"Evan makan dulu," teriak Alden dari bawah memanggil Evan yang masih tertidur di dalam kamar.
Semua keluarga angkat Evan sudah pulang ke rumah masing-masing tanpa membawa Evan, bukan tega meninggalkan Evan tapi tadi sebelum tidur dia sempat bicara supaya malam ini dia tidur di rumah Alden menemani pria itu, katanya takut di culik sama kuntilanak yang bersemayam di balik jendela dapur.
"Alden ke sini," Evan malah balik meneriaki Alden.
Dengan berat hati Alden langsung menghampiri Evan di kamarnya, dia membuka pintu kamar Evan, dan melihat anak itu yang sudah terduduk di atas kasur melipat kakinya dan matanya yang masih tertutup rapat.
"Kenapa?"
"Gendong," Evan merentangkan tangannya.
"Heh kamu kira kamu bayi apa pengen di gendong, jalan sendiri ayo cepet," Alden menarik tangan Evan.
"Gue masih ngantuk ihhh," Evan menendang selimut yang ada di hadapannya, memanyunkan bibirnya, sambil menunduk.
"Eh kamu itu tidur dari jam setengah tujuh sampe jam tujuh masa masih ngantuk?"
"Aaaahhhhkkk masih ngantuk," Evan terus merajuk membaringkan tubuhnya dan mengguling-gulingkan tubuhnya ke sana ke sini.
"Terserah kamu aja deh, sini," Alden mengangkat tubuh Evan ke gendongan ala koala nya.
Setelah sampai di meja makan, Alden langsung mendudukkan tubuh Evan di bangku sebelah Alden, nampaknya anak itu masih menutup matanya, Alden hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
"Jangan tidur terus, tuh makan makanan nya," ucap Alden sambil menyimpan mangkuk di depan Evan yang berisi ubi rebus.
Evan langsung membuka matanya, namun bukannya memakan makanan nya, Evan malah bangkit dari tidurnya dan duduk di pangkuan Alden, memeluk leher Alden dengan erat.
"Lapas dulu Van," ucap Alden melepaskan tangan Evan tapi pelukan itu malah semakin erat.
"Pengen Bunda," lirih Evan.
"Hah?" Alden nampak bingung sekaligus kaget akan membalasnya bagaimana karena sejauh yang dia tau dari keluarga angkat nya, Bunda Evan sudah tidak ada.
"Mau Bunda."
"Kita jalan-jalan aja yuk," bujuk Alden sambil mengelus rambut Evan, meskipun dia pernah marah-marah sama Evan, sering berantem dan sering saling menjahili Alden tetaplah sayang sama Evan, dia sudah menganggap Evan itu sebagai adiknya sendiri.
"Gak mau," Evan menggelengkan kepalanya.
"Kita beli gulali gimana?"
"Bunda."
"Kita ke rumah sakit aja kalo gitu," Alden siap untuk mengangkat tubuh Evan, namun Evan malah mencekik leher Alden dengan erat, membuat Alden kesusuah an bernafas dan kembali terduduk saat itu juga Evan langsung melepaskan cekikannya.
"MAU BUNDA HUAAAAA!" Evan menangis tepat di telinga Alden.
"Berisik, sakit kuping saya sama suara cempreng kamu," Alden menggosok-gosok telinga nya.
"Mau Bunda," ucap Evan sambil menangis dan sesegukkan.
"Yang lain aja."
"Mau Bunda, hanya Bunda," lirih Evan.
Tangan Alden langsung meraba kening Evan, dan sensasi panas yang dia rasakan saat menyentuh kening Evan, badannya juga sudah berkeringat.
Alden dengan hati-hati melepaskan pelukan Evan, sedikit di condongka ke belakang di tahan oleh tangannya, dan benar saja, tadi Evan meminta sang bunda ternyata dia hanya mengigau saja.
"Kenapa gak bilang sih?" Dumel Alden.
Tanpa memikirkan sarapannya lagi Alden langsung membawa Evan ke ruang khusus yang dia buat di rumah nya ini, ruangan ini persis seperti kamar biasa namun yang beda nya kamar ini di lengkapi dengan peralatan medis.
Alden langsung membaringkan tubuh Evan di kasur yang ada di kamar ini, demamnya sangat tinggi sekali Alden takut Evan akan mengalami kejang-kejang.
Setelah selesai memeriksa Evan, Alden terduduk di ujung kasur, matanya terus menatap wajah Evan yang masih terlelap di bawah alam sadarnya, tangannya terus mengelus rambut Evan yang lepek, saat kondisinya seperti ini Alden jadi tak tega melihat Evan sakit.
"Sebegitu kangennya ya kamu sama bunda kamu? Sebaik apa sih bunda kamu sampai-sampai kamu tidak ikhlas kehilangannya?"
"Saya tau kamu anak yang baik dan sayang sama orang tua kamu, tapi kalau terus seperti ini kasian juga sama kamu, saya harap kamu bisa meng ikhlaskan kepergian orang tua kamu, biarkan mereka tenang di sisi Allah dan kamu tenang di sini menjalani hidup kamu yang masih panjang, kamu juga berhak bahagia."
"Saya senang dengan adanya kamu, hidup saya jadi berwarna lagi setelah semuanya gelap selama bertahun-tahun, karena kamu anugrah yang Allah titipkan kepada saya, maka saya akan menjaga kamu dengan sepenuh hati saya, saya berjanji akan menjaga kamu meskipun nyawa sayang yang jadi taruhannya, maaf kalau saya keterlaluan, tapi itu memang benar, saya sudah terlanjur saya sama kamu, saya sudah menganggap kamu sebagai adik kandung saya sendiri."
"Tadinya saya akan mengangkat kamu menjadi anak saya, tapi sepertinya tidak mungkin karena di usia saya yang sekarang mana mungkin memiliki anak sebesar kamu, dan juga pasti orang-orang terus bertanya siapa ibu mu, nanti saya harus bilang apa?"
"Hem kayaknya masih mending tetangga nanya ibu kamu siapa, tapi bagaimana jika tetangga di sini mengira saya seorang gay?"
____________________________________
Khusus malam Takbiran AU up ya
Semoga cerita ini bisa menemani kalian yang lagi gak main ya.
Sebelumnya minal aidzin walfaizin ya mohon maaf lahir dan batin. Selamat berlebaran buat kalian semua yang beragama muslim.
Satu kata buat:
Evan?
Alden?
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGERAN CADEL [END]✓
Teen FictionDia milik ku. Dia milik kita. Dia milik kami. Dia untuk kita semua. Si nakal yang tidak tau apa yang namanya aturan, suka membantah, sering ngomong kasar tapi gak bisa nyebut R dan melakukan sesuatu dengan sesuka hatinya. Suka kabur dari rumah, bolo...
![PANGERAN CADEL [END]✓](https://img.wattpad.com/cover/297083481-64-k684123.jpg)