Di ruangan yang berbau khas obat-obatan ini terlihat seorang pemuda yang masih setia memejamkan matanya. Sudah satu bulan lebih pemuda yang bernama Evan ini memejamkan matanya.
Entah apa yang sedang dia lakukan di bawah alam sadarnya sehingga lupa untuk kembali.
Tidak lama dari itu terlihat pintu terbuka menampakan Alden bersama satu suster cantik di belakangnya.
Tanpa bicara apapun Alden langsung memeriksa kondisi Evan, dia menyuntikan beberapa cairan obat melalui suntikan, namun saat akan membenarkan jarum infus Evan, Alden melihat jari tangan Evan yang bergerak.
Dengan cekatan Alden langsung memeriksa ulang Evan dan ternyata benar kondisinya mulai membaik dan mungkin saat ini Evan sedang berusaha untuk membuka matanya.
"Dek bangun."
Dua kata yang hanya bisa Alden ucapkan begitu mata Evan yang akan terbuka namun tertutup lagi.
Hatinya begitu sakit saat melihat kondisi Evan yang begitu memprihatinkan seperti ini. Dua hari yang lalu Alden pernah patah semangat karena kondisi Evan yang semakin menurun bahkan dokter yang ikut menangani Evan pun sudah angkat tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGERAN CADEL [END]✓
Teen FictionDia milik ku. Dia milik kita. Dia milik kami. Dia untuk kita semua. Si nakal yang tidak tau apa yang namanya aturan, suka membantah, sering ngomong kasar tapi gak bisa nyebut R dan melakukan sesuatu dengan sesuka hatinya. Suka kabur dari rumah, bolo...