Hari ini Evan sudah terbebas dari tempat yang sangat menyeramkan itu.
Sesuai dengan janji dan pemaksaan dari abang-abangnya, Evan pulang ke rumah dokter gadungan alias Alden.Di perjalanan pulang, sesekali Alden melirik Evan yang terdiam memandangi jalanan yang lumbayan sepi.
"Perjalanan kita masih jauh, lebih baik kamu tidur aja, nanti Abang bangunkan kalo udah sampai," Ucap Alden lembut.
"Gak, gue gak mau, ental kalo gue tidul lo ngebuang gue di pinggil jalan lagi."
"Abang gak sejahat itu juga kali dek."
"Ya 'kan bisa jadi, ental lo buang gue di pinggil jalan yang sepi."
"Aduh wahay anak tuyul ku, udah deh gak usah ber perisangka buruk mulu sama saya kenapa sih?," Alden berbicara dengan nada yang di imut-imutkan.
"Gimana gue gak bel pelisangka buluk mulu sama lo? Tiba-tiba lo ngajak gue tinggal sama lo, padahal gue gak kenal sama lo, sanak sodara juga bukan."
"Emmm sebenernya sih saya ngajak kamu tinggal sama saya itu buat jadi babu rumah saya, soalnya pembantu rumah saya ada yang ngundurin diri," Alden terus saja memancing emosi Evan.
"Tuh 'kan apa kata gue, gak mungkin ada olang baik yang tiba-tiba ngajak olang yang gak di kenal tinggal selumah. Udah deh ya mending lo tulunin gue di sini juga, gue gak mau jadi babu lo, gue masih sekolah, gue juga punya tanggung jawab yang lebih penting dali pada jadi babu lo Doktel. Gadungan," Evan menakan ucapan terakhirnya, sungguh dia sangat emosi dengan orang di sampingnya ini, bisa-bisa nya dia memperkerjakan anak di bawah umur dengan paksa.
"Gak bakalan semudah itu lo bisa pergi dari saya," dumel Alden, tapi masih terdengar oleh Evan.
"Tulunin gue sekalang," ucap Evan.
"Gak."
"Tulunin gue sekalang," Evan bersi kekeh minta di turunkan dari mobil Alden.
"Gue bilang gak ya nggak."
"TULUNIN GUE BANGSAT!," Teriak Evan di samping Alden.
"Nggak."
"Kalo lo gak tulunin gue, gue loncat dali sini," Evan mengambil ancang-ancang untuk melompat dari mobil.
Sialnya Alden kalah cepat dengan Evan, dia sudah membuka sedikit pintu mobil Alden.
"Jangan macem-macem lo," Alden memegang tangan Evan.
"Lepas gue mau loncat," Evan berusaha melepaskan tangannya yang di pegang Evan.
"Weh anak tuyul gak boleh loncat, entar berubah jadi pocong loh."
Di dalam hati Evan, dia ingin sekali tertawa sambil menggeplak kepala Alden.
"Apaan sih lo, minggil gue mau loncat, gue mau pulang."
"Berisik ih teriak-teriak mulu dari tadi, malu sama orang-orang kalo mereka ngira saya nyulik anak 'kan gak lucu."
"Ya lo 'kan emang mau nyulik gue babi."
"Nggak saya gak mau nyulik anak tuyul kaya kamu, udah deh diem dulu saya lagi nyetir bahaya entar kalo udah sampai rumah saya jelasin semuanya," ucap Alden.
"Maaf ya gue bukan anak TK yang gampang lo boongin," ucap Evan.
"Ya udah kalo gak percaya sana kamu loncat sana," Alden melepaskan tangannya yang menggenggam tangan Evan.
"Kok lo tega sih?."
"Ya tadi 'kan lo maksa mau loncat ya udah sana loncat aja kalo berani."
"Gak jadi."
"Idih lucu kamu, tadi maksa mau loncat, giliran udah saya izinin kamu loncat malah gak mau."
"Gue takut mati," lirih Evan.
"Haha masa sih bad boy sekolah takut mati? Harusnya kalo mau jadi bad boy harus berani mati dong."
"Emang salah ya kalo gue takut mati? Lagian kalo gue mati juga gue gak mungkin masuk sulga sedangkan utang gue banyak di sana-sini."
"Utang? Emang kamu punya utang apa?," Tanya Alden yang penasaran dengan ucapan Evan barusan.
"Mampus gue keceplosan lagi," batin Evan.
"Nggak jadi."
"Turun," Ucap Alden.
"Lo benel nulunin gue di tengah jalan? Tega bener sih lo Al, kalo gue gak tau jalan pulang gimana? Kalo ada olang nyulik gue gimana? Telus meleka ngebunuh gue mutilasi gue gimana, tega bener lo sama gue," ucap Evan dengan mata yang berkaca-kaca, hidung yang mulai berubah menjadi merah.
"Iya gue tega kenapa? Udah sana turun gue mau pulang istirahat, soalnya nanti malam gue mau ngadain pesta buat ngerayain lo yang di culik."
"Huaaaaaaaaa anjir lo tega benel sama gue bangsat, gue gak mau mati babi, gue mau pulang," Evan menangis histeris.
"Huaaaa di culik Abang tolong jahat dia abang, Abang jemeput abangg."
"Eh kok malah nangis sih, udah dong cup cup cup jangan nangis okey, Abang gak nurunin kamu di jalan, ini udah sampe di rumah Abang, makannya Abang nyuruh kamu turun."
"Je...jelly nya kaya, kaya kaki," ucap Evan di sela-sela tangisannya.
"Ahahah okey okey Abang gendong ya."
"Gak mau," Evan berhenti menangis dan menatap Alden dengan mata yang berkaca-kaca dan bibir yang melengkung ke bawah.
_________________***_________________
Haloo gasss
Sekali lagi maaf ya kalo waktu si Evan nangis itu si kata-katanya di baik-baik, karena itu sudah jadi kriteria atau kebiasaan si Evan waktu nangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGERAN CADEL [END]✓
Teen FictionDia milik ku. Dia milik kita. Dia milik kami. Dia untuk kita semua. Si nakal yang tidak tau apa yang namanya aturan, suka membantah, sering ngomong kasar tapi gak bisa nyebut R dan melakukan sesuatu dengan sesuka hatinya. Suka kabur dari rumah, bolo...