7. pemaksaan

7.8K 545 0
                                    


"Van udah jangan ngambek terus."

Evan tidak mendengarkan apa kata Sansan barusan dia hanya membalikan badannya membelakangi mereka semua dan menutup semua tubuhnya menggunakan selimut.

"Evan buka, nanti kamu sesak nafas," Alden menyibakan sedikit selimut Evan yang menutup kepalanya.

"Apa!," Ucap Evan dengan emosinya, mata yang berkaca-kaca.

"Dasar anak tuyul ngambeknya gak estetik banget," dumel Alden sambil membenarkan infus Evan yang sedikit bergeser.

"Kalo emang kamu punya salah seharusnya kamu minta maaf dong bukan malah ngambek gini."

"Gue gak salah apa-apa bangsat!," Teriak Evan.

"Van bisa di jaga gak sih mulutnya?!," Ucap Alan seketika tubuh Evan menegang dan memeluk Alden dengan erat.

"Lan kalo lo masih emosi mending lo keluar aja deh," ucap Eyres yang ikut emosi karena ulah Alan.

"Ma...maaf huaaaaa maaf gue ambil uang lo buat bayal uang kostan gue," ucap Evan dalam satu tarikan nafas saja, sebenarnya Evan malas untuk meminta maaf kepada dokter badungan ini tapi dari pada di marahin terus lebih baik dia sedikit menurunkan egonya.

Deg

Semuanya terdiam membisu, Alan, Sansan, Eyres, dan Abi merasa tidak becus menjaga adik nya ini, kenapa dia tidak meminta uang saja pada mereka, kenapa dia memilih untuk mencuri.

"Terus uang gaji lo selama sebulan ini kemana Van?," Tanya Sansan lembut.

"Gaji, kelja E...Evan bayal eng...engaa huaaaaa."

Ruangan Evan yang awalnya sepi sunyi seperti tak berhuni pun seketika penuh kebisingan oleh suara tangisan Evan.

"Kenapa gak di bayar, 'kan Evan udah capek-capek kerja?," Alden mengelus rambut Evan.

"Abang Evan nakal, piring Evan pecahin."

Alden sedikit kebingungan dengan ucapan Evan barusan, dia menatap Sansan dengan penuh tanda tanya.

"Dia bilang dia nakal, dia yang udah mecahin piring itu," ucap Sansan mencoba menjadi translate untuk Alden yang baru mengenal tabiat Evan sebenarnya.

"Ya udah gak papa, tapi kamu mau 'kan tanggung jawab atas semua ulah kamu?," Alden melepaskan pelukan erat Evan dan memegang kedua pipi Evan yang tirus.

"Berani berbuat berani bertanggung jawab Evan."

Evan melirik Eyres yang sedang menatapnya tajam, benar juga kata Abangnya yang satu ini, lagian selama hidup bersama abang-abangnya ini Evan selalu di didik untuk bertanggung jawab.

"Mau, Evan mau tanggung jawab, tapi jangan pake uang, Evan gak punya uang, Evan gak mau ngutang lagi sama meleka," ucap Evan, dan langsung menundukkan kepalanya.

"Gak saya gak bakalan minta ganti sama uang lagi, saya cuma minta kamu pindah ke rumah saya,"

Sontak Evan dan abang-abangnya itu menegangkan tubuhnya secara bersamaan.

"Gak gue gak mau ya," ucap tegas Evan.

"Katanya mau tanggung jawab," sindir Alden.

"Ya enggak tinggal di lumah lo juga kali."

"Emang kenapa? Rumah saya besar cukup buat nampung satu RT."

"Gue gak mau," Evan memalingkan wajahnya.

"Kamu harus mau, atau saya minta ganti uang saya menjadi lima belas kali lipat gimana?."

"Lo tuh ya udah doktel gadungan, tukang tipu sekalang mau molotin anak kaya gue gak punya hati tau gak?!."

"Siapa yang dokter gadungan? Saya dokter asli."

"BODO!."

"Jadi gimana?," Tanya Alden dan Evan hanya diam saja.

"Okey kamu diam berarti kamu saya anggap meng 'iya' kan permintaan saya."

"Siapa bilang anjeng, gue belum bilang iya."

"Udah lah saya tau kamu juga mau, jadi sekarang kamu istirahat, kalo keadaan kami besok membaik kita pulang."

"Gue gak---"

"Ngomong sekali lagi saya rantai leher kamu," ancam Alden kepada Evan.

Mau tidak mau Evan menuruti kemauan dokter gadungan ini, meskipun menurut tapi mata Evan tidak bisa di bohongi, dengan bar-bar nya dia menatap tajam penuh permusuhan kepada Alden.

"Ngapain sih matanya di gituin?," Tanya Alden yang sudah tidak tahan dengan ke gemesan Evan.

Setelah beberapa saat terdengar lah suara dengkuran halus dari Evan, salah satu kebiasaan Evan saat tidur yaitu mulut yang terbuka.

"Sebelumnya maaf jika saya memaksa Evan tinggal bersama saya, kalian boleh menjenguknya sesekali, saya tidak akan menghalangi kalian bertemu dengan Evan."

Alan, Eyres, Sansan, dan Abi menatap Alden dan mengangguk, sepertinya mereka Setuju dengan keputusan Alden.

"Yah kami setuju, lebih baik Evan tinggal bersama anda daripada tinggal sendiri," ucap Alan.

"Tumben banget tuh anak nurut mau tinggal sama anda, padahal kita udah maksa dia buat tinggal bersama kita tapi dia keras kepala menolak kami." Ucap Sansan sambil terkekeh mengingat bagaimana penolakan halus dari adiknya ini.

"Untuk keperluannya anda jangan khawatir kami akan menanggung semuanya," ucap Eyres.

"Tidak usah saya masih sanggup untuk membiayainya, ya itung-itung dia menemani saya di rumah, karena rumah saya sangat sepi, semoga aja kehadiran dia rumah saya jadi rame."

"Belum nikah?," Tanya Abi.

Alden terkekeh dengan ucapan anak muda ini.

"Belum lagi pula saya itu masih muda seperti kalian, umur saya masih dua pulih tiga. Dan eemmm... Kalo bisa kalian jangan terlalu formal sama saya, kalian bisa panggil saya Abang, anggap saja saya Abang kalian."

Uhukk uhukk uhukk










________

PANGERAN CADEL [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang